Oleh : Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi
1. JAGALAH SHOLATMU
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ الصَّلَاةَ يَوْمًا فَقَالَ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلَا بُرْهَانٌ وَلَا نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ
Dan Abdulloh bin Amr dari Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bahwasanya beliau pernah menyebut sholat pada suatu hari, lalu beliau Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menjaga sholat maka baginya adalah cahaya, bukti dan keselamatan besok pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka tidak ada baginya cahaya, bukti dan keselamatan, dan besok pada hari kiamat akan bersama Qorun, Fir’aun, Haman dan Ubai bin Kholaf.” (HR. Ahmad 2/169, Ibnu Hibban 1467, dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib wa Tarhib 1/386 dan Ibnu Abdil Hadi dalam Tanqih Tahqiq 2/1267)Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam menyebutkan empat tokoh tersebut, karena mereka adalah para gembong kekufuran. Dan di dalamnya terdapat sebuah rahasia yang menarik, karena orang yang meninggalkan sholat biasanya sebab[nya] disibukkan oleh harta, kerajaan, kementrian, dan pekerjaannya. Jadi, barangsiapa disibukkan dengan hartanya maka dia bersama Qorun, dengan kerajaannya maka bersama Fir’aun, dengan kementeriannya maka bersama Haman, dan oleh pekerjaannya maka bersama Ubai bin Kholaf. (ash-Sholatu wa Hukmu Tarikiha, Ibnu Qoyyim رحمه الله hlm. 63-64).
2. HISAB WAKTU SHOLAT
Kemudian timbul pertanyaan penting, kenapa para ulama mengingkari penentuan puasa Romadhan denganhisab, tetapi mereka tidak mengingkarinya dalam penentuan waktu sholat?!
Imam al-Qorrofi menjawab masalah ini, katanya: “Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa ta'ala menjadikan tergelincirnya matahari merupakan sebab wajibnya sholat Dhuhur, demikian juga waktu-waktu sholat lainnya.” Alloh Subhanahu wa ta'ala berfirman:
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula sholat) Subuh. Sesungguhnya sholat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. al-Isro’[17]: 78)Ayat ini merupakan perintah agar sholat-sholat tersebut ditunaikan pada waktunya. Demikian pula dalil-dalil lainnya dari al-Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan bahwa waktu merupakan sebab. Barangsiapa yang mengetahui sebab tersebut dengan cara apapun, maka dia terkait dengan hukumnya. Oleh karena itu, maka hisab yang yakin bisa dijadikan pegangan dalam waktu sholat.
Adapun dalam puasa, Islam tidak menggantungkannya pada hisab, tetapi dengan salah satu di antara dua perkara:
- Pertama: Melihat hilal.
- Kedua: Menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari apabila hilal tidak terlihat. Wallohu a’lam. (al-Furuq 2/323-324).
3. SHOLAT DI PESAWAT
صَلِّ قَائِمًا إِنْ لَـمْ تَخَفْ الْغَرَقَ
Sholatlah dengan berdiri, kecuali apabila kamu takut tenggelam. (HR. Hakim 1/275, Daruquthni 1/395, Baihaqi dalam Sunan Kubro 3/155. Dishohihkan al-Albani dalam Ashlu Sifat Sholat Nabi 1/101)Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan: “Hukum sholat di atas pesawat seperti sholat di atas perahu, hendaklah sholat dengan berdiri apabila mampu, jika tidak maka sholatlah dengan duduk dan berisyarat ketika ruku’ dan sujud.” (Ashlu Sifat Sholat Nabi 1/102)
Para ulama sepakat tentang sahnya sholat di atas perahu/kapal, karena memang kapal sudah ada pada zaman mereka. (Lihat ad-Durar ats-Tsaminah fi Hukmis Sholat ‘ala Safinah oleh Ahmad al-Hamawi, tahqiq Masyhur Hasan)
Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam al-Majmu‘ 3/214 sebuah permasalahan yang mirip dengan pesawat, beliau berkata: “Dan sah sholat seseorang yang diangkat di atas kasur di udara.”
Dari sinilah, maka para ulama masa kini berpendapat sahnya sholat di atas pesawat, semisal Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah, al-Albani rahimahullah, Ibnu Utsaimin ‘ rahimahullah, Ibnu Baz rahimahullah dan lain sebagainya. (Lihat al-Ijabah as-Shadirah fi Shihhatis Sholat fi Thaairoh, oleh Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi, tahqiq Dr. Ahmad ath-Thoyyar, Ahkamu Thoirah oleh Dr. Hasan bin Salim al-Buroiki).
4. SHOLAT DENGAN RADIO
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga berkata: “Tidak ragu lagi bahwa pendapat bolehnya sholat di belakang radio adalah bathil, karena akan mengantarkan kepada peniadaan sholat jama’ah dan Jum’at, dan tidak ada bersambungnya shof sholat. Sungguh hal ini sangat jauh dari tujuan disyari’atkanya sholat Jum’at dan jama’ah.
Pendapat ini juga memiliki dampak negatif yang sangat parah, karena nanti orang yang malas sholat Jum’at dan jama’ah akan berkata: “Dengan cara sholat di belakang radio atau TV sudah sah, maka kita sholat saja di rumah bersama anak atau saudara!”
Jadi, pendapat yang kuat: Tidak sah makmum mengikuti imam di luar masjid kecuali apabila shofnya telah bersambung, harus terpenuhi dua syarat: (1) mendengar takbir. (2) bersambungnya shof. (Syarh Mumti’4/229-300).
5. SEHAT DENGAN SHOLAT
6. POSISI KAKI SAAT SUJUD
- Sebagian mengatakan: Sunnahnya adalah merapatkan dua kaki saat sujud. Hal ini merupakan madzhab Hanafiyyah. (Hasyiyah Ibnu Abidin 1/332)
- Sebagian lagi berpendapat: Sunnahnya adalah merenggangkan antara keduanya. Hal ini merupakan madzhab Syafi’iyyah dan Hanabilah. (Raodhah Tholibin, Nawawi rahimahullah 1/259, Mukhtashor Ifadat hlm. 93)
قَالَتْ عَائِسةُ: فَقَدْتُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ مَعِيْ عَلَي فِرَاشِيْ، فَوَجَدْتُهُ سَاجِدًا رَاصًّا عَقِبَيْهِ مُسْتَقْبِلاً بِأَطْرَافِ أَصَابِعِهِ الْقِبْلَةِ
Aisyah radhiyallahu'anha berkata: “Aku pernah kehilangan Rosululloh Shallallahu'alaihi wa sallam bersamaku di ranjangku, kemudian aku mendapatinya sedang sujud, merapatkan kedua kakinya, menjadikan kedua ujung jari kakinya menghadap kiblat.” (Shohih. Riwayat ath-Thohawi 1/223, Ibnu Khuzaimah 1/328, Ibnu Hibban 1933, al-Hakim 2/57, al-Baihaqi 2/116 dan dishohihkan al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam at-Talkhis 3/475 dan al-Albani ‘ rahimahullah dalam Ashlu Shifat Sholah 2/737 )Hadits ini menunjukkan tentang disyari’atkannya merapatkan dua mata kaki saat sujud. (at-Tarjih fi Masail Thoharah wa Sholah hlm. 242-243, Muhammad bin Umar Bazimul).
7. MELAFADZKAN NIAT
8. LUPA SUJUD SAHWI
9. SHOLAT-SHOLAT BID’AH
Syaikh Zainuddin al-Malibari rahimahullah berkata: “Adapun sholat yang dikenal dengan sholat malam Roghoib, Nisfhu Sya’ban, Asyura, maka hal itu merupakan bid’ah yang jelek dan hadits-haditsnya adalah palsu. Lebih jelek lagi, adalah kebiasaan sebagian orang untuk melakukan sholat hari Kamis pada pekan akhir bulan Romadhon dengan anggapan untuk meleburkan sholat-sholat yang ditinggalkan selama setahun atau selama hidup. Semua itu hukumnya adalah haram.” (Fathul Mu’in-I’anah Tholibin 1/431-433).
[Majalah Al-Furqon Gresik, no. 77, Edisi 7 Tahun 7_1429 H, hlm. 59-61]
________________
[1]. Dalam al-Ausath 2/326-321′, Ibnul Mundzir rahimahullah mengatakan bahwa ini merupakan pendapat Nakho’i, Hasan, Mughiroh, Ibnu Abi Laila, Manshur bin Zadhan, Malik, Tsauri, Laits bin Sa’ad, Syafi’i, Hasan bin Sholih, Ahmad dan Ishaq, bahkan Ishaq mengatakan: “Ini merupakan ijma’ (kesepakatan) ahli ilmu dari kalangan tabi’in.”
Sumber : www.ibnumajjah.wordpress.com
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/08/9-faedah-seputar-sholat.html