Berangkat dari hal ini, ada sebagian orang yang melarang jual beli pulsa. Alasannya, ketika kita beli pulsa, kita menyerahkan Rp 51.000 untuk membeli pulsa Mentari, misalnya, sedangkan kita hanya mendapat Rp 50.000. Ketika kita melakukan cek pulsa di layar handphone (hp) akan tertulis bahwa di dalam hp kita terdapat pulsa lima puluh ribu rupiah.
Dari realita ini, ada orang yang berkesimpulan bahwa jual beli pulsa adalah riba karena dalam transaksi ini, uang Rp 51.000 ditukar dengan Rp 50.000. Jadi, menurut mereka, ada riba fadhl dalam transaksi ini. Benarkah pendapat tersebut?
Jawaban untuk kasus di atas bisa diperoleh dengan mengingat kaidah fikih yang menyatakan bahwa: yang dijadikan tolak ukur dalam transaksi adalah maksud dan makna yang bisa disimpulkan dari transaksi yang dilakukan. Meski setelah mengisi pulsa dikatakan bahwa kita memiliki pulsa sebesar sekian rupiah, bukanlah berarti kita mendapatkan uang sebesar yang tertulis, tetapi kita mendapatkan jasa pelayanan telepon dan sms senilai besaran rupiah yang tercantum di hp kita.
Bukti bahwa transaksi jual beli pulsa bukanlah barter uang dengan uang adalah kita tidak bisa menggunakan kartu yang berisi pulsa Rp 50.000 untuk membeli barang apa pun, di toko mana pun. Jika yang kita dapatkan setelah mengisi pulsa adalah uang, tentu kita bisa mempergunakan kartu yang telah diisi pulsa untuk berjual beli.
Jadi, transaksi riil yang terjadi dalam jual beli pulsa bukanlah "barter uang dengan uang" sehingga bisa kita vonis terjadi riba jika ada selisih. Akan tetapi, yang terjadi adalah pembelian jasa dengan menggunakan uang, sehingga uang untuk membeli pulsa Rp 50.000 boleh jadi adalah sama dengan nilai pulsa, yaitu Rp 50.000, kurang dari Rp 50.000, atau lebih dari Rp 50.000.
Pertanyaan, “Di Aljazair, jika kami ingin mengisi pulsa 100 dinar, penjual meminta kami untuk memberinya tambahan sebesar 10 dinar, sebagai kompensasi atas pengisian pulsa. Apa hukum hal ini?"
Jawaban Syekh Ahmad An-Najmi, “Sepuluh dinar yang diminta oleh penjual pulsa adalah upah penjualan jasa. Jika itu adalah upah penjualan jasa maka hukumnya boleh. Boleh jadi, upah yang diminta penjual pulsa kurang dari sepuluh dinar.”
Kapan Jual Pulsa Hukumnya Haram?
Pertanyaan, “Kami berharap agar Anda berkenan memberikan jawaban untuk pertanyaan berikut ini. Saya adalah seorang pemuda yang memiliki konter hp. Saya ingin bertanya mengenai hukum mengambil upah karena pelayanan berupa pengisian pulsa dari hp pribadi saya ke hp konsumen. Harga pulsa 15 ribu adalah 20 ribu, dengan rincian: 15 ribu adalah nilai pulsa, sedangkan 5 ribu adalah upah pelayanan pengisian pulsa.”
Jawaban Syekh Muhammad Ali Farkus Al-Jazairi, “Jika penjual pulsa mengirimkan pulsa yang punya nilai tertentu, lalu dia meminta upah pelayanan pengiriman pulsa, hukumnya tidaklah terlarang. Bahkan, berkaitan dengan transfer uang dalam negeri atau pun ke luar negeri, baik melalui bank maupun melalui pos, yang dijual kepada konsumen sebagai jasa tanpa adanya biaya tambahan melebihi upah yang seharusnya untuk jasa tersebut, maka hukum jual jasa semacam ini adalah boleh karena tidak ada faktor yang menyebabkan haramnya transaksi tersebut.
Akan tetapi, jika penjual pulsa telah mendapatkan keuntungan dengan persentase atau nominal tertentu dari perusahaan penyedia pulsa; keuntungan yang diberikan oleh perusahaan adalah kompensasi dari pelayanan yang diberikan oleh penjual pulsa eceran, maka penjual pulsa eceran tidak boleh meminta atau mengambil upah pelayanan pengiriman pulsa kepada konsumen, karena penjual jasa tidak boleh mendapatkan upah sebanyak dua kali dari pelayanan yang dia berikan kepada konsumen.”
Refrensi: http://www.kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=17753, http://www.ferkous.com/rep/Bi85.php, www.pengusahamuslim.com
http://artikelassunnah.blogspot.com/2011/07/jual-beli-pulsa-bolehkah-dalam-islam.html