Minggu, 18 Mei 2014

Tazkiyatun Nufus (Pembersihan Jiwa).

 Cara membimbing akhlaq

Telah dimaklumi bahwa badan kita tidak diciptakan dalam keadaan sempurna, namun dia bisa dikondisikan menjadi lebih baik dengan makanan dan latihan. Maka begitu pula jiwa yang Allah ciptakan dalam keadaan lemah dan kekurangan; dia bisa dikondisikan menjadi kuat dan sempurna dengan mensucikan dan membimbing akhlaq serta menyuapinya dengan ilmu.
Sebagaimana kepada badan yang sehat, dokter tinggal menganjurkan untuk menjaga kesehatannya, dan bagi badan yang sakit, dokter akan berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkannya, maka begitu pula dengan jiwa. Jiwa yang suci, bersih, dan baik akhlaqnya, haruslah tetap dijaga dan semakin diperkuat. Jika jauh dari gambaran kesempurnaan, maka dia harus diusahakan untuk disempurnakan.

Suatu penyakit, yang membuat badan kesakitan, harus diobati dengan lawannya. Jika badan terasa panas, maka harus diobati dengan yang dingin. Jika badan kedinginan maka harus diobati dengan panas. Begitu pula akhlaq-akhlaq yang hina, yang termasuk penyakit hati, harus diobati dengan lawannya. Penyakit kebodohan harus diobati dengan ilmu, penyakit kikir harus diobati dengan kedermawanan, penyakit takabbur harus diobati dengn tawadhuâ??, dan penyakit rakus harus diobati dengan menghentikan hal-hal yang menggugah nafsunya.

Yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang harus mampu menahan diri merasakan pahitnya obat dan bersabar menahan diri dari hal-hal yang diinginkannya, demi pemulihan badannya yang sedang sakit. Begitu pula kesabaran dalam berusaha mengobati penyakit-penyakit hati, yang justru inilah yang lebih penting sebab penykit badan bisa lepas dengan kematian, tetapi penyekit hati bisa berlanjut dengan siksa abadi setelah kematian.

Bagi orang yang sedang mengobati jiwa orang-orang yang menghendaki jalan Allah, janganlah mencecar mereka dengan suatu pola latihan khusus untuk mengetahui akhlaq dan penyakitnya Sebab mengobati setiap pasien tidak hanya dengan satu cara saja. Jika melihat orang yang tidak mengetahui syariat, maka dia harus mengajarinya. Jika melihat orang yang takabur maka ia harus menuntunnya kepada hal-hal yang membuatnya tawadhu', menghadapi orang yang mudah naik pitam dengan cara yang lemah lembut.

Yang sangat diperlukan orang yang melatih jiwanya sendiri adalah kekuatan hasratnya. Selagi dia mundur, tentu ia tak akan berhasil. Selagi merasa hasratnya melemah, maka dia harus bersabar. Jika hasratnya semakin merosot, maka dia harus menghukumnya agar tidak terulang, seperti kata seseorang kepada dirinya sendiri Mengapa engkau mengatakan sesuatu yang tidak perlu ? Akan ku hukum jiwamu dengan puasa.

Tanda-tanda Sakit Hati dan Mengembalikannya agar Sehat Kembali serta Cara Mengetahui Orang lain dan Aib dirinya

Setiap anggota badan manusia diperuntukkan untuk tugas yang khusus. Adapun tanda sakitnya adalah ketidak mampuannya melaksanakan tugas itu, atau tugas itu bisa dilaksanakan dalam keadaan kacau. Tangan yang sakit terlihat dari ketidak mampuannya memegang. Mata yang sakit terlihat dari ketidak mampuannya melihat. Hati yang sakit terlihat dari ketidak mampuannyaa melaksanakan tugas khusus yang karenanya ia diciptakan, yaitu ilmu, hikmah, ma'rifah, mencntai Allah dan beribadah kepada-Nya serta mementingkan semua ini dari setiap bisikan nafsu.

Orang yang mengetahui segala sesuatu, tetapi tidak mengetahui Allah, seakan-akan dia tidak mengetahui sesuatu pun.

Tanda ma'rifat (mengetahui) adalah cinta. Siapa yang mengetahui Allah tentu mencintai-Nya. Adapun tanda cinta adalah tidak mementingkan sesuatu dari sekian banyak hal-hal yang dicintai daripada Allah. Siapa yang lebih mementingkan sesuatu yang lebih dicintainya daripada cintanya kepada Allah, berarti hatinya sakit, sebagaimana perut lebih suka memakan tanah dari pada roti, maka perutnya tidak beres alias sakit.

Penyakit hati ini adalah penyakit yang tersembunyi. Terkadang pemiliknya tidak mengtahui penyakit yang menimpa jiwanya, karena itu ia mengabaikannya. Kalaupun tahu, dia mungkin tidak sabar menanggung pahitnya obat, karena obatnya adalah menentang nafsu. Kalaupun sabar, belum tentu ia mendaptkan dokter yang sanggup mengobatinya. Dokter di sini adalah para ulama. Sementara penyakit itupun sudah menjangkiti mereka. Maka dokter yang sakit jarang yang mau mngobati orang lain yang sakit, sehingga penyakit menjadi menyebar ke mana-mana dan ilmu pun hilang. Obat hati dan penyakit hati sama-sama dibiarkannya, manusia hanya melakukan ibadah-ibadah zhahir, sedangkan dalam batinnya hanya sekedar tradisi. Inilah yang disebut tanda sumber penyakit.

Untuk mengembalikan keadaan agar segar kembali, setelah berusaha melakukan pengobatan ialah dengan melihat jenis penyakitnya. Pengobatan penyakit kikir adalah dengan mengeluarkan harta, tapi tidak perlu berlebih-lebihan dan boros. Penyakit yang lain dengan pengobatannya yang tersendiri pula, seperti panas dengan dingin agar tidak semakin panas dan tidak terlalu dingin, agar tidak menjadi penyakit baru. Yang dituntut adalah jalan tengah.

Jika engkau melihat jalan tengah ini, lihatlah kepada dirimu sendiri. Jika menumpuk harta dan mempertahankannya lebih engkau cintai dan lebih mudah daripada mengeluarkannya sekalipun kepada yang berhhak, maka ketahuilah bahwa ada sifat kikir pada dirimu. Maka obatilah jiwamu dengan mengeluarkan harta tersebut. Jika mengeluarkan harta tersebut kepada orang yang engkau cintai, maka tahanlah sedikit harta tersebut, karena pada dirimu adalah pemborosan. Janganlah engka lebih condong untuk mengeluarkannya atau menahannya. Buatlah harta tersebut mengalir seperti air di sisimu. Engkau tidak menuntut air tersebut untuk berhenti bukan untuk suatu keperluan, atau mengalirkannya secara deras untuk orang yang memerlukannya. Setiap hari orang yang bisa seperti itu akan mendatangi Allah dengan semangat dan bergairah.

Seseorang juga harus terbebas dari segala akhlaq yang buruk , agar ia tidak mempunyai hubungan dengan sesuatu pun keduniaan, agar jiwa dapat meninggalkan dunia dalam keadaan memutuskan hubungan dengannya, tidak menoleh kepadanya dan tidak mengharapkannya. Pada saat itu dia akan kembali kepada Rabb-Nya sebagaimana kembalinya jiwa yang muthma'innah.

Karena jalan tengah yang hakiki itu antara dua sisi yang cukup sulit dideteksi , bahkan lebih lembut daripada sehelai rambut dan lebih tajam daripada pedang, maka tidak aneh siapa yang bisa melewati jalam yang lurus ini di dunia, tentu akan bisa melewati jalan ini pula di akhirat. Karena sulitnya istiqomah, maka hamba diperintahkan membaca , Ihdinash-shirathal-mustaqim, beberapa kali setiap hari. Siapa yang tidak sanggup istiqamah, hendaknya dia berusaha untuk istiqamah, karena keselamatan itu dari amal shalih. Sementara itu, amal yang shalih tidak keluar kecuali dari akhlak yang baik. Maka hendaklah setiap hamba mencari sifat dan akhlaknya sendiri, hendaklah mengobati satu persatu dan hendaklah bersabar dalam masalah ini, karena dia akan mendapatkan keadaann yang enak, seperti halnya anak kecil yang tadinya enggan disapih, tapi lama-kelamaan dia merasa enak disapih. Bahkan andaikan dia ditawari untuk menyusu lagi, tentu dia akan menolak, siapa yang menyadari umur yang pendek jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang panjang, maka dia akan berani menanggung beratnya perjalanan selama beberapa hari, untuk mendapatkan kenikmatan yang abadi.

Ketahuilah bahwa apabila Allah menghendaki kebaikan pada seseorang hamba, maka dia membuatnya tahu aib dirinya. Siapa yang mempunyai mata hati dia tidak akan takut terhadap aib dirinya. Jika dia tahu aib dirinya, memungkinkan baginya untuk mengobatinya. Tetapi mayoritas manusia tedak mau tahu aib diri sendiri. Ada pepatah mengatakan: Kuman di seberang lautan tampak , gajah dipelupuk mata tidak tampak. Kotoran di mata temannya tampak, batang pohon di depan matanya tidak tampak.

Siapa yang ingin mengetahui aib diri sendiri, maka ada empat jalan yang bisa ditempuh:

1. Menghadap seorang syaikh yang bisa mengetahui aib jiwa, sehingga dia bisa mengenali aibnya dan sekaligus mengobatinya. Yang seperti ini seringkali terjadi, dan cukup banyak dokter yang menanganinya

2. Mencari teman karib yang jujur, dapat dipercaya dan bagus agamanya. Dia bisa menjadikann teman karib itu sebagai pendampingnya, agar memberinya peringatan dari akhlak atau perbuatannya yang kurang baik.

Amirul-Mukminin Umar bin Al-khaththab pernah berkata:Semoga Allah merahmati seseorang yang mau menunjukkan aib kami kepada kami.

Suatu kali dia bertanya kepada Salman tentang aib yang pernah dilakukannya. Maka salman menjawab, Aku mendengar engkau pernah mengumpulkan dua jenis sayru di meja makanmu dan engkau mengenakan dua macam pakaian, satu untuk siang hari dan satu lagi untuk malam hari.

Umar berkata , Apakah ada selain itu?

Tidak, jawab Salman.

Kalau dua hal itu aku sudah tidak melakukannya lagi, jawab Umar bin Al-Khaththab.

Umar juga pernah bertanya kepada Hudzaifah, Apakah aku termasuk orang-orang munafik?Dia perlu bertanya itu, sebab siapa yang kedudukannya semakin tinggi, maka tuduhan terhadap dirinya juga semakin gencar. Hanya saja di zaman sekarang jarang ada teman karib yang jujur dengan memiliki sifat seperti ini. Sedikit sekali teman yang tidak mencari muka atau tidak dengki.

Orang-orang salaf sangat suka jika ada seseorang yang menunjukkan aib mereka. Sementara kita di zaman sekarang justru marah besar jika ada seseorang yang menunnjukkan aib kita. Hal ini menunjukkan lemahnya iman kita. Sebab akhlaq yang buruk itu seperti kalajengking, maka secepat itu pula kita akan bertindak membunuh kalajengking tersebut. sementara akhlaq yang hina lebih berbahaya dari kalajengking, bagi orang yang tidak menyadarinya.

3. Mengambil manfaat tentang aib dirinya dari penuturan musuhnya. Sebab mata yang penuh kebencian itu akan memamncarkan keburukan. Manfaat yang dapat diambil oleh musuh mengingatkan aib dirinya. Hal ini lebih bermanfaat bagi dirinya dari pada teman karib yang mencari muka dan menutupi aibnya.

4. Bergaul dengan manusia selagi dia melihat seuatu yang tercela pada diri mereka, maka mereka segera menjahuinya.
 
Nafsu-nafsu jiwa

Seperti yang sudah kami isyaratkan diatas, bahwa nafsu jiwa tidak diciptakan melainkan kerena ada faedahnya. Andaikata tidak ada nafsu makan, tentu manusia tidak akan mau mencari makan. Andaikata tidak ada nafsu seksual, keturunan tentu akan terputus, dan yang tercela adalah nafu yang berlebih-lebihan dan melampaui batas. Banyak orang yang belum memahami takaran ini, lalu merekapun meninggalkan apa yang diinnginkan jiwa. Tetu saja ini merupakan kezaliman karena mengabaikan haknya. Jiwa mempunyai hak, hal ini didasarkan pada sabda Nabi:

Sesungguhnya jiwamu mempunyai hak atas dirimu (HR Bukhari dan Muslim)
Sebagian diantara mereka berkata: Aku mempunyai kebiasaan begini dan begitu. Jika aku menghendaki yang lain, maka aku tidak memenuhinya. Ini namanya penyimpangan dari yang halal dan dari sunnah. Seseorang boleh memakan hal-hal yang dihalalkan dan yang diinginkan jiwanya, seperti manisan, madu dan lain sebagainya. Jangan pedulikan orang zuhud yang sedikit ilmunya, yang mengharamkan segala yang diinginkan jiwanya.dia lebih panta disebut orang zalim daripada orang yang adil. Boleh meninggalkan apa yang diinginkan, kalau sulit mendapatkan sesuatu yang diinginkan, dia mendapatkan hal tersebut dengan cara yang kurang disenangi, atau jika dia memakan sesuatu yang diinginkan jiwanya bisa membuatnya berat dalam beribadah. Tapi memakannya sesekali waktu untuk menguatkan jiwa, maka hal itu seperti obat dari suastu penyakit, dia dipuji dan tidak dicela. Memang adakalanya jiwa itu dimanja sekedar untuk menguatkan sikap.
 
Tanda-tanda akhlaq yang baik

Boleh jadi seseorang menyangka telah menata jiwanya, sehingga dia sudah bisa meninggalkan hal-hal yang keji dan kedurhakaan, kemudian dia mengira bahwa ahlaknya sudah tertata, lalu tidak mau lagi berusaha, ini tidak benar.sebab ahlak yang baik itu merupakan kumpulan sifat-sifat orang mukmin, sebagaimana yang digambarkan Allah dalam firman-Nya:

Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka [karenanya] dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, [yaitu] orang-orang yang mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka,.itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat, ketinggian disisi Rabbnya dan ampunann serta rezki [nikmat] yang mulia. [Al-anfal:2-4].
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman,[yaitu] orang-orang yang khusyu`dalam shalatnya,dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat,dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.Barang siapa yang mencari dibalik itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas, dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat [yang dipikulnya] dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sholatnya,.mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, [yakni] yang akan mewarisi surga firdaus. Mreka kekal didalamnya.(al-Mu'minun : 1-11)
Dan hamba hamba yang baik dari Rabb yang maha penyayang itu [ialah] orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil menyapa mereka,maka mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan. [Al-furqon:63].
Siapa yang kesulitan mengukur dirinya, maka hendaklah dia membandingkan dirinya dengan ayat-ayat ini. Keberadaan sifat-sifat ini merupakan tanda tanda ahlak yang baik dan ketiadaan sifat-sifat ini merupakan tanda ahlak yang buruk, dan keberadaan sebagian sifat-sifat ini tanpa sebagian yang lain menunjukan keberadaan sifat-sifat itu tanpa yang lain. Untuk yang terakhir ini, sifat yang sudah ada harus tetap dijaga, dan yang belum ada tentu harus diusahakan.

Rasulullah juga telah menggambarkan orang Mukmin dengan berbagai sifat, yang dengan sifat-sifat inilah beliu mengisyatkan tentang ahlak yang baik

Di dalam ash-shahihain, disebutkan dari hadits Anas, bahwa Nabi bersabda:

Demi yang diriku ada di Tangan-Nya, tidaklah seorang hamba itu disebutkan beriman sehingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya sendiri.(Diriwayatkan AL-bukhary dan Muslim)
juga disebutkan dari hadits Abu Hurairah dari Rasulallah, beliau bersabda:

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah dia menghormati tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dann hari Akhirat, hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir , hendaklah mengatakan yang baik atau hendaklah dia diam' (HR Bukhari dan Muslim)
dan sabda beliau yang lain

Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya (HR At-Tirmidzi dann Abu Dawud dan Ahmad dan Hakim)
Akhlaq-akhlaq yang lainnya adalah sabar menghadapi gangguan. Di dalam as-shahihain disebutkan bahwa ada seorang A'raby yang menarik mantel Rasulullah hingga menimbulkan bekas dibahu beliau, kemudian berkata Hai Muhammad! Serahkanlah kepadaku dari harta Allah yang ada padamu. Beliau menengok kearah orang yang sambil itu ambil teresenyum, lalu memberinya apa yang diminta (HR Bukhari dan Muslim)
Jika orang yang menyiksa beliau, maka belaiau bersabda:

'Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.' (Diriwayatkan Bukhary dan Muslim).
Jika Uwais Al-Qarny dilempari oleh anak-anak kecil, maka dia berkata, 'Wahai saudarasaudaraku, jika tidak ada pilihan yang lain, maka bolehlah kalian melempari aku, tetapi dengan batu yang lebih kecil agar betisku tidak berdarah sehingga menghalangiku untuk shalat,'

Suatu ketika Ibrahim bin Adnan keluar ke tengah lembah, lalu disana dia berpapasan dengan seorang prajurit perang. Prajurit itu bertanya,'Dimana ada tempat yang baik ?'

Ibrahim menunjuk kearah kuburan di dekatnya. Prajurit itu langsung memukul kepala Ibrahim karena geram. Setelah ada orang lain yang memberi tahu bahwa orang yang dipukulnya itu adalah Ibrahim bin Adnan, maka prajurit tersebut memeluk tangan dan kaki Ibrahim karena menyesali perbuatannya, Ibrhim berkata, Ketika kepalaku dipukul, aku memohon syurga bagi orang ini kepada Allah. Aku sudah memperingatkan diriku saat aku dipukul, bahwa jangaan sampai aku mendapatkan kebaikan dari kejadian itu, sedangkan dia mendapatkan akibat yang. Buruk.

Itulah gambaaran jiwa yang bisa merendahkan diri berkat latihan, sehingga akhlak mereka menjadi baik dan batinnya tidak terkecoh, lalu menghasilkan keridhaan terhadap takdir. Siapa yang tidak memiliki sifat-sifat seperti yang mereka memiliki ini, maka ia harus melatih diri, yang secara berangur-angsur dia bisa mencapainya.

http://www.salafyoon.net/akhlaq/tazkiyatun-nufus-pembersihan-jiwa.html