Pembaca yang semoga dirahmati oleh
Allah, sungguh keadaan kaum muslimin di zaman kita sekarang ini telah
sampai pada tahap yang cukup mengkhawatirkan. Sebagian kaum muslimin
terjerumus dan asyik di dalam berbagai macam bentuk dosa. Bahkan di
antara mereka ada yang terjerumus ke dalam dosa syirik. Namun yang lebih
menyedihkan, mereka tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan itu
termasuk ke dalam dosa syirik. Padahal Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar.” (An Nisa: 48). Pada ayat ini, Allah menyatakan
bahwa sesungguhnya dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah
selama-lamanya kecuali jika pelaku kesyirikan tersebut bertaubat dari
dosa syirik yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu, penting bagi kita
untuk mengetahui mana sajakah perbuatan-perbuatan yang tergolong
kepada dosa syirik, agar dengan demikian kita dapat terhindar dari dosa
yang sangat berbahaya ini.
Jimat adalah salah satu bentuk kesyirikan
Salah satu hal yang termasuk dalam kategori dosa syirik adalah jimat (tamimah). Sebagaimana sabda Rasulullah, “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan pelet termasuk kesyirikan.” (HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, ”Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Hakekat Jimat
Hakekat Jimat
Jimat pada masa jahiliyah dahulu
dikalungkan pada anak kecil atau binatang untuk menolak ‘ain (pandangan
hasad/dengki, berakibat mudharat bagi orang yang dipandang). Namun pada
hakekatnya jimat tidaklah terbatas pada bentuk dan kasus tersebut,
akan tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun, dikalungkan,
digantungkan, diletakkan di tempat manapun dengan maksud untuk
menghilangkan atau menangkal marabahaya. Jadi jimat bisa berupa kalung,
batu akik, keris, cincin, sabuk (ikat pinggang), atau benda-benda yang
digantungkan pada tempat tertentu, seperti di atas pintu, di dalam
kendaraan, dipasang pada ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di
kertas dan dimasukkan di saku celana, dan lain-lain dengan maksud
mengusir atau tolak bala’. (Lihat Mutiara Faedah Kitab Tauhid). Ingatlah
bahwa setiap jimat pasti tidak terbukti secara syari’at (dalil dari
Allah dan Rasul-Nya) maupun logika (hasil eksperimen ilmiah) dapat
memberikan manfaat atau menolak bahaya.
Budaya Jimat (alias syirik) di Masyarakat
Berikut adalah beberapa contoh budaya jimat di masyarakat saat ini.
- Apabila ada orang yang memasak sayur lodeh kemudian dimakan dengan tujuan untuk menolak bahaya (= tolak bala) seperti wabah demam berdarah (DB). Atau menggantungkan sesuatu paket tolak bala di pintu rumah (yang di dalamnya berisi sumbu kompor, janur kuning, daun gadap, dll) dengan tujuan menolak bala seperti tsunami dan gempa bumi. Maka sayur lodeh dan paket tolak bala tersebut termasuk jimat. Karena secara syari’at, Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menyatakan demikian. Begitu juga secara akal atau berdasarkan eksperimen ilmiah, tidak ada hubungannya antara sayur lodeh atau paket tersebut dengan menghindarkan diri dari bahaya (seperti DB atau tsunami). Karena para ahli di bidang tersebut tidak pernah menyatakan, “Barangsiapa yang memakan sayur lodeh maka dia akan terhindar dari DB”. Adapun yang disyariatkan agar dapat menolak bahaya adalah dengan berdoa hanya kepada Allah untuk menghindarkan kita dari bahaya tersebut, sebagaimana Allah berfirman yang artinya, “Tetapi hanya Dialah yang kamu seru, Maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadanya, jika Dia menghendaki” (Al An’am: 41).
- Apabila ada seorang ibu yang meletakkan gunting (atau benda-benda lainnya) di samping bayinya yang baru lahir (sebagaimana yang terjadi di Jakarta dan daerah lainnya) dengan tujuan agar bayi tersebut terhindar dari gangguan setan, maka gunting tersebut adalah jimat. Penjelasannya sebagaimana contoh pertama di atas. Adapun cara yang benar adalah dengan membacakan doa kepada bayi tersebut di antara doanya sebagaimana yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “‘u’idzuka bikalimatillahit tammati min kulli syaithonin wa hammatin wa min kulli ‘aynin lammatin” (HR Bukhari), yang artinya ‘Aku meminta perlindungan kepada Allah untukmu dengan kalimat Allah yang sempurna dari semua gangguan setan dan binatang, serta dari semua bahaya sihir ‘ain (pandangan hasad) yang tajam’.
- Apabila ada orang yang mengikuti tes penerimaan calon pegawai negeri sipil, kemudian orang tersebut menggunakan pulpen khusus (pulpen keberuntungan) untuk mengerjakan soal dan dia menganggap pulpen tersebut adalah sebab dia lulus tes, maka pulpen tersebut termasuk jimat. Karena tidak ada dasarnya dari Allah dan Rasul-Nya yang menyatakan kedua benda tersebut dapat mendatangkan keuntungan/manfaat. Lagipula, secara logika, tidak ada hubungannya antara lulus tes dengan pulpen. Sebagus dan semahal apapun pulpen yang digunakan, jika dia tidak dapat menjawab soal, tentu saja dia tidak akan lulus tes. Adapun sikap yang benar adalah hendaknya seseorang belajar sungguh-sungguh agar dapat lulus tes dan tidak lupa untuk selalu berdoa kepada Allah semata agar diluluskan dalam ujiannya tersebut.
Masih banyak contoh macam dan peristiwa
lain yang dapat dinilai bahwa benda yang digunakan adalah jimat. Apabila
tujuannya adalah untuk menghilangkan atau menolak bahaya dan sebabnya
tidak terbukti baik secara syar’i maupun keilmiahan/logika, serta benda
itu dikalungkan, digantung atau disimpan dengan cara apapun, maka
benda-benda tersebut termasuk jimat.
Apabila Jimat berupa Ayat Al Qur’an…
Pembahasan berikutnya adalah bagaimana
seandainya yang digantungkan berupa ayat Al-qur’an, ayat kursi atau
dzikir-dzikir yang ada dalam syari’at ? Maka jawabannya adalah
seandainya tujuan menggantungkannya tersebut adalah untuk dihafal, maka
hal ini dibolehkan. Namun, apabila tujuan menggantungkan ayat tersebut
untuk menolak bahaya, maka perkara ini termasuk suatu keharaman. Namun
hal ini tidaklah sampai pada tingkatan syirik karena dia telah
bersandar pada kalamullah, dan bukan bersandar pada makhluk.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah melarang penggunaan jimat ini secara umum, tidak dikecualikan
satu pun, termasuk Al Qur’an tidak dikecualikan juga. Sebab lainnya
adalah hal ini dapat mengantarkan pelecehan terhadap ayat-ayat
Al-Qur’an, semisal ketika orang yang menggantungkan ayat kursi di
lehernya masuk ke kamar mandi dan tempat-tempat buruk lainnya.
Apabila seseorang menggantungkan
ayat-ayat al-quran (atau tulisan Allah, Nabi Muhammad dan sebagainya) di
mobil dengan tujuan agar terhindar dari kecelakaan, maka perbuatan
seperti ini haram. Contoh lain adalah menyimpan Al-Qur’an ukuran super
mini (yang untuk membacanya saja harus menggunakan kaca pembesar) di
dompetnya, dengan tujuan menolak bahaya. Maka ini juga termasuk
perbuatan yang haram. Hal ini bertentangan dengan tujuan diturunkannya
Al-qur’an, yaitu untuk dibaca dan dijadikan pedoman hidup kita.
Bersandarlah hanya kepada Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa bersandar kepada sesuatu, maka ia akan disandarkan padanya.”
(HR Ahmad dan Trimidzi, dihasankan oleh Al Arna’uth). Pada hadits ini,
Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang akan diserahkan kepada yang dia
jadikan sandaran. Seorang muslim yang menyandarkan segala urusannya
kepada Allah, maka Allah akan menolong, memudahkan dan mencukupi segala
urusannya. Sebaliknya, orang yang bersandar kepada selain Allah
(seperti bersandar pada jimat), maka Allah akan membiarkan orang
tersebut dengan sandarannya, sehingga kita dapatkan orang-orang semacam
ini hidupnya tidak pernah tenang. Dia hidup dengan kekhawatiran dan
ketakutan. Dia takut apabila jimatnya hilang atau dicuri, dia
kehilangan percaya diri ketika jimatnya tidak bersamanya. Sungguh hal
ini merupakan suatu kerugian yang nyata. Semoga Allah menjadikan kita
hamba-hamba-Nya yang menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya
semata. Cukuplah Allah tempat kami menggantungkan segala sesuatu. Wallahu a’lam. [Boris Tanesia]
http://buletin.muslim.or.id/at-tauhid-tahun-iii/budaya-jimat-di-masyarakat
http://aljaami.wordpress.com/2011/04/01/jimat-tamimahtamaim-dalam-pandangan-islam/