Oleh: Buletin Al-Ilmu Jember
Sudah menjadi perkara yang maklum, bahwa tidak ada seorang manusia
pun di muka bumi ini yang sempurna. Manusia adalah tempat salah dan
dosa. Lupa dan khilaf sudah menjadi sesuatu yang lumrah yang akan
menimpa setiap insan. Selamat dari dosa dan kesalahan tidak dapat
dimiliki kecuali oleh para Nabi ‘alaihimussalam.
Kalau kita mau menghitung, sudah berapa banyak dosa-dosa dan
kesalahan yang kita lakukan hari ini, belum lagi hari kemarin, lusa, dan
seterusnya. Bukan tidak mungkin kita terjerumus ke dalam perbuatan
dosa-dosa besar yang tanpa kita sadari pula. Semoga Allah melindungi
kita.
Demikianlah keadaan manusia, Allah banyak menyebutkan di dalam Al
Qur’an tentang keadaan manusia yang serba kurang. Diantaranya firman
Allah (artinya):
“Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.” (An Nisa’: 28)
“Sesungguhnya manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34)
Demikian pula Rasulullah menegaskan tentang kelemahan dan kekurangan
anak cucu Adam ini. Dari sahabat Anas bin Malik , bahwa Rasulullah
bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam (manusia) pasti sering berbuat kesalahan “Dan
sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang mau bertaubat.”
(H.R. Ibnu Majah no. 4251 dan lainnya)
Tidaklah Nabi mengatakan sebaik-baik manusia adalah yang tidak
pernah bersalah, karena memang tidak ada seorang manusia pun yang
ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi. Tetapi Rasulullah
menegaskan bahwa orang-orang yang bertaubat dan mengakui kesalahan,
serta kembali kepada kebenaranlah yang terbaik di antara mereka.
Oleh karena itu, bila kita terjerumus ke dalam perbuatan dosa dan
kesalahan, maka segeralah bertaubat kepada Rabbul ‘alamin. Allah
berfirman (artinya): “Bersegeralah menuju kepada ampunan dari Rabb
kalian dan kepada al jannah (surga) yang seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa.” (Ali Imran: 133)
Anjuran untuk Bertaubat
Taubat, tidaklah sebatas usaha seorang hamba untuk memohon ampunan
dari Allah, namun taubat ini sekaligus termasuk ibadah agung nan mulia
di sisi-Nya. Karena perbuatan taubat itu merupakan perintah dari Allah.
Sebagaimana Allah berfirman (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,…” (At Tahrim: 8)
Taubat juga merupakan ibadah yang sangat dicintai oleh Allah. Karena
Allah sangat gembira melihat hamba-Nya yang tiap kali terjatuh dalam
dosa dan kesalahan ia segera bertaubat dari dosa dan kesalahannya.
Sebagaimana sabda Nabi:
َللهُ أَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ مِنْ أَحَدِكُمْ إِذَا اسْتَيْقَظَ عَلَى بَعِيْرِهِ قَدْ أَضَلَّهُ بِأَرْضِ فَلاَةٍ
“Sesungguhnya Allah sangat gembira terhadap taubat hamba-Nya
melebihi kegembiraan salah seorang di antara kalian yang kehilangan
untanya di padang pasir kemudian menemukannya kembali.” (H.R. Muslim no.
2747)
Dalam sabdanya yang lain, Rasulullah mengatakan:
إِنَّ اللهَ تَعَالى يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مَسِيءُ
النَّهَارِ وَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk
menerima taubat orang yang berbuat kejelekan pada siang hari, dan Allah
membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang
yang berbuat kejelekan pada malam hari, sampai matahari terbit dari
barat.” (H.R. Muslim no. 2759)
Rasulullah sebagai sang uswah hasanah (tauladan terbaik bagi umat
Islam) tidak pernah meninggalkan amalan mulia ini, walaupun beliau
seorang yang ma’shum. Beliau menyatakan:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوا إِلَى اللهِ وَ اسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan
beristighfarlah kepada-Nya, sesunggunya aku bertaubat kepada-Nya dalam
sehari seratus kali.” (H.R Muslim no. 2702)
‘Aisyah mengatakan:”Dahulu Rasulullah sebelum meninggal banyak mengucapkan:
سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَ أَتُوْبُ إِلَيْهِ
“Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya aku memohon ampun dan aku bertaubat kepada-Nya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Demikian pula para nabi sebelumnya, walaupun mempunyai kedudukan
yang tinggi di sisi Allah mereka pun bertaubat dan mengajak umatnya pula
untuk segera bertaubat. Seperti Nabi Adam dan Hawa, keduanya berdo’a
(artinya):
“Wahai Rabb-kami, kami adalah orang-orang yang berbuat zhalim pada
diri-diri kami, kalau sekiranya Engkau tidak mengampuni (dosa-dosa) dan
merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang celaka.” (Al
A’raf: 23)
Nabi Ibrahim juga berdo’a (artinya):
“Wahai Rabb kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada-Mu dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk
patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al Baqarah:
128)
Nabi Hud mengajak kepada umatnya (artinya): “Hai kaumku, mohonlah
ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya. niscaya Dia
menurunkan hujan yang lebat bagi kalian, dan Dia menambahkan kekuatan
kepada kekuatan kalian, dan janganlah kalian berpaling dengan berbuat
dosa.” (Hud: 52)
Nabi Shalih juga mengajak umatnya (artinya): “Maka mohonlah ampun
kepada Allah, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku
Maha Dekat lagi Maha Mengabulkan (do’a hamba-Nya).” (Hud: 90)
Larangan Putus Asa Dari Rahmat Allah
Wahai saudaraku ketahuilah, sesungguhnya rahmat Allah itu sangat luas sekali. Allah berfirman (artinya):
“Sesungguhnya rahmat-Ku mencakup segala sesuatu.” (Al A’raf: 156)
Sehingga tidak sepantasnya bagi seorang hamba untuk berputus asa
dari rahmat Allah yaitu berupa maghfirah (ampunan) dari-Nya, walaupun
dia merasa telah terjatuh dalam sekian banyak dosa dan kesalahan. Siapa
yang berputus asa dari rahmat Allah, berarti ia telah menyempitkan
rahmat Allah . Padahal rahmat Allah itu amat luas, dan Allah akan
mengampuni semua dosa hambanya, bila ia mau bertaubat kepada-Nya. Mari
kita perhatikan dengan seksama firman Allah (artinya): “Katakanlah:
“Wahai hamba-hamba-Ku, yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Az Zumar: 53)
Al Imam Muslim di dalam kitabnya Shahih Muslim no. 2766 meriwayatkan
hadits dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, sesungguhnya Rasululah pernah
menceritakan tentang kisah seorang laki-laki di zaman dahulu (sebelum
diutusnya beliau ), yang telah membunuh 99 jiwa manusia dan ingin
bertaubat. kemudian orang itu bertanya kepada seorang ahli ibadah,
apakah taubatku bisa diterima? Ternyata ahli ibadah itu menjawab: Tidak
mungkin diterima. Kemudian dibunuhlah ahli ibadah itu sehingga genaplah
100 jiwa manusia yang telah ia bunuh. Kemudian dia datang kepada seorang
ulama’, apakah bisa diterima taubatku? Seorang ulama’ tersebut
menjawab: Ya, (tentu taubatmu masih bisa diterima). Pada akhir kisahnya,
Allah pun mencabut nyawa orang tersebut dalam keadaan diterima
taubatnya.
Sehingga maha benar firman Allah , sebagaimana yang terdapat dalam hadits Qudsi, Allah berfirman:
سَبَقَتْ رَحْمَتِي غَضَبِي
“Sungguh rahmat-Ku telah mendahului kemurkaan-Ku.” (H.R. Muslim no. 2751)
Dan sungguh benar pula berita dari sabda Rasulullah:
لَوْ أَخْطَأْتُمْ حَتَّى تَبْلُغَ السَّمَاءَ ثُمَّ تُبْتُمْ لَتَابَ اللهُ عَلَيْكُمْ
“Kalau sekiranya kalian mempunyai dosa atau kesalahan sampai
memenuhi langit kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah akan menerima
taubat kalian.” (H.R. Ibnu Majah no. 4248, lihat Ash Shahihah no. 903,
1951)
Hakekat Taubat
Taubat itu tidaklah sekedar diucapkan secara lisan saja tanpa
disertai hati yang tulus penu penyesalan dan tanpa upaya untuk
beri’tikad baik. Karena taubat itu akan diterima oleh Allah bila telah
memenuhi syarat-syaratnya.
Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Al Imam An Nawawi
rahimahumullah dalam kitabnya Riyadhush Shalihin: “Para ulama
mengatakan: Bertaubat dari setiap dosa hukumnya wajib, jika maksiat
(dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya
dengan hak manusia, maka syaratnya ada tiga:
Petama; hendaknya dia menjauhi maksiat tersebut,
kedua; hendaknya dia menyesali perbuatan tersebut,
ketiga; hendaknya dia bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan
tersebut selama-lamanya. Jika hilang salah satu syarat-syarat tersebut
di atas, maka tidak sah taubatnya.
Jika maksiat tadi berkaitan dengan manusia, maka syaratnya ada
empat. Yaitu ketiga syarat di atas dan ditambah yang keempat; hendaknya
dia membebaskan diri (mengembalikan) hak orang tersebut. Jika berupa
harta atau sejenisnya, maka dia harus mengembalikannya ….”
Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menambahkan syarat berikutnya, yakni
hendaknya taubat itu dilakukan pada waktu-waktu masih diterimanya
taubat. Yaitu selama nyawa masih belum sampai di kerongkongan (sakratul
maut) dan selama matahari belum terbit dari barat (menjelang hari
kiamat).
Allah berfirman (artinya):
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang
melakukan kejelekan yang hingga apabila datang ajal kepada salah seorang
di antara mereka, ia mengatakan: Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.”
(An Nisa’ : 18)
Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawa belum
sampai kerongkongan.” (HR. At Tirmidzi no. 3537, dari sahabat Ibnu
umar)
Dan sabdanya:
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya.” (HR. Muslim no. 2703)
Wahai saudaraku, sebenarnya hakekat taubat itu dapat mendorong orang
yang bertaubat untuk memulai dan memperbanyak amalan-amalan shalih.
Oleh karena itulah, Allah banyak menggandengkan taubat dengan amal
shalih di dalam Al Qur’an. Diantaranya firman Allah (artinya): “Dan
orang yang bertaubat dan mengerjakan amalan shalih, maka sesungguhnya
dia itulah yang bertaubat kepada Allah dengan taubat yang
sebenar-benarnya.” (Al Furqan: 71)
Keutamaan Taubat
Sesungguhnya Allah telah menjanjikan keutamaan yang sangat besar
kepada siapa saja dari hamba-Nya yang mau bertaubat dan kembali kepada
kebenaran, di antaranya:
1. Penghapus dosa dan diganti dengan kebaikan
Allah berfirman (artinya): “Wahai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Maka
pasti Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahanmu.” (At Tahrim: 8)
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amalan
yang shalih, maka kejahatan mereka diganti oleh Allah dengan kebajikan.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Furqan: 70)
2. Mendapat keberuntungan di dunia dan akhirat
Sebagaimana firman Allah (artinya): “Bertaubatlah kalian sekalian
kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu mendapatkan
kemenangan.” (An Nur: 31)
3. Mendapat kecintaan dari Allah
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya (artinya): “Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.” (Al Baqarah: 222)
4. Diturunkannya rizki dan barakah
Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah (artinya): “Dan
hendaknya kalian memohon ampunan dari Rabb kalian dan bertaubatlah
kepada-Nya. Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus
menerus) kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan dan Dia akan
memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (memperoleh
balasan) keutamaannya.” (Hud: 3)
5. Penghalang dari adzab Allah
Allah berfirman (artinya): “Dan tidaklah Allah mengadzab mereka,
sedang mereka terus beristighfar (memohon ampun).” (Al Anfal: 33)
Sebaliknya, Allah mengancam bagi siapa yang enggan untuk bertaubat
kepada-Nya, dengan firman-Nya (artinya): “Maka jika mereka bertaubat,
itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya
Allah akan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih di dunia dan di
akhirat.” (At Taubah: 74)
Sumber: http://www.assalafy.org/al-ilmu.php?tahun4=1
akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/fiqh-ibadah/menggapai-jannatullah-dengan-taubat/