ILMU NUJUM (ILMU PERBINTAGAN) [1]
Oleh:Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas
Munajjim (ahli nujum) juga termasuk dalam kategori peramal menurut apa
yang diistilahkan oleh sebagian ulama [2]. Di dalam Shahiihul Bukhari
dan Shahiih Muslim, dari hadits Zaid bin Khalid al-Juhani, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengimami kami shalat
Shubuh di Hudaibiyyah setelah semalamnya turun hujan. Ketika usai
shalat, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berbalik menghadap kepada
para Sahabat Radhiyallahu anhum lantas bersabda: ‘Tahukah kalian apa
yang difirmankan Rabb-mu?’ Para Sahabat Radhiyallahu anhum menjawab:
‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: ‘Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: ‘Di kala pagi
ini, di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula
yang kafir.’ Adapun orang yang mengatakan: ‘Telah turun hujan kepada
kita berkat karunia dan rahmat Allah’, ia telah beriman kepada-Ku dan
kafir kepada bintang-bintang. Sedangkan orang-orang yang berkata: ‘Telah
turun hujan kepada kita karena bintang ini atau bintang itu,’ maka ia
kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.” [3]
Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H) rahimahullah berkata di dalam kitab
Shahiih-nya: Qatadah berkata: “Allah menciptakan bintang-bintang ini
untuk tiga hal:
1. Sebagai penghias langit.
2. Sebagai pelempar syaithan.
3. Sebagai tanda bagi orang untuk mengenal arah.
Maka, barangsiapa menafsirkan selain dari itu, ia telah salah dan
menyia-nyiakan bagiannya dan memaksakan diri dalam se-suatu yang ia
tidak mengetahuinya.” [4]
Ilmu Nujum ada dua macam: [5]
Pertama: ‘Ilmu at-Ta’tsiir, yaitu ilmu nujum yang meyakini bahwa
bintang-bintang mempunyai pengaruh terhadap keadaan alam semesta. Ilmu
ini termasuk syirik dan bukan ilmu yang ber-manfaat. Penjelasan yang
lainnya tentang definisi ilmu at-Ta’tsiir yaitu menjadikan keadaan
bintang, planet dan benda angkasa lainnya sebagai dasar penentuan
berbagai peristiwa di bumi, baik sebagai sesuatu yang berpengaruh mutlak
maupun hanya sebagai isyarat yang menyertai peristiwa-peristiwa bumi.
Jika dia percaya bahwa keadaan itu adalah faktor yang berpengaruh mutlak
atas peristiwa-peristiwa bumi -dengan tidak membedakan, baik karena
kekuatan internalnya maupun karena izin Allah- maka ia dinyatakan
musyrik dengan tingkatan syirik besar dan telah keluar dari Islam.
Tetapi jika ia percaya bahwa keadaan itu hanya merupakan isyarat yang
menyertai peristiwa-peristiwa bumi, maka ia dinyatakan sebagai musyrik
dengan tingkatan syirik kecil yang bertentangan dengan kesempurnaan
tauhid. Perbintangan tidak berpengaruh terhadap peristiwa-peristiwa yang
ada di bumi. Anggapan tentang perbintangan berpengaruh terhadap
peristiwa-peristiwa di bumi adalah termasuk berkata sesuatu atas Nama
Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ilmu.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُوْمِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ.
“Barangsiapa mempelajari satu cabang dari ilmu nujum, maka sesungguhnya
ia telah mengambil satu bagian dari ilmu sihir, semakin bertambah (ilmu
yang dia pelajari ), semakin ber-tambah pula (dosanya).” [6]
Kedua: ‘Ilmu at-Tas-yiir, yaitu ilmu nujum yang tujuannya untuk
memudahkan arah tujuan dalam perjalanan dan kemaslahatan agama.
Penjelasan yang lainnya tentang definisi ilmu at-Tas-yiir yaitu
menjadikan keadaan bintang dan benda angkasa sebagai petunjuk penentuan
arah mata angin dan letak geografis suatu negara dan semacamnya. Jenis
ini dibolehkan dalam Islam. Dari sinilah munculnya Hisab Takwim
(penanggalan), pengetahuan tentang akhir musim dingin dan panas,
waktu-waktu pembuahan (tumbuhan dan hewan), kondisi cuaca, hujan,
penyebaran wabah penyakit dan semacamnya. [7] [*]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Ilmu nujum ini termasuk sesuatu yang dapat menafikan Tauhid dan
menjerumus-kan pelakunya kepada kemusyrikan, karena orang itu
menyandarkan suatu kejadian kepada selain Allah.
[2]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Tanjim adalah meramal
kejadian-kejadian di bumi berdasarkan petunjuk keadaan bintang.” Lihat
Majmuu’ Fataawaa (XXXV/192) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan
Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (bab XXVII: Maa Jaa-a fit
Tanjiim).
[3]. HR. Al-Bukhari (no. 846, 1038, 4147) dan Muslim (no. 71).
[4]. HR. Al-Bukhari dalam Fat-hul Baari (VI/295). Diriwayatkan juga oleh
‘Abdur-razzaq, ‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir serta yang
lainnya. Lihat Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (Bab 28: Ma Jaa
fit Tanjim, hal. 361-362), tahqiq Dr. Al-Walid bin ‘Abdirrahman bin
Muhammad al-Furraiyan.
[5]. Lihat keterangan lebih lengkap dalam Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal
Khalaf (hal. 21-22) oleh Ibnu Rajab al-Hanbaly, tahqiq Syaikh ‘Ali bin
Hasan al-Halaby, al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidatil Islamiyyah ‘alaa
Madzhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 146-147), dan al-Qaulul Mufiid
‘ala Kitaabit Tauhiid (II/5) oleh Syaikh Muham-mad bin Shalih
al-‘Utsaimin.
[6]. HR. Abu Dawud (no. 3905), Ibnu Majah (no. 3726), Ahmad (I/227,
311), al-Baihaqi (VIII/138-139) dari Sahabat Ibnu ‘Abbas c. Hadits ini
dishahihkan oleh Imam an-Nawawi dalam Riyaadhus Shaalihiin (no. 1671)
dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmuu’ Fataawaa (XXXV/193).
[7]. Lihat al-Qaulul Mufiid ‘alaa Kitaabit Tauhiid (II/5-7) oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah
al-Islaamiyyah ‘alaa Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 146-147).
[*]. Dan yang terakhir ini dilandaskan kepada analisis ilmiah Badan
Meteorologi dan Geofisika melalui pengamatan langsung dengan peralatan
modern terhadap gejala-gejala alam seperti pertukaran panas, dingin,
angin, hujan dan sebagainya. Bukan dengan fenomena bintang, sehingga
diperbolehkan.-ed
http://almanhaj.or.id/content/2402/slash/0/ilmu-nujum-ilmu-perbintangan/