Imam
Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya dari jalan Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Islam datang dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali
menjadi asing sebagaimana kedatangannya. Maka beruntunglah orang-orang
yang asing itu.” (HR. Muslim [145] dalam Kitab al-Iman.Syarh Muslim, 1/234).
an-Nawawi rahimahullah menukil keterangan al-Harawi bahwa makna orang-orang yang asing adalah : Orang-orang yang berhijrah meninggalkan negeri/daerah mereka karena kecintaan mereka kepada Allah ta’ala (Syarh Muslim, 1/235).
Keterangan al-Harawi di atas
dilandaskan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah
dalam Shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Islam datang
dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing, maka
beruntunglah orang-orang yang asing.” Ada yang bertanya, “Siapakah
yang dimaksud dengan orang-orang asing?”. Beliau menjawab, “Yaitu
orang-orang yang memisahkan diri dari kabilah-kabilah [mereka].” (HR. Ibnu Majah
[3978] dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan
Ibni Majah [8/488] namun tanpa tambahan ‘ada yang bertanya, dan
seterusnya’, as-Syamilah).
Imam Ahmad meriwayatkan dalam
Musnadnya dari Abdullah bin Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhu, dia
mengatakan; Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berbicara dan ketika itu kami berada di sisi beliau, “Beruntunglah
orang-orang yang asing.” Kemudian ada yang menanyakan, “Siapakah yang
dimaksud orang-orang yang asing itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau
menjawab, “Orang-orang salih yang hidup di tengah-tengah orang-orang
yang jelek lagi banyak [jumlahnya]. Orang yang mendurhakai mereka lebih
banyak daripada orang yang menaati mereka.” (HR. Ahmad 6362 [13/400], disahihkan al-Albani dalam Shahih w a Dha’if al-Jami’ 7368 [3/443] as-Syamilah)
Syaikh al-Albani rahimahullah
menyebutkan di dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah penafsiran makna
orang-orang yang asing tersebut dengan sanad yang sahih.
Diriwayatkan oleh Abu Amr
ad-Dani dalam as-Sunan al-Waridah fi al-Fitan dari Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu’anhu secara marfu’ -sampai kepada Nabi-, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Islam itu
datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti
ketika datangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Ada yang
bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau
menjawab, “Yaitu orang-orang yang tetap baik [agamanya] tatkala
orang-orang lain menjadi rusak.” (as-Shahihah no 1273 [3/267]. as-Syamilah, lihat juga Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 54).
al-Qari menafsirkan bahwa makna
orang-orang yang asing adalah orang-orang yang memperbaiki
[memulihkan] ajaran Nabi yang telah dirusak oleh manusia sesudahnya.
Beliau berdalil dengan hadits yang diriwayatkan melalui Amr bin Auf
al-Muzani radhiyallahu’anhu, demikian dinukilkan oleh al-Mubarakfuri
(Tuhfat al-Ahwadzi [6/427] as-Syamilah).
Imam Tirmidzi menyebutkan dalam
Sunannya hadits tersebut yang disandarkan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Mereka itu adalah orang-orang yang memperbaiki ajaranku yang telah dirusak oleh manusia-manusia sesudah kepergianku.” (HR. Tirmidzi
[2554] dari Amr bin Auf al-Muzani radhiyallahu’anhu, namun hadits ini
dinyatakan berstatus dha’if jiddan -lemah sekali- oleh Syaikh
al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [2630] as-Syamilah,
lihat pula Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 53 oleh Syaikh Salim
al-Hilali).
al-Mubarakfuri menjelaskan makna ‘memperbaiki ajaranku yang telah dirusak oleh manusia-manusia’ yaitu : “Mereka mengamalkan ajaran/sunnah tersebut dan mereka menampakkannya sekuat kemampuan mereka.” (Tuhfat al-Ahwadzi [6/428] as-Syamilah).
al-Mubarakfuri juga menjelaskan
bahwa hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi di atas bersatus lemah
dikarenakan terdapat seorang periwayat yang bernama Katsir bin
Abdullah bin Amr bin Auf al-Muzani. al-Mubarakfuri berkata, “Katsir
ini adalah periwayat yang lemah menurut banyak ulama ahli hadits,
bahkan menurut mayoritas mereka. Sampai-sampai Ibnu Abdi al-Barr
mengatakan, ‘Orang ini telah disepakati akan kedha’ifannya’.” Maka
keterangan beliau ini menyanggah at-Tirmidzi yang menghasankan hadits
di atas (lihat Tuhfat al-Ahwadzi [6/428] as-Syamilah).
Syaikh Salim al-Hilali
hafizhahullah berkata, “…tidak ada riwayat yang sah mengenai
penafsiran [Nabi] tentang makna al-Ghuraba’ (orang-orang asing) selain
dua tafsiran yang marfu’ yaitu :
[1] Orang-orang yang [tetap] baik tatkala masyarakat telah diliputi kerusakan.
[2]
Orang-orang salih yang hidup di tengah-tengah banyak orang yang buruk
[agamanya], akibatnya orang yang menentang mereka lebih banyak
daripada yang mengikuti mereka.”
(Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 55).
Imam at-Tirmidzi membawakan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan
datang suatu masa ketika itu orang yang tetap bersabar di antara
mereka di atas ajaran agamanya bagaikan orang yang sedang menggenggam
bara api.” (HR. Tirmidzi [2260] disahihkan al-Albani dalam Shahih
wa Dha’is Sunan at-Tirmidzi [5/260], as-Shahihah no 957. as-Syamilah).
Semoga Allah menjadikan kita termasuk al-Ghuroba’.. Allahumma amin.
___________________
http://abumushlih.com/berbahagialah-al-ghuroba.html/
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/06/berbahagialah-al-ghuroba.html