yang latah, asal ikut-ikutan dalam melakukan ibadah manasik haji tanpa tahu dalilnya. Sehingga ia mengira apa yang dilihat itu dikiranya adalah bagian dari Manasik Haji atau sunnah, lalu ditiru begitu saja. Contohnya:
- Melihat ada jama’ah haji yang mencium dan mengelus-elus maqam Ibrahim. Maka ia ikut-ikutan.
- Melihat ada yang mencium rukun yamani, maka ia ikut-ikutan.
- Melihat ada jama’ah yang shalat sunnah setelah manasik tertentu , maka ia ikut-ikutan.
Berilmu sebelum berangkat haji dan umrah
Dijelaskan oleh ulama bahwa ibadah haji dan umrah adalah ibadah yang paling membutuhkan banyak ilmu dan pengetahuan di antara ibadah-ibadah yang lainnya. Ibadah shalat dan thaharah lebih mudah dipelajari dan dipraktekkan dibandingkan ibadah haji dan umrah. Oleh karena itu hendaknya kita mempelajari ilmu sebelum mengamalkan. Sebagaimana dituliskan oleh Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya
باب العلم قبل القول و العمل
“berilmu sebelum berkata dan beramal”
Dan ini beliau simpulkan dari firman Allah Ta’ala,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19)
Jamaah haji hendaknya menghadiri majelis ilmu para ustadz dan ulama untuk menuntut ilmu serta memperdalam pemahaman mengenai manasik haji sehingga ibadah lebih sempurna. Kemudian buku-buku petunjuk hendaknya dibaca, dan sebaiknya membaca beberapa buku petunjuk karena satu dengan yang lainnya saling melengkakapi. Hendaknya membaca dari buku yang paling ringkas hingga ke buku yang agak tebal karena ibadah haji lebih membutuhkan pemahaman dibandingkan yang lain.
Bertanya kepada ahlinya
Jika ragu-ragu mengenai ibadah haji, maka hendaknya bertanya kepada pembimbing haji sebelum melakukannya. Jangan asal-asalan dan latah (sembarang ikut-ikutan). Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada ahli ilmu, jika kalian tidak mengetahuinya” (QS. Al-Anbiya: 7)
Sebagaimana kaidah fikih bahwa ibadah tidak boleh dibangun di atas keragu-raguan
الشك يزال
“keragu-raguan hendaknya dihilangkan”
Alhamdulillah dalam Ibadah Haji disediakan kontak telepon bebas pulsa bagi jamaah haji yang bisa bertanya dan berkonsultasi. Silahkan bertanya kepada pembimbing haji, karena tidak seterusnya pembimbing haji bisa memberikan jawaban dan bisa diajak konsultasi.
Jika tidak ada asalnya amalan akan tertolak dan tidak diterima
Jika kita beribadah asal-asalan, maka ibadah bisa tertolak dan tidak diterima karena syarat ibadah adalah ikhlas dan sesuai tuntunan syariat. Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
وَهذانِ ركُنَا العملِ المتقَبَّلِ. لاَ بُدَّ أن يكونَ خالصًا للهِ، صَوابُا عَلَى شريعةِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
“Ini adalah dua rukun diterimanya amalan yaitu harus ikhlas karena Allah dan harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Tafsir Ibnu Katsir 5/205).
Dan sering kita baca dalam ayat Al-Fatihah:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ (5) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ (6) غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
“Berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat Bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat”( QS. Al-Fatihah: 5 – 7)
Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata,
مَنْ فَسَدَ مِنْ
عُلَمَائِنَا كَانَ فِيهِ شَبَهٌ مِنْ الْيَهُودِ وَمَنْ فَسَدَ مِنْ
عِبَادِنَا كَانَ فِيهِ شَبَهٌ مِنْ النَّصَارَى
“Orang berilmu yang rusak dari orang-orang yang berilmu memiliki keserupaan dengan orang Yahudi (berilmu tidak mengamalkan). Sedangkan ahli ibadah yang rusak memiliki keserupaan dengan orang Nashrani (beramal tanpa ilmu)” (Majmu’ Al Fatawa, 16/567)
Demikian semoga bermanfaat.
@perum PTSC, Cileungsi Bogor
—
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslim.or.id
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/jangan-latah-dalam-manasik-haji.html