Pendidik
atau guru adalah orang tua kedua bagi anak didiknya. Mau tidak mau
para pendidik juga berperan besar mewarnai seorang anak. Anak laksana
kertas putih yang secara fithroh bersih, suci dan orang tua serta
gurulah yang berperan besar untuk mewarnai anak menjadi merah, hijau,
kuning, atau perpaduan warna lainnya. Hal tersebut membuat pendidik
memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar, yang tidak dapat
diremehkan dan dipandang sebelah mata. Bagi pendidik yang ikhlas dan
menjadikan tugas tersebut sebagai ladang amal maka pahala dari Allah
telah menanti. Akan tetapi akankah seorang pendidik akan selalu mulus
dan tanpa rintangan dalam melaksanakan tugasnya tersebut??? Tentu
jawabnya tidak.
Lika-liku sebagai pendidik harus dilalui,
karena pendidik tidak hanya menghadapi satu orang saja, namun bisa
puluhan orang. Tidak hanya anak didik saja yang harus pendidik hadapi,
begitu juga orang tua anak didik. Tidak mudah tentunya. Namun mengingat
agung perannya seorang pendidik, dapat menjadikan pemicu semangat
untuk tidak gentar menghadapi masalah-masalah yang dihadapi dengan anak
didik. Setiap pendidik akan dicoba dengan masalah masing-masing, dan
hal tersebut dapat mendewasakan sang pendidik dari waktu ke waktu.
Hingga suatu saat ia mampu berdiri setegar karang, yang mampu
menghadapi benturan ombak yang kian membesar. Senyum, tangis, guratan
kesedihan maupun kekhawatiran menjadi bumbu bagi pendidik. Senyum dan
tawa mengiringi langkah keberhasilan anak didik. Guratan kesedihan
maupun kekhawatiran tersimpan hingga terkadang teruraikan air mata bila
melihat kemunduran atau bahkan kemerosotan ynag dihadapi anak didik
baik dari segi akademik maupun akhlak. Harus bagaimana lagi agar dapat
menjadi guru yang pengertian terhadap anak-didik. Harus melakukan apa
lagi agar anak didik dapat menjadi lebih baik. Satu masalah terurai dan
selesai muncullah masalah yang baru yang harus dihadapi lagi.
Seakan-akan masalah tak ada henti-hentinya dari hari ke hari.
Wahai para pendidik bersabarlah, hingga waktu dimana kau menuai pahala akan tiba!
Penulis
ini juga belum menjadi pendidik yang baik namun baru berusaha menjadi
pendidik yang baik bagi anak didiknya. Tentunya banyak belajar baik
dari teori maupun pengalaman bagaimana cara mendidik yang benar dan
efektif.Untuk itu salah satu cara adalah pendidik harus cerdik
mengetahui hal-hal yang penting dalam mendidik. Hal-hal yang penting
tersebut antara lain :
Ikhlas
Pendidik
harus memiliki niat yang ikhlas dalam mendidik anak-anak didiknya. Hal
tersebut agar membedakan antara niat kebiasaan dan niat ibadah. Jadi
tatkala pendidik meniatkan mendidik untuk mencari pahala di sisi Allah,
maka akan berbeda jika pendidik tanpa ada niat dihati, pergi pagi
pulang siang ke sekolah dan hanya menjadikan hal tersebut sebagai
rutinitas belaka. Dan niat tersebut harus ikhlas, karena niat yang
ikhlas adalah bagian terpenting agar tidak menjadi amalan yang kosong.
Sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah menempatkan niat di hadist pertama
dalam kitab Hadist Arba’in, yang isinya adalah:
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al Khaththab radhiyallohu’anhu, dia berkata, “Aku
telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya setiap perbuatan
itu tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
berdasarkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijarhnya karena
(Ingin mendapat keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijarhnya karena dunia
yang dikehendakinya atau kerana wanita yang ingin dinikahinya, maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (HR. Bukhari)
Jauhkan sifat riya‘
dari diri Sang Pendidik. Rasa ingin dipuji karena ketinggian ilmu,
rasa ingin di sanjung dengan keahlian yang dimiliki. Wahai para
pendidik, ingatlah bahwa kau dapat mengajarkan ilmu yang sekarang kau
ajarkan karena menang selangkah. Dalam artian kau lebih dahulu menimba
ilmu yang kau berikan sebelum anak didikmu. Mungkin jika kau duduk
bersama bersanding dengan anak didikmu, belum tentu kau lebih faham
dari mereka. Terbukti banyak sekali anak didik yang ilmunya melebihi
ilmu sang guru. Dan juga ingatlah ilmu tersebut berasal dari Allah.
Allah yang memahamkan kepadamu.
Ilmu yang kau dapatkan jangan sekedar kau gadaikan demi sesuap nasi
Kau menjadi angkuh dan menilai ketinggian ilmumu dengan rupiah. Waliyyadzubillah. Ingatlah
bahwa rizqi adalah dari Allah. Kau dapat pendidikan yang tinggi itu
juga rizqi-Nya, kau dapat kecerdasan juga karena rizqi-Nya. Kau faham
akan ilmu yang kau pelajari juga karena rizqi-Nya. Dan kau mendapat
kesempatan menularkan ilmu kepada yang lain juga tak lepas dari
Rizqi-Nya. Ikhlas, ikhlas, dan ikhlas. Kata yang sangat mudah terucap
namun sulit dalam mempraktekkannya. Ikhlas dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Cek, cek dan cek lagi hati agar tak lepas dari
keikhlasan. Bagaimanapun inilah ladang amal yang besar yang tidak boleh
disia-siakan. Maka berjuanglah!!!
Keteladanan
Pendidik
tidak hanya mengajar namun juga mendidik. Jika mengajar, setelah bahan
ajar disampaikan, sudah lepaslah tanggung jawab, namun jika mendidik
adalah lebih menuju ke arah memberikan pemahaman baik segi akademik
maupun segi mental anak didiknya. Pendidik akan lebih dihargai dan
lebih didengar tatkala ia tidak asal bunyi saja alias asal berbicara
(menasehati dan menasehati) namun lebih ke suri teladan. Melihat dengan
contoh lebih mudah dipahami oleh anak daripada sekedar mendengar,
karena perilaku merupakan cermin berfikirnya. Sebagai contoh yang
mudah, tatkala ada kerja bakti kelas, pendidik hanya menyuruh ini itu,
sedangkan ia santai melenggang pergi atau hanya mondar-mandir saja,
maka akan terjadi protes pada diri anak didik, Karena perintah tersebut
tak terwujud dalam tindakan. Mungkin benar bahwa sebagai pendidik
adalah yang mengarahkan namun alangkah lebih bagus lagi selagi
mengarahkan pendidik juga memberikan contoh. Hal tersebut sepele namun
akan benar-benar membekas. Siapa tahu tatkala anak didik menjadi
pendidik, ia akan cenderung bersikap sebagaimana pendidik ajarkan dahulu
yaitu menjadi jiwa penyuruh tanpa mau meneladani. Bila seorang
pendidik benar dalam perkataannya dan dibuktikan dalam perbuatannya
anak akan tumbuh dengan semua prinsip-prinsip pendidikan yang tertancap
dalam pikirannya.
Allah juga telah memperingatkan bagi pendidik yang berbuat berlainan dengan ucapannya, Allah berfirman,
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa
saja yang tidak kamu perbuat.” (QS. Ash-Shaf: 2-3)
Disiplin
Menegakkan
kedisiplinan berbeda dengan pengekangan. Memang sedikit agak sukar
dibedakan, karena begitu banyak aturan yang harus ditegakkan saat
menerapkan kedisiplinan. Akan tetapi jika diamati lebi cermat terdapat
perbedaan mencolok diantara keduanya, Pengekangan akan sangat merugikan
anak didiknya yang akan dirasakan sekarang maupun dilain waktu, namun
disiplin akan menimbulkan pengekangan anak didik di awal saja, disaat
mereka baru beradaptasi dengan bentuk kedisiplinan tersebut, jika sudah
berulang kali melaksanakannya dan biasa maka mereka akan merasakan
betapa bermanfaat disiplin tersebut bagi dirinya. Hal yang kecil yang
dapat dilakukan, misalnya disiplin masuk kelas, disiplin terhadap
peraturan yang ada di kelas atau sekolah.
Islampun telah
mengajarkan kedisiplinan yaitu tercermin dalam shalat wajib tepat
waktu, tidak boleh mengulur-ulur hingga akhir waktu bahkan keluar dari
waktu yang telah ditentukan. Juga disunnahkan untuk mengucapkan salam
jika bertemu saudara muslim yang lain, dan wajib untuk menjawabnya.
Amanah Ilmiah
Hal
tersebut yang sering sekali terlupa oleh sang pendidik, yaitu amanah
ilmiah. Amanah Ilmiah tersebut harus dijalankan disaat memberikan
pelajaran, sehingga pelajaran yang dibawakan bukan sekedar asal bunyi
belaka. Kadang ada pendidik yang kurang menjalankan amanah ilmiah ini,
dengan sekedar mengabarkan tanpa memberikan rujukan-rujukan yang
terpercaya, atau bahkan pelajaran hanya diisi dengan cerita pengalaman
yang mungkin tidak ada hubungannya dengan pelajaran sama sekali.
Dapat mengkondisikan kelas
Terkadang
tidak semua pendidik mampu mengkondisikan kelas, tidak mampu dalam
mengendalikan anak didik, akhirnya target pelajaran tak terkejar, kelas
dalam suasana gaduh dan anak didik bersikap semaunya. Tidak dapat
dibiarkan, untuk situasi semacam ini pendidik harus pandai memutar otak
agar dapat mengendalikan kelas tanpa harus beradu mulut dengan anak
didiknya. Memang sulit apalagi jika dalam satu kelas terdiri dari 20
anak lebih, yang masing-masing dari mereka memiliki pemikiran sendiri.
Jangan menyerah insyaallaah akan selalu ada jalan bagi pendidik yang
sabar dan berpikiran jernih.
Bertindaklah bak seorang pendidik sedang bermain layang-layang
Ibarat
ini memiliki arti bahwa pendidik harus mampu menempatkan diri sebagai
pemain layang-layang, dan layang-layang tersebut sebagai anak didik.
Pendidik harus dapat menarik-ulur layang-layang tersebut, menarik
layang-layang dengan artian tatkala anak didik mulai melanggar
peraturan atau anak didik mulai tidak mengindahkan nasehat pendidik maka
pendidik bisa bersikap tegas namun bukan mendzalimi. Dan mengulur
layang-layang artinya tatkala anak didik mulai disiplin, taat kepada
aturan yang ada dan bersemangat untuk menuntut ilmu, pendidik dapat
memberikan kelemahlembutan namun bukan lemah. Kelemahlembutan misalnya
dengan memberi mereka hadiah berupa pujian atau mengadakan kejutan kecil
untuk mereka, seperti memberi hadiah buku dsb. Karena Allah pun
menyuruh pendidik agar berlemah lembut, dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak diberi sifat kelembutan maka ia tidak memiliki kebaikan sama sekali.” (HR. Muslim 2592)
Jauhilah Mengeluh dan Putus asa
Ingatlah
selalu, pahala yang akan diraih. Mengeluh akan membuka pintu setan
sehingga pendidik, menyerah sedangkan berputus asa akan dapat
memutuskan ladang amalan yang seharusnya pendidik dapatkan. Semangat
harus selalu dipupuk tatkala mulai timbul kejenuhan, keruwetan dalam
menghadapi lika-liku dalam mendidik.
Dan yang terpenting adalah DOA
Serahkan
semua permasalahan kepada Allah, dan Allah lah tempat mengadu. Bisa
jadi anak yang semula buruk akan berubah menjadi baik dengan izin Allah
karena wasilah dari doa yang pendidik panjatkan. Allah Subhanahu wa
Ta’alla berfirman,
” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepadaKu.” (QS. Al-Baqarah : 186)
Bagaimanapun
hati manusia ada di antara jari-jari Allah. Sebagaimana hati anak-anak
pula yang berada diantara jari-jari Allah, hanya Dia yang dapat
membolak-balikkan hati hamba-Nya. Adukan semua kepada-Nya, dan
memohonlah agar mendapatkan kemudahan.
“Ya Allah, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku dan lunakkanlah lidahku agar manusia dapat memahami perkataanku.” (QS. Thaahaa: 25-28)
Bersyukurlah
karena dalam garis hidup ini ada waktu untuk memberikan ilmu walau
sedikit kepada orang lain. Mungkin itulah salah satu cara agar dapat
bermanfaat bagi orang lain. Baik pelajaran syar’i maupun pelajaran umum
bila ilmu tersebut untuk kemajuan agama islam, insyallaah bermanfaat.
Semua bisa mengaku sebagai guru namun semua guru belum tentu bisa
menjadi pendidik sejati.
Wallahu a’lam bishawab
Penulis : Ummu Hamzah Galuh Pramita Sari
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar hafidzahullah
***
Artikel muslimah.or.id
http://muslimah.or.id/pendidikan-anak/jadilah-sang-pendidik.html