MELURUSKAN PEMAHAMAN AL-WALA' DAN AL-BARA' (SEBUAH KOREKSI LOYALITAS SEORANG MUSLIM)
Oleh:Syaikh Shâlih Fauzân bin Abdillâh Al Fauzân
Allah Azza wa Jalla mewajibkan kita agar memiliki al-wala` kepada kaum Muslimin, dan al-bara` terhadap orang-orang kafir.
Allah berfirman :
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ
يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ وَمَنْ
يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ
هُمُ الْغَالِبُونَ
"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka
tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman menjadi penolongnya (wali yang ditaati), maka
sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti
menang".[al-Mâidah/5:55-56]
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي
شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali
dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian,
niscaya lepaslah dia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka" [Ali
'Imrân/3:28]
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ
مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤْمِنُوا
بِاللَّهِ وَحْدَهُ
"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Nabi Ibrahim
dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada
kaum mereka:"Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang
kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai
kamu beriman kepada Allah saja". [al-Mumtahanah/60:4].
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا
تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ وَجَعَلَهَا
كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya:
"Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah,
tetapi (aku menyembah Rabb) yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia
akan memberi hidayah kepadaku". Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid
itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada
kalimat tauhid itu". [az-Zukhrûf/43:26-28].
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ
أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ
كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ
وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ
اللَّهِ
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang, yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka
ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah".
[al-Mujâdilah/58:22].
Al-wala` (loyalitas) dan al-bara` (berlepas diri) ini telah ditetapkan
dalam Al-Qur’ân, as-Sunnah dan Ijma’. Masalah ini sudah disyariatkan
sebelum ada perintah berjihad, yaitu saat Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam berada di Mekkah. Al-wala` dan al-bara` tetap wajib, baik dalam
kondisi aman maupun perang. Ia bukan sesuatu yang baru.
Kami menyampaikan permasalahan ini supaya diingat terus dan untuk
menjelaskan kerancuan dalam memahaminya. Karena sebagian orang yang
melampaui batas, yang berjalan di atas pemikiran Khawarij memahami
‘adâwah (permusuhan), barâ’ah (berlepas diri), dan kebencian kepada
orang-orang kafir memiliki konsekwensi, (yaitu) haramnya bergaul dengan
orang-orang kafir.
Mereka tidak mengetahui bahwa yang dimaksud adalah berlepas diri dari
agama mereka. Dalam artian tidak mencintai mereka. Maksudnya bukan tidak
boleh bergaul dengan mereka dalam masalah yang dibolehkan Islam,
ataupun menzhalimi mereka dengan menghancurkan rumah-rumah mereka,
membunuh mereka yang berada dalam jaminan keamanan, membunuh anak-anak,
kaum wanita atau juga memusnahkan harta benda mereka. Lalu ini disebut
jihad.
Sedangkan sebagian lainnya mengira, kebencian dan berlepas diri dari
orang-orang kafir merupakan teror dan kezhaliman kepada mereka.
Sebagaimana hal ini terungkap dalam berbagai dialog maupun tulisan di
sebagian media massa. Kemudian anggapan keliru ini dimanfaat oleh
orang-orang kafir dan orang munafik. Mereka mengatakan, agama Islam itu
agama teror dan buas?!
Kami (Syaikh Shalih Fauzan) mengatakan kepada kelompok pertama dan
kedua, bahwa Islam merupakan agama rahmat bagi pemeluknya, dan agama
yang mengajarkan keadilan dan pemenuhan janji kepada para musuhnya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ
إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya" [al-Mâidah/5:2].
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah" [al-Mâidah/5:8].
Jadi dinul-Islam ini, meskipun memerintahkan agar memusuhi orang-orang
kafir karena agama mereka, supaya ajaran mereka tidak ada yang menelusup
ke tengah kaum Muslimin, dan ini untuk menutup celah, namun Islam
mengharamkan berbuat zhalim terhadap mereka tanpa alasan yang haq. Islam
menghormati hak-hak orang-orang kafir mu’ahad (yang sedang dalam
perjanjian damai), dzimmi (orang-orang kafir yang tinggal di tengah
komunitas muslim dengan membayar pajak), musta’man (orang kafir yang
mendapatkan suaka). Islam mengharamkan darah dan harta benda mereka.
Islam juga memberikan hak-hak dan kewajiban yang sama kepada mereka,
sebagaimana hak dan kewajiban kaum Muslimin.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah
meneguhkannya".[an-Nahl/16:91].
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
"Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabnya". [al-Isrâ’/17:34].
إِلَّا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ
يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا
إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَىٰ مُدَّتِهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَّقِينَ
"Kecuali orang-orang musyirikin yang kamu mengadakan perjanjian (dengan
mereka), dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu
dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka
terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa".[at-Taubah/9:4].
'Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu 'anhu menceritakan, ketika ia diutus
oleh Nabi Shallallahu 'alaihi w sallam ke penduduk Khaibar untuk
menaksir atau menghitung dengan perkiraan hasil buah-buahan agar menjadi
pijakan pemungutan pajak dari Yahudi, lalu ada orang Yahudi yang hendak
menyuap agar ia ('Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu 'anhu ) meringankan
mereka.
Menerima perlakuan ini, beliau berkata: "Wahai kawan-kawan (dari kaum
yang dirubah menjadi, Red.) kera! Kalian adalah orang yang paling aku
benci di dunia ini, namun kebencianku tidak membuaku berlaku zhalim
terhadap kalian.”
Orang-orang Yahudi (itupun) menimpalinya: "Dengan inilah, langit dan bumi menjadi tegak.”
Begitu juga tidak ada larangan melakukan akad jual beli atau
sewa-menyewa dengan orang-orang kafir. Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah membeli makanan untuk keluarga beliau Shallallahu 'alaihi
wa sallam dari seorang Yahudi. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi. Beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah memakan makanan mereka, dan menghadiri undangan
mereka. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengadakan perjanjian
damai dengan orang-orang kafir, seperti perjanjian Hudaibiyah dengan
orang-orang musyrik, perjanjian damai dengan orang Yahudi di Madinah,
perjanjian dengan kaum Nashara di Najran. Beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam memerintahkan agar berlaku baik kepada tetangga dan para tawanan.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
"Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan".[al-Insân/76:8].
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memenuhi perjanjian bersama mereka,
dan Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada seorang anak untuk berbuat
baik kepada orang tuanya yang kafir. Allah Azza wa Jalla berfirman, :
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ
"Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku",[Luqman/31:15].
Bahkan dalam keadaan hendak memerangi mereka pun, sebelum menyerang,
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar mendakwahi mereka,
melarang membunuh orang tua, para pendeta, anak-anak dan kaum wanita,
dan juga melarang melakukan perusakan. Adakah perlakuan kepada musuh
yang lebih baik dan lebih indah dari perbuatan ini?
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita membunuh kaum
kuffar yang sedang terikat perjanjian. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
"(barang siapa yang membunuh orang kafir yang sedang dalam perjanjian,
maka tidak akan mencium aroma surga)", padahal kaum kuffar ini sangat
membenci kita, sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman :
إِنْ يَثْقَفُوكُمْ يَكُونُوا لَكُمْ أَعْدَاءً وَيَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ
أَيْدِيَهُمْ وَأَلْسِنَتَهُمْ بِالسُّوءِ وَوَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ
"Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh
bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti
(mu); dan mereka ingin supaya kamu (kembali)
kafir".[al-Mumtahanah/60:2].
كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً
"Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan
orang-orang musyirikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan
terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap
kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian".[at-Taubah/9:8]
هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ
بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا
عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا
بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ إِنْ
تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا
بِهَا
"Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai
kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka
menjumpai kamu, mereka berkata:"Kami beriman"; dan apabila mereka
menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci
terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka):"Matilah kamu karena
kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika
kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu
mendapat bencana, mereka bergembira karenanya" [Ali Imrân/3 : 119-120].
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
"Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya
terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrik".[al-Mâidah/5:82].
مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ
"Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada
menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabb-mu"
[al-Baqarah/2:105].
Pemberitaan Allah Azza wa Jalla ini terlihat nyata dalam perlakuan
mereka saat ini terhadap kaum Muslimin, yaitu berupa pembunuhan,
pengusiran, penyiksaan, penghancuran terhadap negara mereka dengan tanpa
perasaan dan kasih sama sekali.[3]
Meski demikian, ketika kaum Muslimin berada pada posisi di atas, mereka
tidak akan membalas dengan perlakuan serupa, sebagai realisasi dari
ajaran agama mereka yang lurus. Lantas, bagaimana mungkin dikatakan
"Islam itu agama teror dan biadab?" Dan dakwah perbaikan dalam Islam,
seperti dakwah Syaikhul-Islam Ibnu taimiyyah dan Syaikh Muhammad bin
Abdul-Wahhab, dan dakwah perbaikan lainnya adalah dakwah teroris?
Perkataan ini tidak lain hanyalah memutarbalikkan fakta dan membuat
kerancuan di tengah umat. (Karena) sebenarnya teror dan biadab merupakan
perlakuan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin, saat mereka
berkuasa.
Al-wala` dan al-bara` dalam Islam tidak berarti teror dan berbuat zhalim
terhadap pemeluk agama samawi. Namun hanya berarti memerangi
musuh-musuh Allah Azza wa Jalla, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla,
yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan
kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang"
[Mumtahanah/60 ayat 1]- supaya ada garis pembeda antara muslim dan
kafir, sehingga seorang muslim terjaga keislaman dan aqidahnya, serta
merasa bangga dengan agamanya. Allah berfirman :
وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman" [Ali 'Imrân/3:139].
لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ
"Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga" [Al-Hasyr/59 : 20].
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ
الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
"Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya
yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai
orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan". [al-Mâidah/5 :
100].
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
"Patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang
yang berdosa (orang kafir) Mengapa kamu (berbuat demikian); bagaimanakah
kamu mengambil keputusan" [al-Qalam/68 : 35-36].
أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ
"Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang shalih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi?
Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan
orang-orang yang berbuat maksiat?" [Shâd/38 : 28]
Jadi seseorang harus bangga dengan keislamannya. Kepribadiaanya tidak
boleh bercampur aduk dengan yang tidak muslim. Dia harus mengatakan:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
"Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku" [al-Kâfirûn/109 : 6]
وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ ۖ أَنْتُمْ
بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ
Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah Bagiku pekerjaanku dan
bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan,
dan aku berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan [Yûnus/10 : 41]
Oleh karena itu, seorang muslim dilarang menyerupai non muslim. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"(barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
kaum itu)", karena menyerupai mereka secara fisik menunjukkan adanya
kecintaan hati kepada mereka.
Jadi al-wala` wal-bara` bukan bermakna teror dan berlaku zhalim. Seorang
muslim mendakwahi manusia dengan amal perbuatan sebelum berdakwah
dengan lisan. Dakwah dengan lisan dengan cara hikmah, peringatan yang
baik, dan debat dengan cara yang terbaik. Sebagaimana Allah Azza wa
Jalla memerintahkan hal itu kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam, juga kepada Nabi Musa dan Harun Alaihissalam ketika mereka
diutus kepada Fir’aun. Allah berfirman :
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
"Maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. [Thâha/20 : 44]
Seorang muslim, meskipun membenci orang-orang kafir karena agama mereka,
namun ia tetap menghiasi diri dengan akhlak luhur, pergaulan yang
bagus, adil terhadap kaum Muslimin ataupun non muslim, baik dengan
perkataan maupun tindakan.
Allah Azza wa Jalla berfirman ;
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا
"Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil" [al-An’âm/6 : 152]
.وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ
"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang
sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu". [an-Nahl/16 : 126]
.
Demikianlah, kita memohon kepada Allah agar Dia menunjukkan kepada kita
kebenaran itu sebagai sebuah kebenaran dan memberikan kekuatan untuk
mengikutinya, serta menunjukkan kepada kita kebathilan itu sebagai
sebuah kebathilan dan memberikan kekuatan untuk menjauhinya.
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ
(Diterjemahkan dari kitab Al-Bayan Li Akhthai Ba'dhil Kuttab, cetakan Darubnil-Jauzi (2/160-164)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Al-Wala berarti kecintaan, kesetiakawanan, loyalitas, pembelaan dan makna senada lainnya, red
[2]. Al-Bara.artinya berlepas diri, melakukan permusuhan dan memberikan kebencian, red
[3]. Semoga Allah Azza wa Jalla segera memberikan balasan yang stimpal terhadap mereka, -red
http://almanhaj.or.id/content/3542/slash/0/meluruskan-pemahaman-al-wala-dan-al-bara/