Rabu, 01 Januari 2014

Fenomena Akhir Zaman

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan tentang akhir zaman dan apa yang terjadi di sana, amatlah penting bagi kita untuk mengetahui kejadian-kejadian itu agar kita dapat menyelamatkan diri dan segera menaiki perahu Nuh, karena seorang mukmin sangat khawatir agamanya rusak, maka ia pun lari menyelamatkan agamanya, walaupun ia harus tinggal di lembah-lembah yang jauh.

            Lalu apakah kejadian yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar kita mempelajarinya? Di antaranya adalah:

1. Munculnya fitnah yang bergelombang. 

Fitnah yang bergelombang bagaikan gelombang lautan, silih berganti menerpa kehidupan manusia, fitnah ini telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Hudzaifah radliyallahu ‘anhu bercerita,

كُنَّا عِنْدَ عُمَرَ فَقَالَ أَيُّكُمْ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْفِتَنَ فَقَالَ قَوْمٌ نَحْنُ سَمِعْنَاهُ فَقَالَ لَعَلَّكُمْ تَعْنُونَ فِتْنَةَ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَجَارِهِ قَالُوا أَجَلْ قَالَ تِلْكَ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ وَلَكِنْ أَيُّكُمْ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْفِتَنَ الَّتِي تَمُوجُ مَوْجَ الْبَحْرِ قَالَ حُذَيْفَةُ فَأَسْكَتَ الْقَوْمُ فَقُلْتُ أَنَا قَالَ أَنْتَ لِلَّهِ أَبُوكَ قَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ

“Kami berada di sisi Umar, lalu ia berkata: “Siapakah diantara kalian yang mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan fitnah ?” Mereka menjawab: “Kami mendengarnya”. Ia berkata: “Mungkin yang kalian maksud adalah fitnah seseorang pada keluarga dan tetangganya?” Mereka menjawab: “Ya”. Ia berkata: “Fitnah itu dapat ditebus dengan shalat, puasa dan shadaqah. Akan tetapi siapa diantara kamu yang mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan fitnah yang bergelombang seperti gelombang lautan ?” Hudzaifah berkata: “Orang-orang diam, maka aku berkata: “Aku mendengarnya”. Ia berkata: “Engkau, bagus sekali”. Hudzaifah berkata: ” Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Fitnah akan ditampakkan kepada hati seperti tikar seutas demi seutas, hati mana saja yang menerimanya akan diberikan titik hitam dan hati mana saja mengingkarinya akan diberi titik putih, sehingga menjadi dua hati: Hati yang putih bagaikan batu shofa, tidak terpengaruh oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada, dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan hawa nafsunya”. (HR Muslim).[1] 

            Al Hafidz ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan makna fitnah yang bergelombang itu, katanya: “Adapun fitnah yang umum yaitu fitnah yang bergelombang seperti gelombang lautan yang datang silih berganti, fitnah yang pertama kali terjadi adalah terbunuhnya Utsman bin Affan, kemudian munculnya perpecahan diantara kaum muslimin, sebagian kelompok mengkafirkan kelompok lainnya dan menumpahkan darah saudaranya…”.[2] 

            Subhanallah, fitnah ini amat dahsyat karena berasal dari syubhat pemikiran yang merusak atau syahwat ketamakan terhadap kesenangan dunia, sehingga diantara manusia ada yang beriman di pagi hari dan di sore harinya menjadi kafir, ia beriman di sore hari dan di pagi harinya ia menjadi kafir, sebagaimana dalam hadits:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

“Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah yang bagaikan malam yang gelap gulita, seseorang beriman di waktu pagi dan menjadi kafir di waktu sore, beriman di waktu sore dan menjadi kafir di waktu pagi, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia”. (HR Muslim).[3]
 

            Al Hasan Al Bashri berkata: “Beriman di waktu pagi” artinya di waktu pagi ia masih mengharamkan darah, harta dan kehormatan saudaranya, namun di waktu sore ia menganggapnya halal”.[4] 

Ini adalah salah satu contoh yang diberikan oleh imam Al Hasan Al bashri, beliau mengisyaratkan kepada syubhat pemikiran yang amat kuat sehingga ia menganggap halal darah dan harta saudaranya yang sebelumnya ia haramkan. Syahwat ketamakan menjadikan gelap mata dan pikiran, maka ia tidak peduli dengan batasan-batasan Allah dan berusaha menghalalkan apa yang Allah haramkan dengan berbagai macam cara.

            Seorang mukmin yang hatinya bercahaya dengan iman dan telah merasakan manisnya iman, merasa khawatir agamanya menjadi rusak oleh fitnah yang dahsyat ini, ia berkata: “Inilah yang akan membinasakanku”. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ مُهْلِكَتِي ثُمَّ تَنْكَشِفُ وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ هَذِهِ

“Datang fitnah, maka seorang mukmin berkata: “Ini yang akan membinasakanku”. Kemudian fitnah itu pergi, lalu datang lagi fitnah lain, maka seorang mukmin berkata: “Ini yang akan membinasakanku…”. (HR Muslim).[5] 

            Maka selamatkanlah dirimu wahai hamba Allah ! larilah dengan membawa agamamu ! walaupun engkau harus tinggal di puncak gunung atau di lembah-lembah

يُوشِكَ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ يَفِرُّ بِدِينِهِ مِنْ الْفِتَنِ

“Hampir-hampir harta seseorang yang paling baik adalah kambing yang ia pelihara di puncak gunung dan lembah, ia lari membawa agamanya dari fitnah”. (HR Bukhari).[6] 

            Ibnu Rajab berkata: “Ia lari karena khawatir agamanya akan rusak akibat masuk ke dalam fitnah, karena orang yang masuk dalam fitnah dan ikut berperang merebut tahta tak akan selamat dari dosa, ia akan membunuh orang yang haram darahnya atau mengambil harta dengan tanpa hak atau setidaknya ia membantunya baik dengan perkataan dan sebagainya…”.[7]

Sebab-sebab munculnya fitnah yang bergelombang

            Yang harus kita ingat bahwa munculnya fitnah ini adalah merupakan kehendak kauniyah dari Allah Rabbul ‘alamin, dan dibaliknya ada hikmah-hikmah yang agung diantaranya adalah bahwa Allah ingin menguji sebagian manusia dengan sebagian lainnya, agar diketahui orang yang benar keimanannya dari orang yang binasa, Allah berfirman:

إِلاَّمَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Kalaulah Rabbmu menghendaki, Ia akan menjadikan manusia satu umat, namun mereka akan senantiasa berselisih. Kecuali orang yang dirahmati oleh Rabbmu, untuk itulah Allah menciptakan mereka, dan telah sempurna kalimat Rabbmu bahwa sesungguhnya Aku benar-benar akan memenuhi Neraka Jahannam dengan Jin dan manusia semuanya”. (Huud : 119).

            Munculnya fitnah ini pasti karena adanya sebab-sebab yang telah Allah kehendaki, diantara sebab itu adalah:

Pertama : Makar musuh islam terhadap kaum muslimin. 

            Semenjak munculnya islam yang menerangi pelosok-pelosok negeri, musuh-musuh islam tak pernah diam melakukan makar dan tipu daya terhadap kaum muslimin, makar yang pertama kali mereka lakukan adalah pembunuhan Umar bin Khathab radliyallahu ‘anhu oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lulu’ah semoga Allah melaknatnya. Dengan terbunuhnya Umar pecahlah pintu fitnah dan datanglah gelombang fitnah yang tak pernah berhenti sampai hari ini.

            Di zaman Utsman bin Affan, menyusup musuh islam yang bernama Abdullah bin Saba orang Yahudi yang pura-pura masuk islam, ia melancarkan tipu dayanya dengan cara memprovokasi dan memanas-manasi hati kaum muslimin dengan seruannya yang menipu dibawah kalimat “amar ma’ruf nahi mungkar” seraya berkoar: “Umat ini butuh kepada ishlah, dan kebaikan negeri ini telah hilang dan rusak dan sebab utamanya adalah khalifah Utsman bin Affan, dan tidak mungkin terjadi ishlah kecuali dengan memulai dari kekhilafahan”.[8] 

            Maka berkumpullah orang-orang bodoh yang termakan oleh provokasi dan makar busuk orang Yahudi itu di bawah bendera Abdullah bin Saba, mereka mengepung Utsman bin Affan dan terjadilah peristiwa yang memilukan dimana mereka membunuh Utsman dengan amat bengis dan kejam. Dan Abdullah bin Saba terus beraksi dengan meniup api permusuhan sehingga terjadilah perang saudara di antara kaum muslimin, disamping itu ia menyebarkan pemikiran sesat yang mengatakan bahwa Ali adalah orang yang berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah, bahkan menyatakan bahwa Ali adalah titisan Allah.

            Perpecahan demi perpecahan terus muncul akibat pemikiran yang menyesatkan, munculnya khawarij, syi’ah, murji’ah, qadariyah dan firqah sesat lainnya semakin merobek dan mencabik-cabik kaum muslimin, sebagian mereka mengkafirkan dan menumpahkan darah  sebagian yang lainnya.

            Terlebih di zaman ini, musuh-musuh islam terus menerus merusak negeri-negeri islam baik dengan kekuatan bersenjata atau menguasai perekonomian dan media atau menebarkan pemikiran yang menyesatkan, menuduh islam sebagai agama teroris bahkan melecehkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

            Kita memohon kepada Allah agar mengagalkan segala makar dan tipu daya mereka, dan menjadikannya senjata makan tuan untuk mereka, sesungguhnya Dia Maha kuat lagi Maha perkasa.

Kedua: Sikap remeh untuk ittiba’ kepada Al Qur’an dan sunnah terutama dalam perselisihan. 

            Karena kunci kebinasaan adalah menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hendaklah waspada orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya untuk ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih”. (An Nuur : 63).

            Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Maksud ayat itu adalah hendaklah orang yang menyelisihi syari’at Rasul waspada dan takut (untuk ditimpa fitnah) di dalam hati mereka berupa kekafiran, atau kemunafikan atau bid’ah, (atau ditimpa adzab yang pedih) di dunia dengan dibunuh, atau ditegakkan had atau dipenjara dan sebagainya”.[9] 

             Ayat ini amat dalam dan tajam, memberitakan kepada kita penyakit yang menimpa umat ini dan sebab-sebabnya, yang terbesar adalah menyelisihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika umat ini menyelisihi Rasul datanglah bencana besar berupa fitnah yang bergelombang, kaum muslimin pun terpecah belah karena lebih berbangga kepada ra’yunya dan hawa nafsu kelompoknya, masing-masing kelompok mempunyai tokoh dan fanatisan yang siap membela kelompok atau pemimpinnya bila diusik atau dikeritik. Benar apa yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah banyak bertanya dan menyelisihi Nabi mereka”. (HR Bukhari dan Muslim).[10] 

Ketiga: Munculnya maksiat dan ditinggalkannya amar ma’ruf dan nahi munkar. 

            Tersebarnya kesyirikan, bid’ah, khurafat, dan maksiat adalah musibah yang melanda kaum muslimin, sampai-sampai kesyirikan dianggap tauhid dan tauhid dianggap syirik, sunnah dianggap bid’ah dan yang ma’ruf dianggap sebagai kemungkaran, disamping itu kaum muslimin disibukkan dengan urusan duniawi dan mengikuti hawa nafsu dan syahwat. Cinta dunia membuat mereka mabuk dan tak perduli dengan agama Allah sehingga mereka tak mau bahkan enggan untuk membela agama-Nya, akhirnya kehinaanlah yang menguasai mereka.

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Apabila kamu berjual beli dengan cara riba, mengambil ekor sapi, rela dengan tanaman dan meninggalkan jihad (membela agama)[11], Allah akan kuasakan kehinaan kepadamu dan Dia tidak akan mencabutnya sampai kamu kembali kepada agamamu (yang benar)”. (HR Abu Dawud dan lainnya).[12] 

            Di sisi lain, para pemuka agama banyak yang diam seribu bahasa, bahkan menyembunyikan kebenaran karena mengharapkan suara dan sedikit dari kesenangan dunia, sehingga gelombang fitnah semakin dahsyat, dan bencana datang bertubi-tubi karena ulah perbuatan manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي ثُمَّ يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا ثُمَّ لَا يُغَيِّرُوا إِلَّا يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ

“Tidaklah maksiat dilakukan pada suatu kaum, tetapi mereka tidak mengingkarinya padahal mereka mampu merubahnya kecuali Allah akan meratakan adzab kepada mereka”. (HR Abu Dawud dan lainnya).[13] 

Keadaan ini membuat panas hati orang-orang yang masih ada padanya secercah cahaya iman, mereka pun bangkit dengan semangat yang membara, namun sayang semangat yang tidak di dampingi oleh ilmu dan ulama, yang ada hanya semangat membabi buta, hingga islam semakin terkesan keras dan arogan. Kita hanya bisa mengerutkan dahi dan berkata kepada mereka: “Terima kasih untuk kalian wahai pemuda islam, semoga Allah memberikan pahala atas niatmu yang baik dan kecemburuanmu terhadap islam, bekalilah dirimu dengan ilmu dan cintailah para ulama, mintalah nasehat kepada mereka sebelum melakukan aksi, agar perjuanganmu di berkahi oleh Allah dan tidak menimbulkan mafsadah yang lebih besar…”.

Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com

[1] Muslim 1/128 no 144.
[2] Ibnu Rajab, fathul bari 3/36 tahqiq Abu Mu’adz Thariq bin ‘Audlullah bin Muhamad.
[3] Muslim 1/110 no 118.
[4] Al Baghawi, syarhussunnah 15/15 tahqiq Syu’aib Al Arnauth.
[5] Muslim 3/1472 no 1844.
[6] Bukhari no 19.
[7] Ibnu Rajab, Fathul bari 1/100.
[8] Muhamad Al ‘Aqil, Al Fitnah hal 47.
[9] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Adziem 5/435 tahqiq Hani Al Haj.
[10] Bukhari no 7288 dan Muslim 2/975 no 1337.
[11] Artinya lebih mencintai dunia dan tidak mau membela agama Allah.
[12] Abu Dawud no 3462 dari jalan Haywah bin Syuraih dari Ishaq Abu Abdirrahman Al Khurrasani dari ‘Atha Al Khurrasani dari Nafi’ dari ibnu Umar. Qultu: “Sanad hadits ini lemah karena Ishaq bin Asid Abu Abdirrahman adalah perawi yang lemah demikian pula ‘Atha Al Khurrasani. Namun imam Ahmad no 4593 meriwayatkan dari jalan Abu Bakar bin ‘Ayyasy dari Al A’masy dari Atha’ bin Abi Rabah dari ibnu Umar. Qultu: “Sanad ini shahih”. Dan hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah hadits shahih no 11.
[13] Abu Dawud no 4338 dari jalan Husyaim dari Isma’il bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Abu Bakar Ash Shiddiq. Qultu: “Sanad hadits ini shahih”. Dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah hadits shahih no 3353. 

2. Tersebarnya kebodohan dalam agama. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan diwafatkannya para ulama, sehingga apabila ulama tidak tersisa lagi, orang-orang akan mengambil pemimpin-pemimpin (agama) yang bodoh, mereka ditanyai lalu berfatwa dengan tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”. (HR Bukhari dan Muslim).[1] 

            Hadits ini mengabarkan kepada kita bahwa ilmu akan dicabut dengan diwafatkannya para ulama dan bila ilmu dicabut pastilah akan tersebar kebodohan terhadap ilmu agama, dan kebodohan ini akan terus berlanjut sampai tidak dikenal lagi apa itu shalat, zakat, puasa dan haji.

يَدْرُسُ الْإِسْلَامُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْيُ الثَّوْبِ حَتَّى لَا يُدْرَى مَا صِيَامٌ وَلَا صَلَاةٌ وَلَا نُسُكٌ وَلَا صَدَقَةٌ وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي لَيْلَةٍ فَلَا يَبْقَى فِي الْأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنْ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ يَقُولُونَ أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَنَحْنُ نَقُولُهَا

فَقَالَ لَهُ صِلَةُ مَا تُغْنِي عَنْهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَهُمْ لَا يَدْرُونَ مَا صَلَاةٌ وَلَا صِيَامٌ وَلَا نُسُكٌ وَلَا صَدَقَةٌ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ رَدَّهَا عَلَيْهِ ثَلَاثًا كُلَّ ذَلِكَ يُعْرِضُ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ فِي الثَّالِثَةِ فَقَالَ يَا صِلَةُ تُنْجِيهِمْ مِنْ النَّارِ ثَلَاثًا

“Islam akan punah sebagaimana hilangnya hiasan di baju hingga tidak diketahui lagi apa itu puasa, shalat, haji tidak juga shadaqah, dan suatu malam nanti Al Qur’an akan hilang sehingga tidak ada satupun ayat di muka bumi ini. Dan akan tersisa beberapa orang yang telah tua renta yang mengatakan: “Kami mendapati ayah-ayah kami di atas kalimat ini: “Laa ilaaha illallah”. Dan kami pun mengucapkannya”.

            Shilah berkata: “Laa ilaaha illallah tidak bermanfaat untuk mereka karena mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, haji dan shadaqah”. Hudzaifah berpaling darinya sementara shilah mengulang perkataanya sampai tiga kali, di kali yang ketiga Hudzaifah berkata: “Wahai shilah, kalimat itu menyelamatkan mereka dari api Neraka 3x”. (HR Ibnu Majah).[2] 

            Dan itu adalah tanda-tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا

“Diantara tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan, arak diminum, dan zina menjadi tampak”. (HR Bukhari dan Muslim).[3] 

            Cobalah survei, bila kita pergi ke pasar misalnya; berapa banyak pedagang yang mengetahui fiqih jual beli, berapa banyak orang yang mengetahui shalat dan wudlu yang sesuai dengan sunnah, berapa banyak yang pakaiannya sesuai dengan syari’at… sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 

3. Banyak penceramah dan sedikit ulama. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 إِنَّكُمْ أَصْبَحْتُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيْرٍ فُقَهَاؤُهُ، قَلِيْلٍ خُطَبَاؤُهُ، قَلِيْلٍ سُؤَّالُهُ، كَثِيْرٍ مُعْطُوهُ، الْعَمَلُ فِيْهِ خَيْرٌ مِنَ الْعِلْمِ. وَسَيَأْتِي زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيْرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيْرٌ سُؤَّالُهُ، قَلِيْلٌ مُعْطُوهُ،الْعِلْمُ فِيْهِ خَيْرٌمِنَ الْعَمَلِ.

“Sesungguhnya kalian hidup di zaman yang ulamanya banyak dan penceramahnya sedikit, sedikit yang minta-minta dan banyak yang memberi, beramal pada waktu itu lebih baik dari berilmu. Dan akan datang suatu zaman yang ulamanya sedikit dan penceramahnya banyak, peminta-minta banyak dan yang memberi sedikit, berilmu pada waktu itu lebih baik dari beramal”. (HR Ath Thabrani dalam mu’jam kabirnya).[4] 

            Fenomena ini telah kita lihat dengan mata kepala, banyak orang berlomba-lomba terjun ke medan dakwah, berbicara masalah agama dengan modal kepandaian bersilat lidah, majlis yang penuh gelak ketawa menjadi trend yang dalam berdakwah, para artis dan bintang film pun tak malu untuk memposisikan diri sebagai penceramah, ajaibnya lagi anak kecil dilatih pandai berdakwah sebelum mereka menuntut ilmu Allah.. Ya Rabbi.. 

4. Tahun-tahun yang menipu dan munculnya Ruwaibidlah. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang menipu, orang yang dusta dianggap jujur, orang yang jujur dianggap dusta, orang yang suka berkhianat diberikan amanah, dan orang yang amanah dianggap pengkhianat, dan akan berbicara Ruwaibidlah”. Dikatakan: “Apa itu Ruwaibidlah ?” Ia berkata: “Orang bodoh berbicara dalam perkara yang berhubungan dengan keumuman manusia”. (HR Ibnu Majah dan lainnya).[5] 

            Di zaman ini kita melihat apa yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah terjadi, orang yang tidak amanah dan korup mudah naik jabatan sementara orang yang jujur dan amanah dimusuhi, diangkat seseorang untuk mengurus urusan besar padahal ia tidak mampu dan tidak cakap dalam bidangnya, para ruwaibidlah berbicara tentang urusan yang bukan bidangnya seperti masalah politik, masalah negara, atau masalah agama yang berhubungan dengan keumuman manusia, sehingga keadaan menjadi kacau balau. Andaikan orang-orang bodoh itu diam dan tahu diri, tentu Allah akan merahmatinya.

Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com

[1] Bukhari no 100 dan Muslim 4/2058 no 2673.
[2] Ibnu Majah no 4049: Haddatsana Ali bin Muhammad haddatsana Abu Mu’awiyah dari Abu Malik Al Asyja’iy dari Rib’iy bin Hirasy dari Hudzaifah. Qultu: “Sanad ini hasan karena Ali bin Muhammad yaitu bin Abil Khashib shaduq, namun ia dimutaba’ah oleh Abu Kuraib Muhammad bin Al ‘Ala dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam Al Bahruz Zakhor no 2467 sehingga hadits ini menjadi shahih, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 87.
[3] Bukhari no 80 dan Muslim 4/2056 no 2671.
[4] No 3111, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 3189.
[5] Ibnu Majah no 4036 dan sanadnya lemah karena ada perawi yang dla’if yang bernama Abdul Malik bin Qudamah Al Jumahi, namun imam Ahmad no 8105 meriwayatkan dari jalan Fulaih dari Sa’id bin ‘Ubaid bin As Sabbaq dari Abu Hurairah, dan fulaih bin Sulaiman bin Abul Mughirah dikatakan oleh Al Hafidz: “Shaduq banyak salahnya”. Sehingga sanad ini terangkat menjadi hasan. Dan hadits ini mempunyai syawahid yang menguatkannya diantaranya hadits Anas bin Malik diriwayatkan oleh Ahmad dan dalam sanadnya ada Muhamad bin Ishaq ia perawi mudallis dan telah meriwayatkan dengan lafadz ‘an sehingga menjadi lemah, namun ia mengangkat hadits di atas menjadi shahih, dan hadits ini Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 1887. 

5. Orang shalih dihina dan orang jahat dimuliakan, ditutupnya pintu amal, dan selain kitabullah dijadikan panduan. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مِنْ اقْتِرَابِ السَّاعَةِ أَنْ تُرْفَعَ الأَشْرَارُ وَ تُوْضَعَ الأَخْيَارُ وَ يُفْتَحَ الْقَوْلُ وَ يُخْزَنَ الْعَمَلُ وَ يُقْرَأُ بِالْقَوْمِ الْمَثْنَاةُ لَيْسَ فِيْهِمْ أَحَدٌ يُنْكِرُهَا قِيْلَ : وَ مَا الْمَثْنَاةُ ؟ قَالَ : مَا اكْتُتِبَتْ سِوَى كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ

“Diantara (tanda) dekatnya hari kiamat adalah dimuliakannya orang-orang yang buruk, dihinakannya orang-orang yang terpilih (shalih), dibuka perkataan, dan di kunci amal, dan dibacakan Al Matsnah di suatu kaum, tidak ada pada mereka yang berani mengingkari (kesalahannya)”. Dikatakan: “Apakah Al Matsnah itu ? beliau menjawab: “Semua yang dijadikan panduan selain kitabullah ‘Azza wa Jalla”. (HR Al Hakim).[1]

Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tiga kejadian, yang pertama adalah dimuliakannya orang-orang yang buruk yang suka bermaksiat sebagaimana yang kita saksikan kaum muslimin terutama di negeri kita ini, para bintang film dan penyanyi yang tak malu berbuat maksiat kepada Allah dijadikan sebagai idola dan suri tauladan, sementara orang-orang shalih dipandang dengan mata kebencian dan penghinaan, mata mereka telah ditutupi oleh kabut gemerlapnya dunia.

Yang kedua adalah ditutupnya pintu amal akibat kerasnya hati dan hilang kekhusyu’an, ilmu mantiq dipelajari untuk melihaikan lisan yang dihiasi kata-kata yang mentereng, sebatas pandai bersilat lidah namun tidak disertai dengan amal menyerupai kaum yang dimurkai oleh Allah dalam firman-Nya:
“Amat besar kemurkaan Allah, engkau mengatakan sesuatu yang tidak engkau perbuat”. (Ash Shaff : 3)

Yang ketiga adalah adanya buku-buku panduan selain kitabullah yang dijadikan pedoman, bila dibacakan pada suatu kaum tidak ada yang berani mengingkarinya, seperti yang terjadi pada fanatikus madzhab dan golongan, mereka menjadikan kitab-kitab imamnya sebagai pedoman yang tidak boleh disalahi.

Syaikh  Muhammad Nashiruddin Al AlBani rahimahullah berkata: “Tampaknya yang dimaksud dengan matsnah adalah kitab-kitab madzhab yang diwajibkan untuk diikuti oleh para pengikutnya yang memalingkan mereka dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang kita saksikan pada zaman ini, padahal banyak diantara mereka yang bergelar Doktor dan alumni fakultas syari’at, akan tetapi mereka beragama dengan sebatas madzhabnya saja bahkan mewajibkannya kepada manusia, sampai-sampai diantara ulama mereka seperti Abul Hasan Al Karkhi berkata: “Setiap ayat yang menyelesihi madzhab kami harus dita’wil atau dianggap mansukh, demikian pula semua hadits yang bertentangan dengan madzhab kami”.[2]

Dan ini tidak terbatas pada fanatik madzhab saja, karena hadits ini umum mencakup setiap buku pedoman yang dijadikan panduan selain kitabullah, masuk padanya kitab-kitab yang ditulis oleh pemimpin suatu kelompok yang dijadikan sebagai aturan yang tidak boleh diselisihi atau ditolak oleh pengikutnya walaupun tidak sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah. 

6. Bagaikan bara api.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang bersabar di atas agamanya seperti memegang bara api”. (HR At Tirmidzi).[3]

Dalam riwayat lain:

الْمُتَمَسِّكُ بِسُنَّتِيْ عِنْدِ اخْتِلاَفِ أُمَّتِيْ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

“Orang yang berpegang dengan sunnahku di waktu umatku berpecah belah seperti orang yang memegang bara api”.[4]

Hal ini disebabkan oleh banyaknya kemungkaran dan tersamarnya kebenaran, ditambah lagi sikap arogan dan anarkis sebagian pemegang sunnah, sehingga orang orang yang berpegang kepada sunnah di musuhi dan dicurigai, sebagian mereka diusir dari kampungnya dan diasingkan oleh keluarganya, lebih-lebih ketika kaum muslimin berpecah belah dari jalan kebenaran, terasa berat berpegang kepada sunnah dan jalannya amat terjal namun alhamdulillah pahalanya pun amat besar, sebagaimana dalam hadits :

إِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ ، لِلْمُتَمَسِّكِ فِيْهِنَّ يَوْمَئِذٍ بِمَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرُ خَمْسِيْنَ مِنْكُمْ قَالُوْا : يَا نَبِيَّ اللهِ أَوْ مِنْهُمْ ؟ قَالَ : بَلْ مِنْكُمْ ” .

“Sesungguhnya di belakang kalian akan ada hari-hari kesabaran, orang yang berpegang kepada apa yang kalian pegang pada hari itu mendapatkan pahala lima puluh orang diantara kalian”. Mereka berkata: “Atau lima puluh orang diantara mereka ?” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi diantara kalian”. (HR Ibnu Nashr).[5] 

7. Keadaan yang berubah. 

Berubahnya keadaan dimana orang-orang bodoh memangku jabatan yang tak layak baginya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang tanda-tanda hari kiamat bersabda:

وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي الْبُنْيَانِ

“Dan engkau lihat orang yang telanjang kaki, telanjang badan dan penggembala domba berlomba-lomba meninggikan bangunan”. (Muslim).[6]

Al Hafidz ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Maksudnya adalah orang-orang yang rendah menjadi pemimpin dan harta mereka melimpah ruah sampai-sampai mereka meninggikan bangunan dan mempercantiknya”.[7]

Beliau juga berkata: “Penyebutan tanda hari kiamat ini menunjukkan bahwa urusan manusia diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.. apabila orang yang tadinya telanjang kaki, telanjang badan dan penggembala domba -maksudnya orang bodoh- menjadi pemimpin manusia sehingga mereka pun berlomba-lomba meninggikan bangunan, akan hancurlah aturan agama dan dunia”.[8]

Penafsiran ibnu Rajab ini sepadan dengan hadits :

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكُونَ أَسْعَدَ النَّاسِ بِالدُّنْيَا لُكَعُ بْنُ لُكَعٍ

“Tidak akan tegak hari kiamat sampai orang yang paling bahagia di dunia adalah orang bodoh”. (HR Ahmad).[9] 

8. Bid’ah dianggap sunah, Ilmu dunia menjadi kebanggaan, dan mencari dunia dengan amalan akhirat. 

Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata:

كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا لَبِسَتْكُمْ فِتْنَةٌ يَهْرَمُ فِيهَا الْكَبِيرُ وَيَرْبُو فِيهَا الصَّغِيرُ إِذَا تُرِكَ مِنْهَا شَيْءٌ قِيلَ تُرِكَتْ السُّنَّةُ قَالُوا وَمَتَى ذَاكَ قَالَ إِذَا ذَهَبَتْ عُلَمَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ جُهَلَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ قُرَّاؤُكُمْ وَقَلَّتْ فُقَهَاؤُكُمْ وَكَثُرَتْ أُمَرَاؤُكُمْ وَقَلَّتْ أُمَنَاؤُكُمْ وَالْتُمِسَتْ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الْآخِرَةِ وَتُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّينِ

“Bagaimana keadaan kamu apabila fitnah menerpamu, orang tua menjadi renta di dalamnya dan anak kecil tumbuh dewasa di dalam fitnah tersebut, apabila sebagian fitnah itu ditinggalkan, akan dikatakan: “Telah ditinggalkan sunnah”.
Mereka berkata: “Kapan itu terjadi ?”.
Beliau menjawab: “Apabila ulama kalian telah pergi, orang-orang bodoh menjadi banyak, qari-qari juga menjadi banyak, sedikit orang-orang yang faqih,  banyak pemimpin, sedikit yang amanah, dunia dicari melalui amalan akhirat, dan belajar fiqih dari selain ilmu agama”. (HR Ad Darimi dan lainnya).[10]

Subhanallah ! telah rusak dunia dan hancur agama, bila fitnah (bid’ah) dianggap sunnah tentu akan dianggap sesat orang yang meninggalkannya, akibatnya sunnahpun akan hilang dan kebenaranpun akan pudar, namun akan senantiasa ada sekelompok umat islam yang senantiasa tegak di atas kebenaran sampai hari kiamat. 

9. Menjadi terasing. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ غَرِيبًا كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيْلَ : مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : الَّذِيْنَ يُصْلِحُوْنَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ ” .

“Sesungguhnya islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing, maka pohon thuba (di surga) untuk orang yang terasing”. Dikatakan: “Siapakah mereka wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab: (Yaitu) orang-orang yang berbuat ishlah (kebaikan) ketika manusia telah rusak”. (HR Abu Amru Ad Daani).[11] 

Ia terasing dalam agamanya karena agama manusia telah rusak.
Ia terasing dalam berpegang kepada sunnah, karena mereka berpegang kepada bid’ah.
Ia terasing dalam aqidahnya karena telah banyak penyimpangan dalam aqidah manusia.
Ia terasing dalam shalatnya karena banyak manusia yang shalat tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ia terasing dalam pakaiannya karena ia berusaha memegang yang sesuai dengan sunnah.
Ia pun terasing dalam pergaulannya, karena ia tidak mengikuti hawa nafsu manusia.
Ia adalah orang yang berilmu di tengah manusia yang jahil,
Ia adalah pemegang sunnah di tengah manusia yang berbuat bid’ah,
Ia adalah penyeru kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah para penyeru kepada hawa nafsu dan syubhat. 

***
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com

[1] Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 2821.
[2] Silsilah hadits shahih 6/775-776 dibawah no 2821.
[3] Dishahihkan oleh Syaik Al Bani dalam silsilah shahihah no 957.
[4] Hadits hasan, lihat Shahih Jami’ shaghier no 6676.
[5] Lihat silsilah shahihah no 494.
[6] Muslim no 1.
[7] Jami’ul ulum wal hikam 1/137.
[8] Jami’ul ulum wal hikam 1/139.
[9] Musnad Ahmad no 23351 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih jami’ shaghier no 7431.
[10] Sunan Ad Darimi 1/75 no 186. Dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam shahih targhib no 111. Dan hadits ini walaupun mauquf namun dihukumi marfu’ karena perkataan seperti tidak mungkin berasal dari ijtihad ibnu Mas’ud.
[11] Lihat silsilah shahihah no 1273