Menguak Bahaya Dukun di Tengah Masyarakat
At Tauhid edisi V/13. Oleh: Ari Wahyudi
Di dalam bahasa Arab dukun biasa disebut dengan istilah kahin (tunggal)
atau kuhan (jamak). Syaikh al-Fauzan menerangkan bahwa perdukunan
merupakan pengakuan mengetahui perkara gaib seperti halnya memberitakan
akan terjadinya sesuatu di muka bumi dengan bersandar kepada sebab
tertentu yaitu dengan mencuri berita dari langit; ketika
itu jin mencuri kabar dari ucapan malaikat lalu dia bisikkan ke
telinga para dukun, kemudian dia menambahkan padanya seratus
kebohongan, sehingga orang-orang pun menilai benar apa yang
diucapkannya (al-Isryad, hal. 115-116).
Adapun paranormal biasa disebut dengan istilah ‘arraf. al-Khaththabi
dan sebagian ulama lain mengatakan bahwa ‘arraf adalah orang yang
mengaku mengetahui ilmu di mana letak barang curian atau barang yang
hilang dan semacamnya (Syarh Nawawi, 7/335-336).
Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa istilah ‘arraf sudah
mencakup kahin/dukun dan para tukang ramal/paranormal (al-Qaul
al-Mufid, 1/545)
Tradisi jahiliyah dan dosa yang sangat besar
Dukun dan paranormal, bukan kejahatan baru. Mu’awiyah bin al-Hakam
as-Sulami radhiyallahu’anhu mengisahkan kepada Nabi Shallallahu'alaihi
wa sallam, “Wahai Rasulullah, ada beberapa perkara yang dahulu biasa
kami lakukan di masa jahiliyah, [di antaranya] kami sering mendatangi
dukun.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Janganlah kalian mendatangi dukun-dukun itu.” (HR. Muslim [537]).
Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
tegas melarang kita mendatangi dukun. Apabila beliau melarang umatnya
melakukan sesuatu maka itu berarti melanggarnya akan menimbulkan
kerusakan dan bahaya bagi diri manusia.
Demikian juga paranormal, menekuni profesi ini merupakan pekerjaan yang
sangat tercela dan kejahatan yang sangat besar menurut kacamata
syari’at Islam. Karena dengan mendatangi dan berkonsultasi kepada
mereka menyebabkan ibadah sholat seorang muslim menjadi tidak lagi
diterima meskipun secara hukum sah dan tidak perlu diulangi olehnya.
Shafiyyah radhiyallahu’aha menuturkan dari sebagian istri Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang
mendatangi paranormal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu perkara
maka sholatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.” (HR.
Muslim [2230]).
Kalau orang yang bertanya saja dosanya demikian besar, lalu bagaimana lagi yang ditanya?!
Kedustaan yang dibumbui dengan ceceran kebenaran
Sebagian orang menyangkal, bahwa apa yang diberitakan oleh dukun atau
paranormal sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu mereka tidak
menganggap ramalan atau ‘fatwa’ sang dukun sebagai sesuatu yang salah,
karena apa yang dikatakannya benar-benar terjadi atau sesuai dengan
keadaan. Benarkah demikian? Ibunda kaum mukminin Aisyah
radhiyallahu’anha menceritakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya para dukun itu dahulu
menceritakan kepada kami suatu perkara dan hal itu benar-benar
terjadi/sesuai dengan kenyataan.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Itu adalah kebetulan saja, suatu kalimat yang haq
telah dicuri oleh bangsa jin lalu dilontarkan ke dalam telinga kawannya
(dari bangsa manusia) dan dia tambahkan seratus kedustaan padanya.”
(HR. Muslim [2228]).
Di dalam hadits di atas, jelas sekali bahwa orang yang mengaku
mengetahui perkara gaib semacam itu dari kalangan dukun dan paranormal
adalah antek-antek dan kawan-kawan Iblis. Sebagaimana dikatakan
oleh Nabi, “Suatu kalimat yang haq telah dicuri oleh bangsa jin lalu
dilontarkan ke dalam telinga kawannya (dari bangsa manusia, pent).”
Maka jelaslah bagi kita bahwa pada hakikatnya dukun dan paranormal adalah para wali syaitan, bukan wali Allah! Meskipun mereka memakai sorban, peci, sarung, atau pun berkalungkan tasbih dan sajadah.
Menolong kok jahat?
Mungkin ada orang yang berkomentar, “Bukankah para dukun dan
paranormal itu melakukan kebaikan. Mereka melakukan itu semua demi
meringankan kesusahan sesama. Bukankah itu sebuah kebaikan, mengapa
justru dinilai sebagai kejahatan?”. Saudaraku, semoga Allah merahmatimu, siapakah yang dimaksud orang jahat itu? Bukankah mempersekutukan Allah merupakan kejahatan paling berat di atas muka bumi ini?
Allah ta’ala membenarkan ucapan Luqman kepada anaknya (yang artinya),
“Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS.
Luqman: 13).
Bukankah perkara gaib hanya diketahui oleh Allah semata? Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Katakanlah; tidak ada yang mengetahui perkara
gaib di langit maupun di bumi selain Allah.” (QS. an-Naml: 65).
Manakah yang lebih mulia; Nabi ataukah dukun? Tentu saja Nabi
jauh lebih utama, meskipun demikian ternyata Nabi pun tidak menguasai
ilmu gaib. Allah ta’ala memerintahkan, “Katakanlah (hai Muhammad); Aku
tidak menguasai kemanfaatan dan kemudharatan atas diriku kecuali sekedar apa yang dikehendaki Allah,
seandainya aku mengetahui perkara gaib niscaya aku akan terus bisa
memperbanyak kebaikan dan tidak akan pernah tertimpa keburukan…” (QS.
al-A’raaf : 188).
Nah, kalau Nabi saja tidak bisa mengetahui ilmu gaib lalu bagaimana lagi dengan manusia selainnya?!
Bagaimanakah menurutmu apabila ada orang yang mengaku dirinya lebih
hebat dan lebih mulia daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam? Apakah orang seperti itu layak untuk digelari sebagai orang baik,
wali Allah, kyai, atau orang soleh? Orang yang soleh adalah yang
senantiasa menunaikan hak Allah dan hak sesama. Dia beribadah kepada
Allah dengan ikhlas dan tidak mempersekutukan-Nya serta taat kepada
rasul-Nya. Dan dia juga menunaikan kewajiban-kewajibannya kepada
manusia; berbakti kepada orang tua, memuliakan tamu dan tetangga,
menyambung silaturahim, dan sebagainya. Sedangkan wali Allah adalah
setiap orang yang beriman dan senantiasa menjaga ketakwaannya kepada
Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya
para wali Allah itu, sama sekali tidak ada rasa takut atas mereka dan
tidak juga sedih. Mereka itu adalah orang-orang yang beriman dan
senantiasa memelihara ketakwaannya.” (QS. Yunus: 62-63).
Adapun para dukun dan paranormal, mereka itu adalah para penjahat kelas
kakap yang harus diciduk dan dijatuhi hukuman berat. Bukan harta atau
perhiasan yang telah mereka rampas dari kaum muslimin, bahkan sesuatu
yang jauh lebih berharga daripada intan berlian atau emas dan permata,
yaitu kesucian dan kemurnian aqidah tauhid yang sudah semestinya
tertanam kokoh di hati sanubari setiap mukmin dan mukminah.
Menyeret pada kekafiran
Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi
dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka sungguh dia telah kafir
kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (HR. al-Bazzar dengan sanad jayid qawiy, disahihkan al-Albani
dalam Shahih Targhib wa Tarhib [3044]).
al-Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud wahyu yang diturunkan tersebut adalah al-Kitab dan as-Sunnah (Fath al-Majid, 268).
Dalam riwayat al-Bazzar yang bersumber dari Ibnu Mas’ud
radhiyallahu’anhu dengan lafaz, “Barangsiapa yang mendatangi
paranormal, tukang sihir, atau dukun, lalu dia membenarkan perkataannya
maka sungguh dia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih Targhib wa Tarhib
[3044]).
Dalil ini menunjukkan bahwa dukun dan tukang sihir dihukumi kafir, karena mereka telah berani mengaku mengetahui ilmu gaib, padahal perbuatan itu merupakan kekafiran.
Demikian juga orang yang membenarkan perbuatan mereka dan meyakini apa
yang mereka ucapkan dan meridhai perbuatan tersebut maka hal itu juga
termasuk kekafiran, demikian papar Syaikh Aburrahman bin Hasan (Fath
al-Majid, hal. 268).
Tentu saja hal ini menunjukkan kepada kita bahwa praktek perdukunan dan paranormal -apa pun istilahnya-
merupakan penyakit masyarakat yang sangat ganas dan mematikan.
Gara-gara ulah mereka aqidah masyarakat menjadi rusak, tatanan agama
menjadi tidak lagi dihiraukan, muncul permusuhan, pengambilan harta
tanpa hak, dan pertumpahan darah di atas muka bumi. Lebih parah lagi
jika orang-orang itu -dukun/paranormal- telah dilabeli dengan gelar
kyai atau pakar pengobatan alternatif. Pada hakikatnya ini adalah
penyesatan yang dipoles dengan kata-kata yang indah.
Cinta ditolak, dukun bertindak?
Sebagian pemuda yang dimabuk asmara akibat mengobral pandangan kepada
perempuan-perempuan yang juga tidak punya rasa malu mungkin akrab dengan
slogan ini, ‘Cinta ditolak, dukun bertindak’. Ada dua hal pokok yang perlu kita kritisi dalam slogan ini. Pertama,
cinta yang salah penerapan. Ketika orang berbicara cinta, maka yang
terpikir di otak para remaja adalah pacaran, apel, nonton bareng, dan
seabrek kegiatan mendekati zina lainnya.
Yang kedua, ketika kepentingan hawa nafsu mereka tidak
terpenuhi, maka otomatis mereka lari kepada para dukun yang notebene
justru menceburkan mereka ke dalam dosa yang jauh lebih berat yaitu syirik dan kekafiran. Ini tidak jauh dengan ungkapan, ‘Lepas dari gigitan singa, terjatuh ke mulut buaya’.
Nah, tentu ini merupakan musibah dan bencana yang menghancurkan iman
dan jati diri seorang insan. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya),“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia
berkenan mengampuni dosa lain di bawah tingkatan syirik bagi orang yang
dikehendaki-Nya.” (QS. an-Nisaa’: 116).
Perhatikanlah, inilah realita umat yang hari ini kita hadapi… Ketika
aqidah dan akhlak generasi muda telah terkikis dan luntur dari lubuk
hati mereka, maka secara otomatis syaitan dan bala tentaranyalah yang
bekerja dan memegang kendali dalam tubuh dan akal pikiran mereka. Maka
tidaklah mengherankan jika banyak remaja yang menggandrungi kisah-kisah
fiksi yang menyajikan lika-liku dunia perdukunan dan sihir menyihir,
bahkan ia menempati posisi best seller yang terjual laris dalam waktu
yang singkat, laa haula wa laa quwwata illa billaah!
Sementara di sisi lain, kita saksikan kitab-kitab para ulama salaf
masih menjadi barang langka yang menghiasi rak dan meja para pemuda dan
generasi penerus perjuangan Islam di masa depan. Jangankan memiliki
kitabnya, membaca tulisan arab gundul pun mereka tidak sanggup
melakukannya… Sungguh memprihatinkan, sebuah umat yang telah diwarisi
dengan al-Kitab dan as-Sunnah oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun justru lebih menggandrungi kitab-kitab ’sihir’ yang memalingkan mereka dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ketika dahulu para sahabat asyik menelaah dan menyimak hadits-hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perbincangan mereka
sehari-hari -sampai-sampai mereka menangis-, namun pada hari ini kita
saksikan obrolan kaum muda hanya dipenuhi dengan gelak tawa dan isak
tangis palsu gara-gara menonton film favorit, pertandingan sepak bola
yang sarat dengan suporter ala jahiliyah, dan artis idola atau ramalan
bintang anda hari ini, fa inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun.
Merebut kursi basah dengan sowan kepada ’simbah’
Kedudukan dan pangkat telah melupakan sebagian orang. Demi meraih
kedudukan strategis dalam perusahaan atau pemerintahan maka orang rela untuk menjual agamanya.
Sebagian orang, sebelum menentukan langkah-langkah politik dan
strategi untuk mencapai puncak pimpinan maka dia sowan (menghadap) dulu
kepada simbah (orang pintar alias dukun) yang di sebagian daerah biasa
dijuluki oleh masyarakat sebagai kyai. Maka berbagai persyaratan pun
diajukan agar konsumen tersebut bisa mendapatkan apa yang dia harapkan.
Setelah itu, sang dukun mengobral ramalan dan menceritakan wahyu atau
wangsit yang didapatkannya. Benar, dia telah mendapatkan wahyu, namun
sayang wahyunya bukan dari Allah tapi dari Syaitan la’natullahi ‘alaih.
Sebagaimana dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
ramalan mereka, “Itu adalah kebetulan saja, suatu kalimat yang haq
telah dicuri oleh bangsa jin lalu dilontarkan ke dalam telinga
kawan/walinya (dari bangsa manusia) dan dia tambahkan seratus kedustaan
padanya.” (HR. Muslim [2228]).
Inilah sekelumit gambaran tentang dunia ramal meramal dan perdukunan
yang telah meracuni atmosfer kehidupan kaum muslimin di berbagai
daerah. Apa yang tertuang di sini hanyalah sebagian kecil dari berbagai
bentuk praktek perdukunan dan sihir menyihir yang ternyata memang ada
dan terjadi di masyarakat kita. Jalan keluar darinya adalah dengan kembali kepada bimbingan al-Kitab dan as-Sunnah
yang menuntun kita untuk mencuci bersih hati kita dari segenap kotoran
keyakinan dan mengisinya dengan siraman ayat-ayat suci dan wasiat
‘kanjeng’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak akan tercapai kejayaan umat ini kecuali dengan tauhid,
sebagaimana tidak akan selamat seorang hamba di ‘mahkamah’ peradilan
Allah kelak di hari kiamat kecuali dengan tauhid. Sudah saatnya, bagi
setiap individu muslim untuk menyadari bahaya besar ini (baca: syirik)
dan berjuang untuk menyelamatkan aqidah mereka dan saudara-saudaranya
dari tipu daya para dukun dan paranormal yang gemar menebar ocehan-ocehan gombal. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam, walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. [Ari Wahyudi]
________________
http://buletin.muslim.or.id/aqidah/mereka-adalah-penjahathttp://faisalchoir.blogspot.com/2011/10/dukun-paranormal-atau-sejenisnya-mereka.html