Bid’ah adalah penyebab utama perpecahan umat dan permusuhan di tengah-tengah mereka. Allah berfirman (yang artinya):
“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan,karena itu akan mencerai beraikan kalian dari jalanNya”. [1]
Mujahid[2] menafsirkan “jalan-jalan” dengan aneka macam bid’ah dan syubhat.[3]
Setelah menyebutkan beberapa dalil-dalil bahwa bid’ah adalah pemecah
belah umat, Imam Asy Syatibi mengatakan :”Semua bukti dan dalil ini
menunjukan bahwa munculnya perpecahan dan permusuhan adalah ketika
munculnya kebid’ahan”[4]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al Istiqomah 1/42 : ”bid’ah itu identik dengan perpecahan sebagaimana sunnah identik dengan persatuan.”
II. BILA BID’AH DIANGGAP SUNNAH
Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tatkala mengatakan:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا لَبِسَتْكُمْ
فِتْنَةٌ يَهْرَمُ فِيْهَا الْكَبِيْرُ, وَيَرْبُوْ فِيْهَا الصَّغِيْرُ,
إِذَا تُرِكَ مِنْهَا شَيْءٌ قِيْلَ تُرِكَتِ السُّنَّةُ. قَالُوْا :
وَمَتَى ذَاكَ؟ قَالَ : إِذَا ذَهَبَتْ عُلَمَاؤُكُمْ, وَكَثُرَتْ
قُرَّاؤُكُمْ, وَقَلَّتْ فُقَهَاؤُكُمْ, وَكَثُرَتْ أُمَرَاؤُكُمْ,
وَقَلَّتْ أُمَنَاؤُكُمْ, وَالْتُمِسَتِ الدُّنْيَا بِعَمَلِ الآخِرَةِ,
وَتُفُقِّهَ لِغَيْرِ الدِّيْنِ
Bagaimana sikap kalian apabila datang sebuah fitnah yang membuat orang-orang dewasa menjadi pikun, anak-anak menjadi tua dibuatnya, dan manusia menganggapnya sunnah, apabila ditinggalkan maka dikatakanlah, “Sunnah telah ditinggalkan.” Mereka bertanya, “Kapankah itu terjadi?” Beliau menjawab, “Apabila telah wafat para ulama kalian dan meninggal para pembaca kalian, sedikitnya orang-orang faqih kalian, banyaknya para pemimpin kalian, sedikitnya orang-orang yang amanah, dunia dikejar dengan amalan akhirat, ilmu selain agama dipelajari secara mendalam.”[5]
Syaikh al-Albani menerangkan bahwa hadits ini sekalipun mauquf pada
Ibnu Mas’ud tetapi dia tergolong marfu’ hukman (sampai kepada Nabi
shallallahu'alaihi wa sallam), lalu lanjutnya: “Hadits ini merupakan
salah satu bukti kebenaran kenabian Nabi dan risalah yang beliau emban,
karena setiap penggalan hadits ini telah terbukti nyata pada zaman
kita sekarang, di antaranya banyaknya kebid’ahan dan banyaknya manusia
yang terfitnah olehnya sehingga menjadikannya sebagai suatu sunnah dan
agama, lalu ketika ada Ahlus Sunnah yang memalingkannya kepada sunnah
yang sebenarnya, maka mereka mengatakan: “Sunnah telah ditinggalkan”.!!
[6]
III. SENJATA PAMUNGKAS
Dari Said bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan shalat
setelah fajar lebih dari dua rakaat, ia memanjangkan rukuk dan
sujudnya. Akhirnya Said bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata:
“Wahai Abu Muhammad, apakah Allah aka menyiksaku dengan sebab shalat?
“Beliau menjawab tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi
As-Sunnah”. [7]
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengomentari atsar ini dalam Irwaul Ghalil 2/236
“Ini adalah jawaban Said bin Musayyib yang sangat indah. Dan merupakan
senjata pamungkas terhadap para ahlul bid’ah yang menganggap baik
kebanyakan bid’ah dengan alasan dzikir dan shalat, kemudian membantai
Ahlus Sunnah dan menuduh bahwa mereka (Ahlu Sunnah) mengingkari dzikir
dan shalat! Padahal sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan
ahlu bid’ah dari tuntunan Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam
dzikir, shalat dan lain-lain”.
IV. BID’AH HASANAH, ADAKAH?
Sungguh aneh bin ajaib apa yang dikatakan oleh al-Ghumari dalam bukunya “Itqon Shun’ah fi Tahqiqi Ma’na al-Bid’ah”
hlm. 5: “Sesungguhnya para ulama bersepakat untuk membagi bid’ah
menjadi dua macam; bid’ah terpuji dan tercela…Tidak ada yang
menyelisihnya kecuali asy-Syathibi!!!”.
Demikian ucapannya, sebuah ucapan yang tidak membutuhkan keterangan
panjang tentang bathilnya, karena para ulama salaf semenjak dahulu
hingga sekarang selalu mengingkari bid’ah dan menyatakan bahwa setiap
kebid’ahan adalah sesat. Alangkah bagusnya ucapan sahabat Abdulloh bin
Umar tatkala berkata:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَ إِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
Setiap bid’ah adalah kesesatan walaupun dipandang oleh manusia sebagai suatu kebaikan. [8]
V. KELUARGA WARNA WARNI
Sungguh unik apa yang dikisahkan oleh Ibnu Hazm dalam Nuqothul Arus sebagaimana dalam Rosail Ibnu Hazm 2/112-115, di antaranya:
Hirosy memiliki enam anak, dua anaknya Ahlu Sunnah, duanya lagi dari
Khowarij, duanya lagi dari Rafidhoh, mereka saling bermusuhan, sehingga
suatu kali bapak mereka mengatakan: “Sesungguhkan Allah telah mencerai
beraikan hati kalian!!”.
Sayyid al-Himyari Kisani adalah seorang Syi’ah, sedangkan kedua orang
tuanya adalah khowarij, anaknya suka melaknat kedua orang tuanya dan
kedua orang tuanya membalas melaknatnya juga!! [9]
VI. BID’AH MEMATIKAN SUNNAH
Hassan bin ‘Athiyyah berkata: “Tidaklah suatu kaum melakukan suatu
kebid’ahan dalam agama mereka, kecuali Allah akan mencabut dari mereka
sunnah semisalnya, kemudian dia tidak kembali ke sunnah hingga hari
kiamat”. [10]
Imam adz-Dzahabi berkata: “Mengikuti sunnah adalah kehidupan hati dan
makanan baginya. Apabila hati telah terbiasa dengan bid’ah, maka tiada
lagi ruang untuk sunnah”. [11]
VII. HATI ITU LEMAH
Suatu kali, ada dua orang lelaki pengekor hawa nafsu datang kepada
Muhammad bin Sirin seraya mengatakan: “Wahai Abu Bakr! Kami akan
menceritakan kepadamu suatu hadits? Beliau berkata: Tidak. Keduanya
mengatakan: Kami akan membacakan ayat Al-Qur’an kepadamu. Beliau
berkata: Tidak, kalian yang pergi ataukah saya yang akan pergi.
[12]Sufyan ats-Tsauri berkata: “Barangsiapa mendengarkan suatu
kebid’ahan, maka janganlah dia menceritakan kepada teman duduknya,
janganlah dia memasukkan syubhat dalam hati mereka”.
Imam adz-Dzahabi membawakannya dalam Siyar A’lam Nubala’ 7/261, lalu berkomentar:
“Mayoritas ulama salaf seperti ini kerasnya dalam memperingatkan dari
bid’ah, mereka memandang bahwa hati manusia itu lemah, sedangkan
syubhat kencang menerpa”.
VIII. ANTARA BID’AH DAN MASLAHAT
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah memberikan sebuah kaidah penting tentang maslahat dan mafsadah, beliau berkata : فَكُلُّ أَمْرٍ يَكُوْنُ الْمُقْتَضِيْ لِفِعْلِهِ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم مَوْجُوْدًا لَوْ كَانَ مَصْلَحَةً وَلَمْ يَفْعَلْ, يُعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ بِمَصْلَحَةٍ
Setiap perkara yang faktor dilakukannya ada pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang nampaknya membawa maslahat tetapi tidak dikerjakan Nabi, maka jelas bahwa hal itu bukanlah maslahat. [13]
Beliau kemudian memberikan contoh, seperti adzan pada hari raya. Adzan
itu sendiri pada asalnya adalah maslahat. Dan faktor dilakukannya juga
ada, yaitu mengumpulkan jama’ah sholat. Tetapi Nabi tidak melakukannya.
Berarti adzan pada hari raya bukanlah maslahat. Kita menyakini hal itu
sesat sebelum kita mendapatakan larangan khusus akan hal tersebut atau
sebelum kita mendapatkan bahwa hal tersebut membawa mafsadah.
IX. PESAN SUNAN BONANG
Salah satu catatan menarik yang terdapat dalam dokumen “Het Book van
Mbonang”[14] adalah peringatan dari sunan Mbonang kepada umat untuk
selalu bersikap saling membantu dalam suasana cinta kasih, dan mencegah
diri dari kesesatan dan bid’ah. Bunyinya sebagai berikut: “Ee..mitraningsun!
Karana sira iki apapasihana sami-saminira Islam lan mitranira kang
asih ing sira lan anyegaha sira ing dalalah lan bid’ah“.
Artinya: “Wahai saudaraku! Karena kalian semua adalah sama-sama pemeluk
Islam maka hendaklah saling mengasihi dengan saudaramu yang
mengasihimu. Kalian semua hendaklah mencegah dari perbuatan sesat dan
bid’ah.[15]
X. MEMBANTAH AHLI BID’AH
Alangkah bagusnya ucapan seorang:
يَا طَالِبَ الْعِلْمِ صَارِمْ كُلَّ بَطَّالِ
وَكُلَّ غَاوٍ إِلىَ الأَهْوَاءِ مَيَّالِ
وَلاَ تَمِيْلَنَّ يَا هَذَا إِلَى بِدَعٍ
ضَلَّ أَصْحَابُهَا بِالْقِيْلِ وَالْقَالِ
Wahai penuntut ilmu, seranglah setiap ahli kebathilan
Dan setiap orang yang condong kepada hawa nafsu
Janganlah dirimu condong kepada bid’ah
Sungguh pelaku bid’ah telah tersesat karena kabar burung. [16]
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
[1] QS.Al-An’am: 153.
[2]
Beliau adalah seorang pakar ilmu tafsir,beliau belajar dan khatam al
qur’an beserta tafsirnya perayat kepada Ibnu Abbas sebanyak dua puluh
sembilan kali. Sufyan Ats-Tsauri berkata :”Apabila datang padamu tafsir
dari Mujahid, maka cukuplah dengannya.(lihat Ma’rifah Qurra’ kibar 1/66-67 Adz-Dzahabi, Muqodimah Tafsir 94-95 Ibnu Taimiyyah).
[3] Jami’ul Bayan 5/88 Ibnu Jarir.
[4] Al-I’tishom 1/157.
[5] HR. Darimi 1/64, al-Hakim 4/514 dengan sanad hasan shohih.
[6] Qiyam Romadhan hlm. 4-5.
[7] Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan Kubra 2/466.
[8] Diriwayatkan oleh Lalikai dalam Syarah Ushul I’tiqod: 126, Ibnu Baththoh dalam Ibanah: 205, al-Baihaqi dalam Madkhol Ila Sunan: 191, dan Ibnu Nashr dalam as-Sunnah: 70 dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkam Janaiz hlm. 258.
[9] An-Nadhoir, Syaikh Bakr Abu Zaid hlm. 86.
[10] Dikeluarkan al-Lalikai: 129, ad-Darimi: 98 dengan sanad shohih.
[11] Tasyabbuh al-Khosis bi Ahlil Khomis hlm. 46.
[12] Ad-Darimi 1/109.
[13] Iqtidho’ Sirhotil Mustaqim 2/594.
[14]
Dokumen ini adalah sumber tentang walisongo yang dipercayai sebagai
dokumen asli dan valid, yang tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Dari
dokumen ini telah dilakukan beberapa kajian oleh beberapa peneliti.
Diantaranya thesis Dr. Bjo Schrieke tahun 1816, dan Thesis Dr. Jgh
Gunning tahun 1881, Dr. Da Rinkers tahun 1910, dan Dr. Pj Zoetmulder Sj,
tahun 1935.
[15] Dari info Abu Yahta Arif Mustaqim, pengedit buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah Para Wali hlm. 12-13.
[16] Dzail Tarikh Baghdad 16/318, sebagaimana dalam Ilmu Ushul Bida’ hlm. 300.
http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/10-faedah-tentang-bidah.html
http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/10-faedah-tentang-bidah.html
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.