Salah seorang ulama salaf
pernah melihat pria yang mengadu kepada temannya perihal kesulitan
hidup yang dialaminya. Maka ulama tadi berkata, “Duhai, demi
Allah, anda tidak akan menemukan solusi apabila anda mengeluhkan Zat
yang merahmatimu (sayang kepadamu) kepada seorang yang tidak
menyayangimu.” Oleh karena itu, salah seorang penyair bersenandung,
وإذا أتتك مصيبة فاصبر لها … صبر الكريم فإنه بك أرحم
وإذا شكوت إلى ابن آدم إنما … تشكو الرحيم إلى الذي لا يرحم
“Apabila anda tertimpa musibah, maka bersabarlah dengan baik, sesungguhnya Dia sangat sayang kepadamu.
Apabila anda mengeluhkan (musibah itu) kepada manusia, (ketahuilah) bahwa anda mengeluhkan Zat yang maha pengasih kepada makhluk yang tidak menyayangimu.”
Seorang yang ‘arif
(mengenal Allah subhanahu wa ta'ala) hanyalah mengadu kepada Allah.
Orang yang paling ‘arif adalah seorang yang mengeluh kepada Allah
akan (musibah yang menerpanya)[2] karena meyakini bahwa semua itu
berasal dari kesalahan yang dia perbuat, bukan dikarenakan manusia.
Oleh karenanya, dia adalah orang yang sangat memahami firman Allah,
وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ (٧٩)
“Dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (An Nisa: 79).
dan juga firman-Nya.
أَوَلَمَّا
أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى
هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ (١٦٥
“Dan
mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal
kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan)
ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Ali Imran: 165).
Maka, ada tiga tingkatan
mengeluh, yang paling buruk adalah anda mengeluhkan Allah kepada
makhluk-Nya, yang paling tinggi (mulia) adalah anda mengeluhkan
keburukan dan kelemahan diri kepada-Nya, dan yang pertengahan adalah
anda mengeluhkan kezhaliman makhluk-Nya kepada-Nya.[3]
Footnote:
[1]
Praktek nyata dari pernyataan beliau di atas adalah tindakan kita
yang terkadang mengeluhkan musibah yang menerpa, kita tidak bersabar
atas hal tersebut dan justru mengeluhkan musibah itu kepada orang
lain.
[2] Musibah yang dimaksud mencakup segala sesuatu yang tidak menyenangkan seperti gangguan manusia terhadap dirinya.
[3] Diterjemahkan dari Fawaidul Fawaid hal. 378. Gedong Kuning, Yogyakarta, Rabu, 9 Rabi’uts Tsani 1431.