Dalam bagian ini beliau membahas
status seorang muslim yang melakukan kemusyrikan seperti memberi
sesaji untuk selain Allah. Orang semacam ini apakah masih kita nilai
sebagai seorang muslim sehingga sah shalat berjamaah yang kita lakukan
dengan bermakmum kepadanya dan hewan yang dia sembelih. Ataukah orang
semacam ini dinilai sebagai orang musyrik sehingga kita tidak boleh
bermakmum kepadanya dan tidak boleh memakan hewan sembelihannya.
الدافع
السادس: و ذكره ابن القيم في مفتاح دار السعادة و ذكره في مدارج السالكين
الآ و هو الجهل. الجهل سبب من أسباب الكفر لكن انتبه في حق من لم يدخل في
الإسلام لو أن يهوديا أو نصرانيا لم يدخل في الإسلام جهلا بالإسلام هل
يعتبر مسلما؟ لا يعتبر مسلما, يعتبر كافرا.
Syeikh Abdul Aziz ar Rais
mengatakan, “Sebabnya kekafiran yang keenam adalah apa yang disebutkan
oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab beliau, Miftah Dar al Sa’adah dan Madarij al Salikin yaitu kebodohan. Kebodohan tentang agama adalah salah satu sebab kekafiran akan tetapi- ingat- untuk orang yang tidak masuk ke dalam Islam.
Artinya jika ada orang Yahudi atau Nasrani yang tidak masuk Islam
karena tidak tahu (bodoh) dengan Islam maka apakah dia dinilai sebagai
seorang muslim? Jawabannya tentu dia tidak dianggap sebagai seorang
muslim namun dianggap sebagai orang kafir.
قال تعالى: و إن أحد من المشركين استجارك فأجره حتي يسمع كلام الله. سماه مشركا قبل أن يسمع كلام الله. هذا هو كافر أصلي.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan
jika ada seorang musyrik yang meminta perlindungan kepadamu maka
lindungilah dirinya sehingga dia bisa mendengar firman-firman Allah” (QS at Taubah:6).
و
خرج مسلم من حديث أبي هريرة, قال – صلي الله عليه و سلم-: والذي نفسي
بيده لا يسمع بي يهودي و لا نصراني ثم لم يؤمن بي إلا أدخله الله النار.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi
zat yang jiwaku ada di tangan-Nya tidak ada seorang pun Yahudi ataupun
Nasrani yang mendengar keberadaanku kemudian dia tidak beriman
kepadaku kecuali pasti Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”.
سماه
يهوديا و نصرانيا و حكم عليه بالنار الذي سمع به. أما الذي لم يسمع به
فلم يحكم عليه بالنار و هو يهودي و نصراني. فانتبه إلي هذا الأمر المهم,
كل من لم يدخل الإسلام من اليهود و النصاري و المجوسيين وغيرهم, هم كفار
حتي و لو كانوا جهالا. لكن, هل هم في النار أم لا؟ هذا أمره إلي الله. هو
يمتحن يوم القيامة. أما من يسمع بدين الرسول و عرف و أصر علي كفره فمصيره
النار. أما من لا فمصيره إلي الله يمتحنه الله يوم القيامة.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menyebut orang tersebut sebagai Yahudi atau Nasrani dan beliau vonis
dengan neraka jika dia telah mendengar keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan non muslim yang belum mendengar dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak beliau vonis dengan neraka namun tetap disebut sebagai Yahudi
atau Nasrani. Perhatikanlah perkara yang penting ini yaitu bahwa semua
orang yang tidak masuk Islam baik Yahudi, Nasrani, Majusi ataupun yang
lainnya adalah orang kafir meski mereka itu bodoh/tidak mengerti tentang Islam. Akan tetapi apakah orang semacam ini di neraka atau tidak maka itu sepenuhnya terserah Allah.
Allah akan menguji mereka pada hari Kiamat. Sedangkan orang yang telah
mendengar dan mengenal Islam namun tetap bertahan dalam kekafirannya
maka tempat kembalinya adalah neraka. Sedangkan orang yang tidak
mengenal Islam maka tempat kembalinya di Akherat itu terserah Allah.
Allah akan mengujinya pada hari Kiamat nanti.
إذا قال: والذي نفسي بيده لا يسمع بي يهودي و لا نصراني ثم لم يؤمن بي إلا أدخله الله النار. معناه أن من لم يسمع بي ليس كذلك.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Demi
zat yang jiwaku ada di tangan-Nya tidak ada seorang pun Yahudi ataupun
Nasrani yang mendengar keberadaanku kemudian dia tidak beriman
kepadaku kecuali pasti Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”. Artinya orang yang belum pernah mendengar dakwah Nabi itu nasibnya tidaklah demikian.
بإجماع
أهل العلم ليس المراد مجرد السماع من غير الفهم, كما حكا الشيخ إسحاق بن
عبد الله بن حسن. و إنما المراد السماع المصحوب بالفهم.
Para ulama bersepakat bahwa yang dimaksud dengan ‘mendengar’
dalam hadits ini bukanlah semata-mata mendengar yang tidak diiringi
dengan kepahaman. Ijma ini diceritakan oleh Syeikh Ishaq bin Abdullah
bin Hasan. Sehingga yang dimaksud dengan ‘mendengar’ di sini adalah mendengar yang diiringi dengan kepahaman.
لذلك
إذا جاء مسلم إلي رجل لا يعرف لغة العربية و قرأ عليه القرآن و شرح عليه
الإسلام و لكن لا يفهم ما يقول, هل سمعه هذا الكافر؟ سمعه لكن لا يصحب
السماع فهم .إذا المراد السماع المصحوب بالفهم, لكن ما الفهم المراد؟ هل
المراد لا بد أن يفهم فهم أبي بكر و عمر؟ هذا لم يكن به أحد. و إنما المراد
أن يفهم فهما يدرك به الخطاب.
Oleh karena itu, jika ada
seorang muslim yang menemui orang kafir yang tidak tahu menahu tentang
bahasa Arab lalu dia bacakan kepada orang kafir tersebut al Qur’an dan
dia jelaskan kepadanya ajaran Islam dengan bahasa Arab, maka tentu
orang kafir tersebut tidak faham dengan apa yang dikatakan oleh si
muslim. Apakah orang kafir ini dinilai telah ‘mendengar’? Orang kafir tersebut telah mendengar namun ‘mendengarnya’ tidak diiringi dengan kepahaman. Jadi mendengar yang dimaksudkan adalah mendengar yang diiringi dengan kepahaman.
Akan tetapi kepahaman seperti apakah yang dimaksudkan dalam hal ini?
Apakah yang dimaksudkan adalah kepahaman sebagaimana kepahaman Abu Bakar
dan Umar? Tentu tidak ada orang yang bisa semacam ini. Kepahaman yang
dimaksudkan adalah memahami makna perkataan yang disampaikan kepadanya.
هذا
في حق من؟ في حق اليهود و النصراني. لأن أمره إلي الله. هو الذي سيدخله
النار أو لا يدخله النار. الله أعلم به. و إنما الإشكال يأتي فيما بعد هذا.
و هو الرجل المسلم الذي تلبس بالكفر أو الشرك جهلا. هل يعتبر مشركا أو
كافرا؟
Ketentuan ini berlaku untuk
Yahudi dan Nasrani karena nasib akhir mereka itu terserah kehendak
Allah. Allahlah yang akan memasukkan mereka ke dalam neraka atau tidak
memasukkan mereka ke dalam neraka. Allahlah yang lebih tahu. Namun yang
jadi masalah adalah perkara berikut ini yaitu seorang muslim yang melakukan kekafiran atau kemusyrikan karena tidak tahu. Apa orang semacam ini dinilai musyrik ataukah kafir?
مثل
هذه المسألة اختلف فيها علماء عصرنا علي القولين. و ذكر الإمام عبد
العزيز بن عبد الله بن بازو الإمام محمد بن صالح العثيمن و العلامة المحدث
مقبل بن الهادي الوادعي و العلامة المحدث عبد المحسن العباد إن في هذه
المسألة قولين عند أهل السنة. و هي من المسائل الإجتهادية.
Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama di zaman ini. Ada dua pendapat
dalam masalah ini. Imam Abdul Aziz bin Baz, Imam Muhammad Sholih al
Utsaimin, Allamah Muhaddits Muqbil bin Hadi al Wadi’i dan Allamah
Muhaddits Abdul Muhsin al Abbad menyebutkan bahwa ahli sunnah memiliki
dua pendapat dalam masalah ini. Jadi masalah ini termasuk masalah
ijtihadi.
هذا أهم ما ينبغي أن نعرفه لأن للأسف قد حصل النزاع الكثير بين إخواننا في العذر بالجهل و عدم العذر بالجهل.
Inilah yang paling penting untuk
kita ketahui karena sangat disayangkan terdapat perselisihan yang
berkepanjangan di antara saudara-saudara kita, sesama ahli sunnah
tentang apakah pelaku kemusyrikan karena tidak tahu itu dimaafkan
ataukah tidak.
و
الذي يهمني أن تفهم أن في المسألة قولين عند أهل السنة فعلي هذا لا ينبغي
لك أن لا تشنع علي و لا ينبغي لي أن أشنع عليك. ندرسها كأي مسألة من غير
ولاء ولا براء عليه, من غير حب و بغض فيها. فهي من جملة مسائل أهل العلم
الاجتهادية كما نص علي هذا من تقدم ذكر أسمائهم.
Yang paling penting adalah anda
mengerti bahwa dalam masalah ini terdapat dua pendapat di antara para
ulama ahli sunnah. Karena itu tidak layak bagi anda untuk mencelaku dan
tidak layak bagiku untuk mencela anda. Hendaknya kita kaji
permasalahan ini sebagaimana permasalahan-permasalahan yang lain, tidak dijadikan sebagai tolak ukur kawan dan lawan atau tolak ukur cinta dan benci.
Masalah ini adalah bagian dari masalah ijtihadi yang diperselisihkan
oleh para ulama sebagaimana penegasan para ulama yang nama-nama mereka
telah disebutkan di atas.
لأجل
هذا لن أذكر المسألة, مسألة هل الجهل مانع من تكفير المعين حتي لا ندخل
في النزاعات اشتغل فيها الكثيرون لكن يهمني أهم شيء أن تفهم أن في المسألة
قولين عند أهل السنة. فلا ينبغي أن نشغل أنفسنا فيها.
Oleh karena itu, saya tidak akan
membahas masalah ini yaitu masalah apakah ketidaktahuan itu termasuk
faktor penghalang vonis kafir untuk individu tertentu ataukah tidak
sehingga kita tidak masuk dalam kancah sengketa yang telah menyibukkan
banyak orang. Namun yang paling penting adalah anda mengerti bahwa
dalam masalah ini ada dua pendapat di antara kalangan ahli sunnah. Oleh
sebab itu, janganlah kita menyibukkan diri kita dalam masalah ini”.
http://ustadzaris.com/bila-muslim-berbuat-kemusyrikan
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/06/bila-muslim-berbuat-kemusyrikan.html