Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Al-Qur’an
tidak diturunkan kepada Rasulullah Shallahu ‘Alaihi wa Sallam
sekaligus satu kitab. Tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat,
ayat-perayat menurut tuntutan peristiwa yang melatarinya. Lantas apa
hikmahnya? Hikmah atau tujuannya ialah:
1. Untuk menguatkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Firman Allah Subhanahu wa ta'ala: “Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya Kami kuatkan hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Al-Furqaan: 32)
Firman Allah Subhanahu wa ta'ala: “Orang-orang kafir berkata, kenapa Qur’an tidak turun kepadanya sekali turun saja? Begitulah, supaya Kami kuatkan hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Al-Furqaan: 32)
Kata
Abu Syamah, ayat itu menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan
Qur’an secara berangsur-angsur. Tidak sekali turun langsung berbentuk
kitab seperti kitab-kitab yang diturunkan kepada rasul sebelumnya,
tidak. Lantas apa rahasia dan tujuannya? Tujuannya ialah untuk
meneguhkan hati Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebab dengan
turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi, dan situasi
yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap dan sangat
terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Muhammad. Dengan
begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih intens (sering), yang
tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau; terbaharui
semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau tentunya
juga sangat bergembira yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Karena
itu saat-saat yang paling baik di bulan Ramadhan, ialah seringnya
perjumpaan beliau dengan Jibril.
2. Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an, karena menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsur-angsur. Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang (tak perlu melebihi) sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
3. Supaya mudah dihapal dan dipahami.
2. Untuk menantang orang-orang kafir yang mengingkari Qur’an, karena menurut mereka aneh kalau kitab suci diturunkan secara berangsur-angsur. Dengan begitu Allah menantang mereka untuk membuat satu surat saja yang (tak perlu melebihi) sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung satu kitab.
3. Supaya mudah dihapal dan dipahami.
Memang, dengan turunnya Qur’an secara
berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi manusia untuk menghafal serta
memahami maknanya. Lebih-lebih bagi orang-orang yang buta huruf seperti
orang-orang arab pada saat itu; Qur’an turun secara berangsur-angsur
tentu sangat menolong mereka dalam menghafal serta memahami
ayat-ayatnya. Memang, ayat-ayat Qur’an begitu turun oleh para sahabat
langsung dihafalkan dengan baik, dipahami maknanya, lantas dipraktekkan
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab
pernah berkata:
“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat.” (HR. Baihaqi)
4. Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat mengamalkannya.
“Pelajarilah Al-Qur’an lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun membawa Qur’an kepada Nabi Shallahu ‘Alaihi wa Sallam lima ayat-lima ayat.” (HR. Baihaqi)
4. Supaya orang-orang mukmin antusias dalam menerima Qur’an dan giat mengamalkannya.
Dengan begitu kaum muslimin waktu itu memang senantiasa
menginginkan serta merindukan turunnya ayat-ayat Qur’an. Apalagi pada
saat memerlukannya karena ada peristiwa yang sangat menuntut
penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat mengenai kabar bohong yang
disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah bunda Aisyah, dan ayat-ayat
tentang li’an.
5. Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum.
5. Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum.
Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur; yakni dimulai dari
maslaah-masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah
yang penting. Nah, karena masalah yang sangat pokok dalam Islam adalah
masalah Iman, maka pertama kali yang dipriorotaskan oleh Al-Qur’an ialah
tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab-kitabnya,
para rasulnya, iman kepada hari akhir, kebangkitan dari kubur, dan surga
neraka. Hal itu didukung dengan dalil-dalil yang rasional yang tujuan
untuk mencabut kepercayaan-kepercayaan jahiliyah yang berpuluh-puluh
tahun telah menancap di hati orang-orang musyrik untuk ditanami/diganti
dengan benih-benih akidah Islamiyah.
Setelah akidah Islamiya itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan, darah/pembunuh dan sebagainya. Begitulah Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini. Mari kita simak contoh-contoh di bawah ini:
A. Surat Al An’am adalah surat makiyah karena turun di Mekah. Isinya menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan menerangkan apa yang halal dan haram, firman Allah Ta'ala:
“Katakanlah: “Marilah saya bacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami yang akan memberi rizki kamu dan mereka.” (Al An’am:152)
Kemudian, ayat-ayat yang menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru menyusul turun di Madinah; seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba. Juga tentang zina, itu diharamkan di Mekkah, yaitu ayat:
“Jangan kau mendekati zina. Karena sesungguhnya zina satu perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.” (Al Isra:32)
Setelah akidah Islamiya itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada makanan, minuman, harta benda, kehormatan, darah/pembunuh dan sebagainya. Begitulah Qur’an diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi mereka dalam perjuangan ini. Mari kita simak contoh-contoh di bawah ini:
A. Surat Al An’am adalah surat makiyah karena turun di Mekah. Isinya menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan menerangkan apa yang halal dan haram, firman Allah Ta'ala:
“Katakanlah: “Marilah saya bacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami yang akan memberi rizki kamu dan mereka.” (Al An’am:152)
Kemudian, ayat-ayat yang menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru menyusul turun di Madinah; seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba. Juga tentang zina, itu diharamkan di Mekkah, yaitu ayat:
“Jangan kau mendekati zina. Karena sesungguhnya zina satu perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan.” (Al Isra:32)
Tapi, ayat-ayat yang merinci hukuman bagi orang yang melakukan zina turun di Madinah kemudian.
B. Tentang undang-undang pengharaman khamer, yang pertama kali turun ialah ayat:
“Dan dari buah kurma serta anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik …” (An-Nahl:67)
“Dan dari buah kurma serta anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik …” (An-Nahl:67)
Kemudian yang turun berikutnya ialah ayat:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamer dan judi. Katakanlah bahwa pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi
dosanya lebih besar dari pada manfaatnya.” (Al-Baqarah:219)
Di dalam ayat itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang temporal sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal, pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat. Setelah itu turun ayat yang melarang mabuk ketika shalat.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat ketika kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (An-Nisaa’:43)
Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa mabuk saat shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Oleh kraena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al Maidah:90)
Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, ialah apa yang dikatakan Bunda Aisyah berikut:
“Sesungguhnya yang pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal yang di dalamnya disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia telah kembali/masuk Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal haram. Nah, sekiranya yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyi: janganlah kamu minum khamer, pasti mereka berkata: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan minum khamer selama-lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang berbunyi: jangan berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan berzina selama-lamanya.” (HR.Bukhari)
((Sumber: “Pemahaman Al Qur’an”, Syaikh Muhammad Ibnu Jamil Zainu. Penerbit: Gema Risalah Press, Bandung; Cet. Pertama: September 1997, hal.47-51))
Di dalam ayat itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang temporal sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal, pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat. Setelah itu turun ayat yang melarang mabuk ketika shalat.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat ketika kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (An-Nisaa’:43)
Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa mabuk saat shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Oleh kraena itu, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al Maidah:90)
Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Qur’an secara berangsur-angsur, ialah apa yang dikatakan Bunda Aisyah berikut:
“Sesungguhnya yang pertama kali turun ialah surat dari surat-surat mufashal yang di dalamnya disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga jika manusia telah kembali/masuk Islam, maka turunlah surat yang menyebutkan tentang halal haram. Nah, sekiranya yang mula-mula turun ialah ayat yang berbunyi: janganlah kamu minum khamer, pasti mereka berkata: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan minum khamer selama-lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang berbunyi: jangan berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan berzina selama-lamanya.” (HR.Bukhari)
((Sumber: “Pemahaman Al Qur’an”, Syaikh Muhammad Ibnu Jamil Zainu. Penerbit: Gema Risalah Press, Bandung; Cet. Pertama: September 1997, hal.47-51))
Sumber: http://salafiyunpad.wordpress.com/
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/08/hikmah-diturunkannya-al-quran-secara.html