
Begitu juga dalam perkara
wanita, Islam juga telah mengaturnya. Islam sangat memperhatikannya dan
menempatkan para wanita sesuai dengan kedudukannya.
Dan agama yang mulia ini juga
telah mengatur begaimana adab-adab dalam bergaul, berpakaian, dan
sebagainya. Di mana segala yang diperintahkan dan diatur oleh Allah dan
Rasul-Nya pasti terdapat maslahah (kebaikan) di balik itu semua. Dan
segala yang dilarang pasti ada mafsadah (keburukan) baik mafsadah itu
murni ataupun mafsadah itu lebih besar daripada maslahah yang diperoleh.
Sungguh sangat menyedihkan
sedikit demi sedikit aturan yang telah dibuat oleh Allah dan Rasul-Nya
dilanggar oleh anak Adam khususnya kaum Hawa.
Di antara fenomena yang kita
saksikan bersama, kaum hawa dewasa ini mulai menanggalkan dan luntur
sifat malunya. Mereka tidak merasa malu bergaul bebas dengan kaum Adam!
Bahkan yang lebih mengenaskan, banyak dari kaum hawa yang berani
mengumbar aurat (berpakaian tapi telanjang) di hadapan umum! Fainna
lillahi wa inna ilaihi rooji’un!
Lantas bagaimanakah tatanan Islam mengenai sifat malu bagi wanita?
Maka cermatilah kisah yang difirmankan Allah berikut ini,
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ
وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ
امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي
حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ
وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا
“Dan tatkala ia (Musa) sampai
di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang
sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa
berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu
menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya. Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (Al Qoshosh : 23-24)
Lihatlah bagaimana bagusnya
sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki
untuk meminumkan ternaknya. LALU BAGAIMANA DENGAN WANITA SAAT INI!
Sepertinya rasa malu sudah hampir sirna ...
Tidak cukup sampai di situ
kebagusan akhlaq kedua wanita tersebut. Lihatlah bagaimana sifat mereka
tatkala datang untuk memanggil Musa ‘alaihis salaam; Allah melanjutkan
firman-Nya,
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي
عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ
مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا
تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Kemudian datanglah kepada
Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan penuh rasa malu, ia
berkata, ‘Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan
terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami.’” (Al Qoshosh : 25).Dengan penuh rasa malu, ia memanggil Musa. Sifat yang luar biasa...
Ayat yang mulia ini,menjelaskan
bagaimana seharusnya kaum wanita berakhlaq dan bersifat malu. Allah
menyifati gadis wanita yang mulia ini dengan cara jalannya yang penuh
dengan rasa malu dan terhormat. Amirul Mukminin Umar bin Khoththob
radiyallahu ‘anhu mengatakan,
كانت مستتَرة بكم درْعها.
“Gadis
itu menemui Musa sambil menutupi wajahnya dengan lengan bajunya.”
(Tafsirul Qur’anil ‘Azhiim, Ibnu Katsir). Lihat bagaimana begitu
pemalunya wanita-wanita itu! Seharusnya para wanita saat ini mengambil
contoh.
Maka wahai para wanita, sadarlah
dari kelalaian ini. Kembalilah ke jalan Rabbmu. Janganlah kalian
tertipu dengan jebakan, bujukan, dan propaganda syaithon yang ingin
mengeluarkan para wanita dari sifat keasliannya.
Dan batasilah pergaulan antara
ikhwan dan akhwat, jangan sampai mudah untuk bergaul bebas walaupun
sudah memenuhi pakaian yang syar’i dan sudah menjadi anggota Keluarga
Muslim. Dan ingatlah syaithon akan selalu menyesatkan anak Adam,
sehingga perkara yang semula dianggap jelek akan dibuat samar oleh
syaithon sehingga perkara yang terlarang ini (bergaul tanpa batas antara
ikhwan dan akhwat) menjadi kelihatan baik dan dianggap biasa.
Ingatlah wejangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits dari Usamah bin Zaid,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidak ada godaan yang kutinggalkan yang lebih dahsyat bagi para pria selain dari godaan para wanita.” (HR. Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2741)
Hanya Allah yang beri taufik. Moga Allah anugerahkan pada kita sifat yang mulia ini.
Keutamaan Sifat Malu
Berikut adalah hadits-hadits yang dibawakan oleh Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrod yang membicarakan keutamaan sifat malu.
[465/597]
Dari Abu Mas'ud, ia berkata bahwa Uqbah berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إن مما أدرك الناس من كلام النبوة [الأولى/1316]: إذا لم تستحي فاصنع ما شئت
"Sesungguhnya
di antara kalimat kenabian pertama yang sampai ke tengah-tengah manusia
adalah: “Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu”."
(Shahih)-Ash Shahihah (684), Al Irwa’ (2673): [Bukhari: 60-Kitab Al Anbiya’, 54-Bab Hadatsana Abul Yaman]
[466/598]
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,
الإيمان بضع وستون- أو بضع وسبعون - شعبة؛ أفضلها لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإيمان
"Iman
itu ada 60 lebih (atau 70 sekian) cabang. Iman yang paling utama adalah
[ucapan] Laa ilaaha illallah dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan, sedangkan malu termasuk cabang dari
iman."
(Shahih)-Ash Shahihah (1769). Lafazh “sab’un (70)” itu yang lebih tepat. [Bukhari: 2-Kitab Al Iman, 3-Bab Umurul Iman. Muslim: 1-Kitab Al Iman, hal. 57-58]
[467/599]
Dari Abu Sa’id, ia berkata,
كان النبي صلى الله عليه وسلم أشد حياء من العذراء[1] في خدرها، وكان إذا كره [شيئاً] عرفناه في وجهه
“Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam lebih pemalu dari pada perawan dalam
pingitan. Jika beliau tidak menyukai [sesuatu], maka akan kami ketahui
dari wajahnya."
(Shahih)-Mukhtashor
Ash Shama-il (307): [Bukhari: 61-Kitab Al Manaqib, 23-Bab Shifatun Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Muslim: 43-Kitab Al Fadhoil, hal. 67]
[468/600]
Dari Utsman [ibnu Affan] dan ‘Aisyah, keduanya menceritakan,
أن
أبا بكر استأذن على رسول الله صلى الله عليه وسلم - وهو مضطجعٌ على فراش
عائشة، لابساً مرط عائشة- فأذن لأبي بكر وهو كذلك، فقضى إليه حاجته، ثم
انصرف. ثم استأذن عمر رضي الله عنه، فأذن له وهو كذلك، فقضى إليه حاجته، ثم
انصرف. قال عثمان: ثم استأذنت عليه، فجلس. وقال لعائشة: "اجمعي إليك
ثيابك". فقضيت إليه حاجتي ثم انصرفتُ.قال: فقالت عائشة: يا رسول الله! لم
أرك فزعت لأبي بكر وعمر رضي الله عنهما كما فزعت لعثمان؟ قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : "إن عثمان رجل حيي، وإني خشيت أن أذنتُ له- وأنا على تلك
الحال- أن لا يبلغ إليّ في حاجته
“Suatu
ketika Abu Bakar meminta izin untuk menemui Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam - ketika itu beliau sedang berbaring di tempat tidur
Aisyah sambil memakai kain panjang istrinya-. Beliau lalu mengizinkan
Abu Bakar dan beliau tetap dalam keadaan semula. Abu Bakar lalu
mengutarakan keperluannya lalu pergi. Setelah itu datanglah Umar ibnul
Khaththab radliallahu 'anhu meminta izin dan beliau mengizinkannya masuk
sedang beliau masih dalam kondisi semula. Umar lalu mengutarakan
keperluannya lalu setelah itu ia pun pergi.
Utsman [ibnu Affan]
berkata, "Lalu saya meminta izin, beliau lalu duduk”. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata pada Aisyah, "Tutupkanlah bajumu padaku". Lalu
kuutarakan keperluanku lalu saya pun pergi.
Aisyah
lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, tindakanmu terhadap Abu Bakar dan
‘Umar radliallahu 'anhuma kok tidak seperti tindakanmu pada Utsman [?]"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menjawab, "Sesungguhnya
Utsman adalah seorang pria pemalu dan saya khawatir jika dia kuizinkan
dan saya dalam keadaan demikian, dia lalu tidak mengutarakan
keperluannya."
(Shahih)-Ash Shahihah (1687): [Muslim: 44-Kitab Fadhoil Ash Shohabah, hal. 26-27]
[469/601]
Dari Anas ibnu Malik, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,
ما كان الحياء في شيء إلا زانه، ولا كان الفحش في شيء إلا شانه
"Malu akan memperindah sesuatu, sedangkan kekejian akan memperjelek sesuatu.”
(Shahih)-Takhrij
Al Misykah (4854): [Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr, 47-Bab Maa Jaa-a Fil
Fahsyi wat Tafahusyi. Ibnu Majah: 37-Kitab Az Zuhd, 17-Bab Al Haya’,
hal. 4185]
[470/602]
Dari Salim, dari ayahnya, ia menceritakan bahwa
أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم مر برجل يعظ ( وفي رواية … يعاتب) أخاه في
الحياء، [ حتى كأنه يقول : أضرّ بك] فقال: " دعهُ؛ فإن الحياء من الإيمان
Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seorang pria yang menasehati
saudaranya karena ia begitu pemalu [dalam suatu riwayat disebutkan [pria
itu mencelanya karena sifat malu yang dimilikinya] [bahkan pria itu
berkata: “Saya dirugikan karena sifatmu itu.”]
Nabi lalu bersabda, "Biarkanlah dia, karena malu merupakan ciri keimanan."
(Shahih)-Ar Roudh An Nadhir (513): [Bukhari: 2-Kitab Al Iman, 16-Bab Al Haya’. Muslim: 1-Kitab Al Iman, hal. 59]
[471/603]
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
كان النبي صلى الله عليه وسلم مضطجعاً في بيتي، كاشفاً عن فخه أو ساقيه[2]، فاستأذن أبو بكر رضي الله عنه فأذن له كذلك،
فتحدث،
ثم استأذن عمر رضي الله عنه، فأذن له كذلك، ثم تحدّث. ثم استأذن عثمان رضي
الله عنه، فجلس النبي صلى الله عليه وسلم وسوى ثيابه- قال محمد : ولا أقول
في يوم واحد- فدخل، فتحدث، فلما خرج. قالت: قلت: "يا رسول الله! دخل أبو
بكر فلم تهِشّ ولم تباله، ثم دخل عمر فلم تهش ولم تباله، ثم دخل عثمان
فجلست وسويت ثيابك؟
“Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tengah berbaring di rumahku dalam keadaan
paha atau betis beliau tersingkap. Abu Bakar meminta izin untuk menemui
beliau dan beliau pun mengizinkan kemudian ia mengutarakan maksudnya.
Setelah itu datanglah Umar radliallahu 'anhu, beliau pun mengizinkannya
dan ia pun menyampaikan keperluannya. Datanglah Utsman radliallahu
'anhu, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangkit untuk duduk
dan merapikan bajunya –Muhammad[3] berkata: “Saya tidak menyatakan mereka (ketiga sahabat tadi) masuk menemui nabi di hari yang sama-.
Utsman
pun masuk dan mengutarakan keperluannya lalu ia keluar. Saya (Aisyah)
pun bertanya, “Wahai rasulullah ketika Abu Bakr dan Umar masuk
menemuimu, namun anda tidak menghiraukan kondisimu, namun sikap anda
berbeda ketika Ustman yang menemui anda?”
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda,
ألا أستحي من رجل تستحي منه الملائكة؟
"Apakah saya tidak malu kepada pria yang malaikat saja malu kepadanya?”
(Shahih)-Ash Shahihah (1687): [Muslim: Lihat hadits 600][4]
Artikel www.rumaysho.com
[1] Dalam kitab asli tercantum
عذراء demikian pula pada kitab pensyarah. Saya mengoreksinya beracuan
kepada kitab Shahih penulis (imam Bukhari) dan Shahih Muslim. Dan
berdasarkan kedua acuan tersebut saya menyisipkan lafadz ”syaian” pada
hadits di atas sebagaimana tertera dalam tanda kurung.
[2]
Demikianlah lafadz yang tertera dalam Shahih Muslim dan hal itu
merupakan keragu-raguan dari salah satu perawi. Namun hal itu tidak
terjadi dalam riwayat Ath Thahawi ketika saya mencantumkan takhrij
hadits tersebut dalam Ash Shahihah (4/259). Saya juga menyatakan bahwa
hadits tersebut dikeluarkan pula oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya
(9/27-28). Hadits di atas memiliki syahid dari hadits Anas, namun dalam
redaksinya tidak disebutkan keraguan yang muncul dari perawi sebagaimana
tersebut dalam hadits di atas. Saya juga mentakhrij hadits tersebut di
tempat yang sama.
[3] Muhammad bin Abi Harmalah, perawi yang meriwayatkan hadits ini dari Atha’ (ed). Syarh Shahih Adabil Mufrad 2/254.
[4]
Yang dimaksudkan di sini adalah hadits no. (468/600). Sudah sepatutnya
diketahui bahwa hadits seandainya diriwayatkan juga oleh Muslim, namun
riwayat lain tidak demikian baik secara matan maupun sanad. Adapun
sanad, maka hadits ini berasal dari hadits ‘Aisyah saja sebagaimana yang
engkau saksikan Begitu pula hadits lainnya adalah hadits Utsman bersama
Aisyah sebagaimana yang telah lewat.
Adapun
secara matan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat menyingkap
pahanya (maksudnya: dia menurunkan kedua kakinya di dinding sebagaimana
ditegaskan dalam hadits Anas). Di dalamnya, beliau berbaring di rumah
‘Aisyah sambil tertutup oleh pakaian (berbulu). Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam Ibnu Hibban (6867), Al Musnad (6/167). Oleh karena itu
beliau katakan: “Jadikan pakaianmu untuk menutupku”. Dari sini, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai selain pakaiannya.
http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/milikilah-sifat-malu-wahai-saudariku.html