Rabu, 15 Januari 2014

Puasa Arafah Dan Hari Raya Ikut pemerintah Atau Saudi?


Permasalahan ini sering muncul dari berbagai pihak ketika menghadapi hari Arofah. Ketika para jama’ah haji sudah wukuf tanggal 9 Dzulhijah di Saudi Arabia, padahal di Indonesia masih tanggal 8 Dzulhijah, mana yang harus diikuti dalam puasa Arofah? Apakah ikut waktu jama’ah haji wukuf atau ikut penanggalan Hijriyah di negeri ini sehingga puasa Arofah tidak bertepatan dengan wukuf di Arofah?


Syaikh Muhammad bin Sholih ‘Utsamin pernah diajukan pertanyaan:

Kami khususnya dalam puasa Ramadhan mubarok dan puasa hari Arofah, di antara saudara-saudara kami di sini terpecah menjadi tiga pendapat.

Pendapat pertama: kami berpuasa bersama Saudi Arabia dan juga berhari Raya bersama Saudi Arabia.

Pendapat kedua: kami berpuasa bersama negeri kami tinggal dan juga berhari raya bersama negeri kami.

Pendapat ketiga: kami berpuasa Ramadhan bersama negeri kami tinggal, namun untuk puasa Arofah kami mengikuti Saudi Arabia.

Kami mengharapkan jawaban yang memuaskan mengenai puasa bulan Ramadhan dan puasa Hari Arofah. Kami memberikan sedikit informasi bahwa lima tahun belakangan ini, kami tidak pernah bersamaan dengan Saudi Arabia ketika melaksanakan puasa Ramadhan dan puasa Arofah. Biasanya kami di negeri ini memulai puasa Ramadhan dan puasa Arofah setelah pengumuman di Saudi Arabia. Kami biasa telat satu atau dua hari dari Saudi, bahkan terkadang sampai tiga hari. Semoga Allah senantiasa menjaga antum.

Syaikh menjawab:

Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat dalam masalah ru’yah hilal apabila di satu negeri kaum muslimin telah melihat hilal sedangkan negeri lain belum melihatnya. Apakah kaum muslimin di negeri lain juga mengikuti hilal tersebut ataukah hilal tersebut hanya berlaku bagi negeri yang melihatnya dan negeri yang satu matholi’ (tempat terbit hilal) dengannya.

Pendapat yang lebih kuat adalah kembali pada ru’yah hilal di negeri setempat. Jika dua negeri masih satu matholi’ hilal, maka keduanya dianggap sama dalam hilal. Jika di salah satu negeri yang satu matholi’ tadi telah melihat hilal, maka hilalnya berlaku untuk negeri tetangganya tadi. Adapun jika beda matholi’ hilal, maka setiap negeri memiliki hukum masing-masing. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Pendapat inilah yang lebih bersesuaian dengan Al Qur’an, As Sunnah dan qiyas.

Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185). Dipahami dari ayat ini, barang siapa yang tidak melihat hilal, maka ia tidak diharuskan untuk puasa.

Adapun dalil dari As Sunnah, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا

Jika kalian melihat hilal Ramadhan, maka berpuasalah. Jika kalian melihat hilal Syawal, maka berhari rayalah.” (HR. Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 1080). Dipahami dari hadits ini, siapa saja yang tidak menyaksikan hilal, maka ia tidak punya kewajiban puasa dan tidak punya keharusan untuk berhari raya.

Adapun dalil qiyas, mulai berpuasa dan berbuka puasa hanya berlaku untuk negeri itu sendiri dan negeri yang terbit dan tenggelam mataharinya sama. Ini adalah hal yang disepakati. Engkau dapat saksikan bahwa kaum muslimin di negeri timur sana -yaitu Asia-, mulai berpuasa sebelum kaum muslimin yang berada di sebelah barat dunia, begitu pula dengan buka puasanya. Hal ini terjadi karena fajar di negeri timur terbit lebih dulu dari negeri barat. Begitu pula dengan tenggelamnya matahari lebih dulu di negeri timur daripada negeri barat. Jika bisa terjadi perbedaan sehari-hari dalam hal mulai puasa dan berbuka puasa, maka begitu pula hal ini bisa terjadi dalam hal mulai berpuasa di awal bulan dan mulai berhari raya. Keduanya tidak ada bedanya.

Akan tetapi yang perlu jadi perhatian, jika dua negeri yang sama dalam matholi’ (tempat terbitnya hilal), telah diputuskan oleh masing-masing penguasa untuk mulai puasa atau berhari raya, maka wajib mengikuti keputusan penguasa di negeri masing-masing. Masalah ini adalah masalah khilafiyah, sehingga keputusan penguasalah yang akan menyelesaikan perselisihan yang ada.

Berdasarkan hal ini, hendaklah kalian berpuasa dan berhari raya sebagaimana puasa dan hari raya yang dilakukan di negeri kalian (yaitu mengikuti keputusan penguasa). Meskipun memulai puasa atau berpuasa berbeda dengan negeri lainnya. Begitu pula dalam masalah puasa Arofah, hendaklah kalian mengikuti penentuan hilal di negeri kalian.

[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 19/24-25, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin juga mendapat pertanyaan sebagai berikut, “Jika terdapat perbedaan tentang penetapan hari Arofah disebabkan perbedaan mathla’ (tempat terbit bulan) hilal karena pengaruh perbedaan daerah. Apakah kami berpuasa mengikuti ru’yah negeri yang kami tinggali ataukah mengikuti ru’yah Haromain (dua tanah suci)?”

Syaikh rahimahullah menjawab:

“Permasalahan ini adalah turunan dari perselisihan ulama apakah hilal untuk seluruh dunia itu satu ataukah berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah. Pendapat yang benar, hilal itu berbeda-beda mengikuti perbedaan daerah.

Misalnya di Makkah terlihat hilal sehingga hari ini adalah tanggal 9 Dzulhijjah. Sedangkan di negara lain, hilal Dzulhijjah telah terlihat sehari sebelum ru’yah Makkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah adalah tanggal 10 Dzulhijjah di negara tersebut. Tidak boleh bagi penduduk Negara tersebut untuk berpuasa Arofah pada hari ini karena hari ini adalah hari Iedul Adha di negara mereka.

Demikian pula, jika kemunculan hilal Dzulhijjah di negara itu selang satu hari setelah ru’yah di Makkah sehingga tanggal 9 Dzulhijjah di Makkah itu baru tanggal 8 Dzulhijjah di negara tersebut. Penduduk negara tersebut berpuasa Arofah pada tanggal 9 Dzulhijjah menurut mereka meski hari tersebut bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah di Mekkah.

Inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian melihat hilal Ramadhan hendaklah kalian berpuasa dan jika kalian melihat hilal Syawal hendaknya kalian berhari raya” (HR Bukhari dan Muslim).

Orang-orang yang di daerah mereka hilal tidak terlihat maka mereka tidak termasuk orang yang melihatnya.

Sebagaimana manusia bersepakat bahwa terbitnya fajar serta tenggelamnya matahari itu mengikuti daerahnya masing-masing, demikian pula penetapan bulan itu sebagaimana penetapan waktu harian (yaitu mengikuti daerahnya masing-masing)”.

[Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20/47-48, Darul Wathon – Darul Tsaroya, cetakan terakhir, tahun 1413 H]

***

Demikian penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah. Intinya, kita tetap berpuasa Ramadhan, berhari raya dan berpuasa Arofah sesuai dengan penetapan hilal yang ada di negeri ini, walaupun nantinya berbeda dengan puasa, hari raya atau wukuf di Saudi Arabia.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Panggang, Gunung Kidul, 1 Dzulhijah 1430 H




Puasa Arafah Mengikuti Saudi Atau Pemerintah?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Syaikh Utsaimin -semoga Allah merahmatinya- ditanya oleh para pekerja negara lain di kedutaan saudi dimana mereka punya masalah berkaitan dengan puasa ramadhan dan puasa arafah.Kelompok pertama mengatakan”Kami akan berpuasa dan berbuka mengikuti Saudi”.Kelompok kedua “Kami akan mengikuti negara kami”.Dan kelompok yang satu lagi berkata “Kami akan puasa ramadhan sesuai negara kami, akan tetapi mengikuti Saudi untuk puasa arafah”

نحن هنا نعاني بخصوص صيام شهر رمضان المبارك وصيام يوم عرفة ، وقد انقسم الأخوة هناك إلى ثلاثة أقسام :
قسم يقول : نصوم مع المملكة ونفطر مع المملكة .
قسم يقول نصوم مع الدولة التي نحن فيها ونفطر معهم
قسم يقول : نصوم مع الدولة التي نحن فيها رمضان ، أما يوم عرفة فمع المملكة .
وعليه آمل من فضيلتكم الإجابة الشافية والمفصلة لصيام شهر رمضان المبارك ، ويوم عرفة مع الإشارة إلى أن دولة . . . وطوال الخمس سنوات الماضية لم يحدث وأن وافقت المملكة في الصيام لا في شهر رمضان ولا في يوم عرفة ، حيث إنه يبدأ صيام شهر رمضان . بعد إعلانه في المملكة بيوم أو يومين ، وأحيانا ثلاثة أيام .
فأجاب :
اختلف العلماء رحمهم الله فيما إذا رؤي الهلال في مكان من بلاد المسلمين دون غيره ، هل يلزم جميع المسلمين العمل به ، أم لا يلزم إلا من رأوه ومن وافقهم في المطالع ، أو من رأوه ، ومن كان معهم تحت ولاية واحدة ، على أقوال متعددة ، وفيه خلاف آخر .
والراجح أنه يرجع إلى أهل المعرفة ، فإن اتفقت مطالع الهلال في البلدين صارا كالبلد الواحد ، فإذا رؤي في أحدهما ثبت حكمه في الآخر ، أما إذا اختلفت المطالع فلكل بلد حكم نفسه ، وهذا اختيار شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله تعالى وهو ظاهر الكتاب والسنة ومقتضى القياس :
أما الكتاب فقد قال الله تعالى : ( فمن شهد منكم الشهر فليصمه ومن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون ) فمفهوم الآية : أن من لم يشهده لم يلزمه الصوم .
وأما السنة فقد قال النبي صلى الله عليه وسلم ( إذا رأيتموه فصوموا ، وإذا رأيتموه فأفطروا ) مفهوم الحديث إذا لم نره لم يلزم الصوم ولا الفطر .
وأما القياس فلأن الإمساك والإفطار يعتبران في كل بلد وحده وما وافقه في المطالع والمغارب ، وهذا محل إجماع ، فترى أهل شرق آسيا يمسكون قبل أهل غربها ويفطرون قبلهم ، لأن الفجر يطلع على أولئك قبل هؤلاء ، وكذلك الشمس تغرب على أولئك قبل هؤلاء ، وإذا كان قد ثبت هذا في الإمساك والإفطار اليومي فليكن كذلك في الصوم والإفطار الشهري ولا فرق .
ولكن إذا كان البلدان تحت حكم واحد وأَمَرَ حاكمُ البلاد بالصوم ، أو الفطر وجب امتثال أمره ؛ لأن المسألة خلافية ، وحكم الحاكم يرفع الخلاف .
وبناء على هذا صوموا وأفطروا كما يصوم ويفطر أهل البلد الذي أنتم فيه سواء وافق بلدكم الأصلي أو خالفه ، وكذلك يوم عرفة اتبعوا البلد الذي أنتم فيه

Syaikh Utsaimin menjawab: Ulama berbeda pandangan mengenai apakah jika hilal tampak di suatu negeri melazimkan negeri lainnya mengikuti beramal dengannya.Ataukah hanya bagi yang melihat hilal atau bagi negeri yang satu mathla’ dengannya atau wilayah yang satu pemerintahan. Disini terjadi banyak sudut pandang yang berbeda.
Yang Rajih (unggul) ,bahwasannya hal ini dikembalikan kepada ahli ilmu.Jika dua negeri bertepatan atau satu mathla’ maka dihitung seperti satu negeri.Jika salahsatunya melihat, maka berlaku hukum yang sama bagi negeri yang satunya tadi.Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu taimiyah. Dan inilah yang sesuai dengan kitab dan sunnah serta qiyas.

Adapun dalil Al-Kitab (Qur’an) :

فمن شهد منكم الشهر فليصمه ومن كان مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون
(……Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu……….. 2:185)
Mafhum ayat ini, yang tidak melihat maka tidak diwajibkan.

Adapun dalil as-sunnah
Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasalam: 
إذا رأيتموه فصوموا ، وإذا رأيتموه فأفطروا
( Apabila kalian melihat (hilal) berpuasa dan berbukalah )

Adapun dalil qiyas :
Waktu dimulai dan berakhiranya puasa tiap hari di tiap negeri berdsarkan waktu lokal terbit dan tenggelamnya matahari.

Akan tetapi jika ada dua wilayah dibawah satu peemrintahan,kemudia penguasa memerintahkan satu wilayah berpuasa atau berbuka maka wajib bagi negeri satunya untuk mengikuti.Karena permasalahan ini khilafiyah, sedangkan keputusan hakim menghilangkan khilaf.

Berdasar ini maka berpuasalah serta berbuka menurut penduduk negeri kalian dimana kalian sedang berada,sama saja apakah cocok dengan keputusan negeri asal kalian atau tidak.Demikian pula hari arafah, ikutilah negeri dimana kalian berada

Fatwa kedua :
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya apabila terjadi perbedaan hari arafah dikarenakan penampakan hilal yang berbeda di negeri yang berbeda,apakah kita berpuasa mengikuti negeri dimana kita tinggal ataukan mengikuti negeri haramain (Saud…i Arabia)

Dijawab beliau :
والصواب أنه يختلف باختلاف المطالع ، فمثلا إذا كان الهلال قد رؤي بمكة ، وكان هذا اليوم هو اليوم التاسع ، ورؤي في بلد آخر قبل مكة بيوم وكان يوم عرفة عندهم اليوم العاشر فإنه لا يجوز لهم أن يصوموا هذا اليوم لأنه يوم عيد ، وكذلك لو قدر أنه تأخرت الرؤية عن مكة وكان اليوم التاسع في مكة هو الثامن عندهم ، فإنهم يصومون يوم التاسع عندهم الموافق ليوم العاشر في مكة ، هذا هو القول الراجح ، لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول ( إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا ) وهؤلاء الذين لم ير في جهتهم لم يكونوا يرونه ، وكما أن الناس بالإجماع يعتبرون طلوع الفجر وغروب الشمس في كل منطقة بحسبها ، فكذلك التوقيت الشهري يكون كالتوقيت اليومي . [ مجموع الفتاوى 20 ]

Persoalan ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan ahli ilmu,apakah hilal itu satu bagi seluruh dunia ataukah berbeda sesuai perbedaan mathla’.

Pandangan yang rajih adalah berbeda berdasar perbedaan mathla’ (dimana hilal itu dilihat di berbagai tempat).Misalnya, jika hilal sudah dapat terlihat di Mekah, dan hari ini adalah hari kesembilan.Kemudian di negeri lain hilal dapat dilihat sehari sebelum nampak di Mekah,maka hari arafah di Mekah adalah hari kesepuluh bagi mereka,maka ini tidak diperbolehkan bagi mereka untuk berpuasa di hari ini,karena hari tersebut adalah hari idul adha bagi mereka.

Atau sebaliknya jika hal ini terjadi dimana mereka melihat bulan sehari setelah Mekah,maka hari kesembilan (Dzulhijah) adalah tanggal 8 Djulhijjah bagi mereka,maka mereka harus berpuasa di tanggal 9 menurut mereka (walaupun bertepatan tanggal 10 bagi Mekah).Inilah pandangan yang rajih karena Nabi shalallahu alaihi wassalam mengatakan :
إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا

“Apabila kamu melihat (hilal) berpuasalah, dan (juga) jika kamu melihatnya maka berbukalah”
Mafhum hadist ini, jika tidak melihat maka tidak wajib.

Maka mereka yang tidak melihat hilal di negerinya maka dia belum melihatnya (sebagaimana hadist diatas).Sebagaimana manusia telah sepakat (ijma) menganggap terbitnya fajar atau terbenamnya matahari itu sesuai daerahnya.Dengan demikian penen…tuan waktu masuknya bulan sebagaimana penentuan waktu harian (yang berbeda tiap daerah).Ini adalah ijma’ para ulama.Olehkarenanya, penduduk asia timur memulai puasa sebelum penduduk bagian barat.Dan berbuka sebelum mereka.Demikian juga matahari yang terbit dan tenggelam saling berbeda.Untuk yang seperti puasa harian ini berbeda maka begitu juga untuk puasa bulanan maka tentu sama.
Akan tetapi jika dua wilayah dalam satu pemerintahan, maka keputusan penguasa untuk berbuka dan berpuasa harus diikuti.Karena ini masalah khilafiyah sedangkan keputusan hakim itu mengankat khilaf. (Hukmul hakim yarfa’ul khilaf)
Berdasar ini maka berpuasa dan berbukalah bersama penduduk dimana kalian sekarang tinggal, entah sama dengan negeri asal kalian atau tidak.Demikian juga shaum arafah, ikuti di negeri dimana kalian tinggal.[Majmu’ fatawa 20] 
Sumber : salafyitb.wordpress.com