“Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.”
(Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan,
“Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.”
(Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)
Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata,
“Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.”
(Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)
Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata,
“Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).”
(Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang
kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid,
“Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.”
(Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan,
“Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan
tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam
belajar karena Allah.”
(Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Asy Syathibi rahimahullah mengatakan,
“Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih
adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.”
(Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)
Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan,
“Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.”
(Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)
Seorang ulama mengatakan,
“Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya
sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak
mengerti hakikat dirinya”
(Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah
cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah
buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan
maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak
enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah
ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah
akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit.
Ikhlas dan tauhid adalah ’sebatang pohon’ di dalam hati yang
cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah
baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di
akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan
tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di
dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon
yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa
takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya
hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan
siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon
ini di dalam surat Ibrahim.”
(Al Fawa’id, hal. 158).
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim
dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk
manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk
seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.Allah meneguhkan
(iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang
yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki."
(Ibrahim:24-27)
Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan,
“Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling
mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi
keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya
mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun
kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.”
(Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 49)
Basyr bin Al Harits berkata,
“Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata:
“Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia
maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka
tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali,
amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan
menyebabkan ia berdosa”. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak
bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Tidak akan bersatu antara ikhlas di dalam hati dengan kecintaan
terhadap pujian dan sanjungan serta ketamakan terhadap apa yang dimiliki
oleh manusia, kecuali sebagaimana bersatunya air dengan api atau
dhobb/sejenis biawak dengan ikan -musuhnya-.”
(al-Fawa’id, hal. 143)
Sahl bin Abdullah berkata,
“Tidak ada sesuatu yang lebih sulit bagi jiwa manusia selain daripada
ikhlas. Karena di dalamnya sama sekali tidak terdapat jatah untuk
memuaskan hawa nafsunya.”
(Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 26).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan,
“Amal-amal itu sesungguhnya memiliki keutamaan yang bervariasi dan
pahala yang berlipat-lipat tergantung pada keimanan dan keikhlasan yang
terdapat di dalam hati orang yang melakukannya… ”
(Bahjat al-Qulub al-Abrar, hal. 17).
Selebihnya: Ikhlas Dalam Beribadah Kepada Allah
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/06/baiknya-amal-baiknya-niat.html