Penulis: Ummu Ayyub
Dimurojaah oleh: Ustadz Subhan Khadafi
Fase
kanak-kanak merupakan tempat yang subur bagi pembinaan dan
pendidikan. Masa kanak-kanak ini cukup lama, dimana seorang pendidik
bisa memanfaatkan waktu yang cukup untuk menanamkan dalam jiwa anak,
apa yang dia kehendaki. Jika masa kanak-kanak ini dibangun dengan
penjagaan, bimbingan dan arahan yang baik, dengan izin Allah subhanahu
wata’ala maka kelak akan tumbuh menjadi kokoh. Seorang pendidik
hendaknya memanfaatkan masa ini sebaik-baiknya. Jangan ada yang
meremehkan bahwa anak itu kecil.
Mengingat masa ini adalah masa
emas bagi pertumbuhan, maka hendaknya masalah penanaman aqidah menjadi
perhatian pokok bagi setiap orang tua yang peduli dengan nasib
anaknya.
Penanaman Aqidah
Aqidah
islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah
subhanahu wata’ala, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari
akhir, serta beriman pada qadha’ dan qadar yang baik maupun yang buruk,
mempunyai keunikan bahwa kesemuanya merupakan perkara gaib. Seseorang
akan merasa hal ini terlalu rumit untuk dijelaskan pada anak kecil
yang mana kemampuan berfikir mereka masih sangat sederhana dan
terbatas untuk mengenali hal-hal yang abstrak.
Sebenarnya setiap bayi yang lahir diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala di atas fitrah keimanan.
Allah berfirman dalam QS. Al Α’rof: 172 yang artinya,
“Dan
(ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman) ‘Bukankah Aku ini Rabb-mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul
(Engkau Rabb kami), kami menajdi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah).’”
Adalah
bagian dari karunia Allah subhanahu wata’ala pada hati manusia bahwa
Dia melapangkan hati untuk menerima iman di awal pertumbuhannya tanpa
perlu kepada argumentasi dan bukti yang nyata. Dengan demikian,
menanamkan keyakinan bukan dengan mengajarkan ketrampilan berdebat dan
berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan al
Quran dan tafsirnya, hadits dan maknanya serta sibuk dengan
ibadah-ibadah. Kita perlu membuat suasana lingkungan yang mendukung,
memberi teladan pada anak, banyak berdoa untuk anak, dan hendaknya
kita tidak melewatkan kejadian sehari-hari melainkan kita
menjadikannya sebagai sarana penanaman pendidikan baik itu pendidikan
aqidah maupun pendidikan lainnya.
Teladan Kita
Jika
kita perhatikan para rasul dan nabi, mereka selalu memberikan
perhatian yang besar terhadap keselamatan aqidah putera-putera mereka.
Perhatian nabi Ibrahim, diantaranya adalah sebagaimana terdapat dalam
firman Allah subhanahu wata’ala yang artinya:
“Dan
Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian
pula Yaqub. (Ibrahim berkata): Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah
telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama islam.” (QS. Al Baqoroh: 132)
“Dan
(ingatlah) ketika Ibrahim berkata: Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini
(Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari
menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
Demikian juga Lukman mempunyai perhatian yang besar pada puteranya sebagaimana wasiatnya yang disebutkan dalam
firman Allah subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“(Luqman
berkata): Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam
bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)
“Dan
(ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu dia memberi
pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kedzaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Sejak Masih Kecil
Perhatian terhadap masalah aqidah hendaknya diberikan sejak anak masih kecil. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam
memberikan perhatian kepada anak-anak meski mereka masih kecil. Beliau
membuka jalan dalam membina generasi muda, termasuk diantaranya Ali
bin Abi Thalib yang beriman kepada seruan nabi ketika usianya kurang
dari sepuluh tahun. Begitu juga dalam menjenguk anak-anak yang sakit
pun beliau memanfaatkan untuk menyeru mereka kepada Islam yang ketika
itu di hadapan kedua orang tua mereka.
Kita juga bisa melihat bagaimana Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengajarkan permasalahan aqidah pada Ibnu Abas radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu dia masih kecil. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: Pada suatu hari saya pernah membonceng di belakang Rasulullah lalu beliau bersabda, “Wahai
anak muda, sesungguhnya aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat.
Jagalah Allah, niscaya Ia juga akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya
engkau akan mendapati-Nya ada di hadapanmu. Apabila engkau meminta
sesuatu, mintalah kepada Allah. Ketahuilah, andaikan saja umat
seluruhnya berkumpul untuk memberikan kemanfaatan kepadamu mereka tidak
akan bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang
telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaikan saja mereka bersatu untuk
menimpakan kemudharatan terhadapmu, mereka tidak akan bisa memberikan
kemudharatan itu terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah
tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembar catatan telah kering.”
Jika
para teladan kita begitu perhatian dengan anak-anak sejak mereka
masih kecil, maka sangat mengherankan jika kita membiarkan anak-anak
kita tumbuh dengan kita biarkan begitu saja terdidik oleh lingkungan
dan televisi.
Masih banyak kita dapati bahwa oleh banyak orang,
anak kecil dianggap tidak layak untuk diberi penjelasan mengenai Al
Quran dan maknanya, dianggap tidak berhak untuk diberi perhatian
terhadap mentalitasnya. Terkadang dengan berdalih “Kemampuan
berfikir anak kecil masih sederhana, maka tidak baik membebani mereka
dengan hal-hal yang rumit dan berat. Tidak baik membebani anak di luar
kesanggupan mereka.” Atau kita juga banyak mendapati ketika anak terjatuh pada kesalahan-kesalahan, mereka membiarkan begitu saja dengan berdalih “Ah… tidak apa-apa, mereka kan masih kecil.”
Dalih yang disampaikan memang tidak sepenuhnya salah, namun sayangnya tidak diletakkan pada tempatnya. Wallahu a’lam.
Maroji’: Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Tilf (terj. Mendidik Anak Bersama Nabi)
***
Artikel www.muslimah.or.id
http://muslimah.or.id/aqidah/bingkisan-paling-berharga-untuk-si-kecil-adalah-aqidah.html