Tampilkan postingan dengan label Zikir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Zikir. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Maret 2015

Waktu Dzikir Pagi Petang

Alhamdulillah wa Sholatu wa Salamu ‘alaa Rosulillah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Allah Tabaroka wa Ta’ala memerintahkan kita agar senantiasa berdzikir kepada Nya dan mengingat Nya dalam semua keadaan kita. Salah satu ciri orang yang berakal adalah sebagaima terdapat dalam firman Nya,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

“(yaitu) Orang-orang yang mengingat Allah ketika berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring”. (QS. Ali ‘Imron [3] : 191)

Syaikh ‘Abdur Rohman As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,
Waktu Dzikir Pagi Petang 1Ayat ini mencakup seluruh bentuk dzikir baik dzikir dengan lisan dan hati. Termasuk dalam hal ini juga sholat dengan berdiri, namun jika tidak mampu maka sholat dengan duduk. Jika tidak mampu maka sholat dengan berbaring”[1].

Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq Al Badr Hafidzahullah mengatakan,
Waktu Dzikir Pagi Petang 2

“Telah sah di dalam Shohih Muslim sesungguhnya Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam biasa berdzikir kepada Robb Nya pada setiap keadaannya[2]. Maksudnya bahwa beliau Shollalahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah meninggalkan dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla apapun keadaannya, baik ketika malam ataupun siang, dikala pagi dan sore hari, ketika safar atau mukim, ketika berdiri atau duduk, ketika masuk atau keluar suatu tempat, berkendara ataupun ketika tidak berkendara dan keadaan lainnya melainkan beliau akan memulainya dengan berdzikir dan berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla[3].

Kemudian beliau Hafidzahullah mengatakan,
Waktu Dzikir Pagi Petang 3
“Barangsiapa yang merenungkan sunnah yang penuh berkah, petunjuk Nabi yang mulia maka dia akan mendapati adanya dzikir-dzikir di waktu pagi dan petang, dzikir ketika hendak tidur dan bangun, dzikir pada sholat dan setelah sholat, dzikir ketika makan dan minum, dzikir naik kendaraan dan safar, dzikir yang berkaitan dengan perasaan sedih dan gundah, dzikir ketika melihat sesuatu yang disukai dan dibenci, dan lain sebagainya yang merupakan dzikir-dzikir yang berkaitan langsung dengan keadaan seorang muslim di waktu siang dan malam hari”[4].

Nah, salah satu dzikir yang dianjurkan untuk kita rutinkan adalah dzikir ketika pagi dan petang. Diantara dzikir tersebut adalah apa yang diajarkan Nabi Shollalahu ‘alaihi wa Sallam,

مَنْ قَالَ بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ لَمْ يُضُرَّهُ شَيْءٌ.

“Barangsiapa yang mengucapkan “Bismillahilladzi laa yadhurru ma’a ismihi syai’un fiil ardhi wa laa fiis samaa’i wa huwas saamii’ul ‘aaliim” (Dengan Nama Allah tidak ada yang mampu membahayakan sesuatu di bumi dan langit. Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui) tiga kali maka tidak akan ada yang mampu membahayakannya”[5].
Pertanyaannya adalah kapan dzikir ini diucapkan ? Kapan waktu akhirnya ? Bagaimana jika tidak sempat mengucapkan pada waktu yang telah ditentukan tersebut ?
Maka mari simak apa yang disebutkan Syaikh Prof. DR. ‘Abdur Rozzaq Hafidzahullah berikut,
Waktu Dzikir Pagi Petang 4
“Waktu dzikir-dzikir yang dilakukan secara kontiniu ini adalah di waktu pagi yaitu setelah sholat subuh hingga sebelum matahari terbit. Sedangkan untuk petang yaitu setelah sholat ‘ashar hingga sebelum matahari tenggelam. Namun waktu untuk hal ini Insya Allah luas yaitu seandainya seseorang lupa mengucapkannya pada waktu tersebut atau karena adanya halangan tertentu maka tidak mengapa dia mengucapkan dzikir pagi ketika matahari telah terbit dan dzikir petang ketika matahari telah tenggelam[6].

Jika anda lupa subuh tadi, maka laksanakanlah sekarang…
Jika anda lupa petang tadi, maka laksanakanlah sekarang…


Selesai Subuh, 29 Jumadil Ulaa 1436 H, 20 Maret 2015 M
Al Faaqir ilaa Maghfiroti Robbihi/Aditya Budiman bin Usman.
[1] Lihat Taisir Karimir Rohman hal. 270/II terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh, KSA.
[2] HR. Muslim no. 373.
[3] Lihat Fiqh Al Adzkaar wal Ad’iyah hal. 7/III terbitan Kunuuz Syibilia, Riyadh, KSA.
[4] Idem.
[5] HR. Abu Dawud no. 5088, Tirmidzi no. 3388, Beliau Rohimahullah mengatakan, ‘Hadits ini hasan shohih ghorib’. Syaikh Al Albani Rohimahullah menilai hadits ini shohih.
[6] Lihat Fiqh Al Adzkaar wal Ad’iyah hal. 12/III.

http://alhijroh.com/adab-akhlak/waktu-dzikir-pagi-petang/

Kamis, 15 Mei 2014

Doa Penawar Hati Yang Duka (Pelipur Lara) dan Ketenangan


Doa Penawar Hati Yang Duka (Pelipur Lara) dan KetenanganDo’a Pelipur Lara

Ada sebuah do’a yang sangat indah yang pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan bahkan beliau sangat menganjurkan agar umatnya mempelajari do’a ini. Do’a ini merupakan do’a “pelipur lara” yang sangat dibutuhkan oleh setiap diri kita.

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu’aliahi wasallam bersabda: “apabila seorang hamba ditimpa kegelisahan atau kesedihan, lalu ia berdo’a:


اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.

Allaahumma innii ‘abduka, wabnu ‘abdika, wabnu amatika, naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qodhoo-uka, as-aluka bikullismin huwalaka, sammayta bihi nafsaka, aw anzaltahu fii kitaabika, aw ‘allamtahu ahadan min kholqika, awis ta’ tsar ta bihi fii ‘ilmil ghoibi ‘indaka, an taj’alal qur-aana robbii’a qolbii, wa nuuro shodrii, wa jalaa-a huznii, wa dzahaaba hammii.
Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu (Adam) dan anak hamba perempuanMu (Hawa). Ubun-ubunku di tanganMu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadhaMu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepadaMu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diriMu, yang Engkau turunkan dalam kitabMu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu atau yang Engkau khususkan untuk diriMu dalam ilmu ghaib di sisiMu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku.”

niscaya Allah akan menghilangkan kecemasan dan kesedihannya, kemudian Dia akan menggantikan semua itu dengan kegembiraan”. Kemudian para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkan kami mempelajari (menghafal) kalimat-kalimat tersebut?”. Beliau menjawab, “Ya, hendaknya siapa saja yang mendengarnya mempelajarinya” [Riwayat Ahmad1/391, Ibnu Hibban, Abu Ya'la, al-Hakim, dan yang lainnya, dengan sanad yang shahih menurut pendapat Al-Albani]

Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah, menguraikan kalimat per kalimat dengan sangat indah sehingga sangat membantu dalam memahami serta menghayati do’a yang indah ini, sebagaimana yang terdapat dalam al-Fawaid:

1. Ucapan إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, anak hamba perempuanMu”, menyiratkan permohonan yang sangat mendalam dan kerendahan diri di hadapan Allah. Ia juga menyiratkan pengakuan bahwa pemohon adalah hambaNya sebagaimana kakek-kakeknya juga hamba-hambaNya, yang sepenuhnya berada di bawah pemeliharaan, pengaturan, perintah, dan larangan Allah. Dia hanya melaksanakan apa yang telah ditetapkanNya sebagai bentuk ‘ubudiyyah-nya, bukan melaksanakan kehendaknya sendiri. Sebab, berbuat sesuai kehendak sendiri bukanlah karakter seorang hamba sahaya.

2. Dalam ungkapan نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ ubun-ubunku di tanganMu” secara tidak langsung menegaskan pengakuan kehambaan, dimana seolah-olah perkataan itu bermaksud “Engkaulah yang mengendalikan diriku sebagaimana yang Engkau kehendaki”. Apabila seorang hamba telah menyadari bahwa ubun-ubunnya dan ubun-ubun setiap hamba berada di tangan Allah semata, sehingga Dia bisa melakukan apa saja terhadap mereka, niscaya ia tidak akan takut kepada sesama hamba, tidak akan berharap kepada mereka, dan tidak akan memperlakukan mereka layaknya raja; tetapi sebatas hamba yang dikuasai dan diatur oleh Allah. Dengan demikian, teguhlah tauhid, sifat tawakkal, dan pengabdiannya.

3. Kalimat مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَHukumMu berlaku atasku, takdirMu adil bagiku”, mengandung dua hal pokok.
  • Pertama, pemberlakuan hukum Allah terhadap hambaNya. 
  • Kedua, pujian terhadapNya dan makna keadilanNya serta bahwasanya Allah pemilik tunggal kekuasaan dan segala pujian. 
Semua yang Dia firmankan adalah benar, semua ketentuanNya adil, semua perintahNya adalah maslahat, serta semua laranganNya mengandung kemudharatan. PahalaNya diberikan kepada yang berhak menerimanya atas dasar karunia dan rahmatNya. HukumanNya diberikan kepada yang berhak menerimanya atas dasar keadilan dan kebijaksanaanNya. Dengan kata lain, “hukum yang telah Engkau sempurnakan dan Engkau berlakukan kepada hambaMu merupakan bentuk keadilanMu terhadap dirinya”.

4. Rangkaian kalimat

 أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْعَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ 

Aku memohon kepadaMu dengan setiap Nama yang Engkau miliki, yang dengannya Engkau namakan diriMu sendiri, atau yang engkau turunkan (nama itu) di dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan (nama itu) kepada seorang dari makhlukMu, atau yang hanya Engkau ketahui sendiri”, merupakan bentuk tawasul kepada Allah dengan semua asmaNya, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui hamba. Dan inilah wasilah yang paling dicintaiNya karena nama-nama Allah merupakan perantara yang menyiratkan sifat-sifat dan perbuatan-perbuatanNya.

Kalimat أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَatau yang hanya Engkau ketahui sendiri (dalam ilmu Ghaib di sisiMu)” merupakan dalil tidak terbatasnya asma Allah. Adapun hadits yang menyebutkan nama Allah seratus kurang satu (99) bukanlah bermaksud membatasi jumlah asma Allah. Wallahu a’lam. [tambahan, bukan dari Al-Fawaid]

5. Dan inilah kalimat permohonannya

 أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ وَذَهَابَ هَمِّيْ وَغًمِّيْ 

kiranya Engkau jadikan al-Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dadaku, pelipur laraku, serta pengusir kecemasan dan keresahanku”. Kata الربيع artinya hujan yang menghidupkan atau menyuburkan bumi. Dengan demikian, do’a ini mengandung permohonan agar Allah menghidupkan hati beliau shallallahu’alaihi wasallam dengan al-Qur’an, juga menerangi dada beliau dengan cahaya al-Qur’an, sehingga antara kehidupan dan cahaya terpadu menjadi satu di dalam dirinya. Begitu pula, mengingat kesedihan, keresahan, dan kesusahan itu bertentangan dengan kehidupan dan terangnya hati, maka Nabi shallallahu’alaihi wasallam memohon agar semua itu sirna dengan perantara al-Qur’an, sehingga kedukaan itu tidak kembali lagi.

Ada 3 hal yang dibenci hati.
  1. Jika berkaitan dengan masa lalu, ia akan memunculkan huzn (kesedihan). 
  2. Jika berkaitan dengan masa yang akakn datang, ia akan melahirkan hamm (kecemasan). 
  3. Dan jika berkaitan dengan masa sekarang, ia akan menghadirkan ghamm (keresahan). Wallahu a’lam.

Maka dari itu seorang hamba hendaknya memohon kepada Allah agar menghilangkan semua hal yang tidak disukai hatinya, baik yang berkaitan dengan masa lalu, sekarang, maupun yang akan datang, sehingga hatinya menjadi jernih.(1)

Doa penawar hati yang duka dan untuk ketenangan lainnya

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ.
Allaahumma innii a'uudzubika minal hammi wal hazani wal 'ajli wal kasal, wal bukhli wal jubni wa dhola'iddaini wa gholabatir rijaal

Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang.” [HR. Al-Bukhari 7/158. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam senantiasa membaca doa ini, lihat kitab Fathul Baari 11/173.]


لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَرَبُّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمُ.

Laa ilaaha illallaahul ‘azhiimul haliim, Laa ilaaha illallaahu robbul ‘arsyil ‘azhiim, Laa ilaaha illallaahu robbus samaawaati wa robbul ardhi, wa robbul ‘arsyil kariim

Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Pengampun. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai arasy, yang Maha Agung. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai langit dan bumi. Tuhan Yang menguasai arasy, lagi Maha Mulia.” [HR. Al-Bukhari 7/154, Muslim 4/2092.]


اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ.
Allaahumma rohmataka arjuu, falaa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin, wa ash lihlii sya’nii kullahu, laa ilaaha illaa anta

Ya Allah! Aku mengharapkan (mendapat) rahmatMu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dariMu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.” [HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad 5/42. Menurut pendapat Al-Albani, hadits di atas adalah hasan dalam Shahih Abu Dawud 3/959.]


لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ.
Laa ilaaha illa anta, subhaanaka, innii kuntu minazh zhoolimiin

Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang zhalim.” [HR. At-Tirmidzi 5/529 dan Al-Hakim. Menurut pendapatnya yang disetujui oleh Adz-Dzahabi: Hadits tersebut adalah shahih 1/505, lihat Shahih At-Tirmidzi 3/168.]

اللهُ اللهُ رَبِّي لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا.

Allahu, Allahu robbii, laa usyriku bihi syai-aa

Allah, Allah adalah Tuhanku. Aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu.” [HR. Abu Dawud 2/87 dan lihat Shahih Ibnu Majah 2/335]

Dari 'Abdullah bin 'Abbas ia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam  ketika ditimpa kesusahan biasa mengucapkan:

لَا إلهَ إلَّا اللّهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ, لَا إلهَ إلَّا اللّهُ رَبُّ الْعَرْ شِ الْعَظِيْمِ, لَا إلهَ إلَّا اللّهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْا َرْضِ وَرَبُّ الْعَرْ شِ الْكَرِيْمِ.
Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Yang Maha Agung lagi Maha Penyantun. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Rabb (Pemilik) 'Arsy yang agung. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Rabb langit, Rabb bumi dan Rabb (Pemilik) 'Arsy yang mulia.'” [HR Al-Bukhari dan Muslim]

Dari 'Abdullah bin Mas'ud, ia mengatakan, “Apabila Nabi Shallallahu'alaihi wasallam mengalami kesusahan atau kesedihan, beliau mengucapkan:

يَا خَيُّ يَا قَيُّوْ مُ بِرَ خْمَتِكَ اَسْتَغِيِثُ
Wahai Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurusi makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu-lah aku memohon bantuan.” [HR Al-Hakim]


Dari Abu Bakrah bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, “Do'a ketika ditimpa kesusahan adalah:

اَللَّهُمَّ رَخْمَتَكَ اَرْجُوْ فَلَا تَكِلْنِي إلي نَفْسِيْ طَرْفَةَعَيْنٍ وَاَصْلِحْ لِي شَاْنِي كُلَّهُ لَا إلهَ إلَّا اَنْتَ
Ya Allah, dengan rahmat-Mu-lah aku berharap, maka janganlah Engkau serahkan (urusan)ku kepada diriku walaupun sekejap pun, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.” [HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban]


Sumber:
1. Diringkas dari Al-Fawaid, Ibnul Qayyim al-Jauziyah Oleh Pustaka Al-Atsar di http://pustakaalatsar.wordpress.com/2012/12/14/syarah-doa-pelipur-lara/
2. Disalin dari "Doa dan Wirid", oleh Ust. Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit : Pustaka Imam Syafi'i, Jakarta di http://abuayaz.blogspot.com/2011/05/doa-penawar-hati-yang-duka-dan-untuk.html
http://www.novieffendi.com/2013/03/doa-penawar-hati-yang-duka-pelipur-lara.html

DOA PENAWAR HATI YANG DUKA DAN UNTUK KETENANGAN


 اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.

Allaahumma innii ‘abduka, wabnu ‘abdika, wabnu amatika, naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qodhoo-uka, as-aluka bikullismin huwalaka, sammayta bihi nafsaka, aw anzaltahu fii kitaabika, aw ‘allamtahu ahadan min kholqika, awis ta’ tsar ta bihi fii ‘ilmil ghoibi ‘indaka, an taj’alal qur-aana robbii’a qolbii, wa nuuro shodrii, wa jalaa-a huznii, wa dzahaaba hammii.

“Ya Allah! Sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hambaMu (Adam) dan anak hamba perempuanMu (Hawa). Ubun-ubunku di tanganMu, keputusan-Mu berlaku padaku, qadhaMu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepadaMu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diriMu, yang Engkau turunkan dalam kitabMu, Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhlukMu atau yang Engkau khususkan untuk diriMu dalam ilmu ghaib di sisiMu, hendaknya Engkau jadikan Al-Qur’an sebagai penenteram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku.” [HR. Ahmad 1/391. Menurut pendapat Al-Albani, hadits tersebut adalah sahih.]


 اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ.

Allaahumma innii a'uudzubika minal hammi wal hazani wal 'ajli wal kasal, wal bukhli wal jubni wa dhola'iddaini wa gholabatir rijaal

“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang.” [HR. Al-Bukhari 7/158. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam senantiasa membaca doa ini, lihat kitab Fathul Baari 11/173.]


 لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَرَبُّ اْلأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمُ.

Laa ilaaha illallaahul ‘azhiimul haliim, Laa ilaaha illallaahu robbul ‘arsyil ‘azhiim, Laa ilaaha illallaahu robbus samaawaati wa robbul ardhi, wa robbul ‘arsyil kariim

 “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Agung dan Maha Pengampun. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai arasy, yang Maha Agung. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Tuhan yang menguasai langit dan bumi. Tuhan Yang menguasai arasy, lagi Maha Mulia.” [HR. Al-Bukhari 7/154, Muslim 4/2092.]


 اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ.

Allaahumma rohmataka arjuu, falaa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin, wa ash lihlii sya’nii kullahu, laa ilaaha illaa anta

“Ya Allah! Aku mengharapkan (mendapat) rahmatMu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dariMu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.” [HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad 5/42. Menurut pendapat Al-Albani, hadits di atas adalah hasan dalam Shahih Abu Dawud 3/959.]


 لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ.

Laa ilaaha illa anta, subhaanaka, innii kuntu minazh zhoolimiin

“Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang zhalim.” [HR. At-Tirmidzi 5/529 dan Al-Hakim. Menurut pendapatnya yang disetujui oleh Adz-Dzahabi: Hadits tersebut adalah shahih 1/505, lihat Shahih At-Tirmidzi 3/168.]

اللهُ اللهُ رَبِّي لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا.

Allahu Allahu robbii, laa usyriku bihi syai-aa

“Allah, Allah adalah Tuhanku. Aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu.” [HR. Abu Dawud 2/87 dan lihat Shahih Ibnu Majah 2/335]



[Disalin dari "Doa dan Wirid", oleh Ust. Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit : Pustaka Imam Syafi'i, Jakarta]
http://abuayaz.blogspot.com/2011/05/doa-penawar-hati-yang-duka-dan-untuk.html

Selasa, 13 Mei 2014

Bersedekah Tidak Mesti Dengan Harta.

Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata: Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bershadaqah ? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah shadaqah, tiap-tiap tahmid adalah shadaqah, tiap-tiap tahlil adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah “. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. [Muslim no.1006]

Hadits ini menerangkan keutamaan tasbih dan semua macam dzikir, amar ma’ruf nahi mungkar, berniat karena Allah dalam hal-hal mubah, karena semua perbuatan dinilai sebagai ibadah bila dengan niat yang ikhlas. Hadits ini juga menunjukkan dibenarkannya seseorang bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahuinya kepada orang yang berilmu, bila ia mengetahui bahwa orang yang ditanya itu menunjukkan sikap senang terhadap permasalahan yang ditanyakan dan tidak dilakukan dengan cara yang buruk, dan orang yang berilmu akan menerangkan kepadanya apa yang tidak diketahuinya itu.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah” menyatakan pengakuan bahwa setiap orang yan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dipandang melakukan shadaqah, yang hal ini akan memperjelas makna tasbih dan hal-hal yang disebut sebelumnya, karena amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah, sekalipun bisa juga menjadi fardhu ‘ain. Berbeda halnya dengan dzikir yang merupakan perbuatan sunnah, pahala atas perbuatan wajib lebih banyak daripada perbuatan sunnah, seperti yang disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari, Allah berfirman : “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan yang Aku cintai yang Aku wajibkan kepadanya”.

Sebagian ulama berkata : “Pahala atas perbuatan wajib tujuh puluh derajat di atas perbuatan sunnah, berdasarkan suatu Hadits”.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah shadaqah “. Telah disebutkan di atas bahwa perbuatan-perbuatan mubah yang dilakukan dengan niat menaati aturan Allah adalah shadaqah. Jadi, persetubuhan dinilai sebagai ibadah apabila diniatkan oleh seseorang untuk memenuhi hak dan kewajiban suami istri secara ma’ruf atau untuk mendapatkan anak yang shalih atau menjauhkan diri dari zina atau untuk tujuan-tujuan baik lainnya.

Shodaqoh adalah memberikan kebaikan kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Dengan demikian shodaqoh maknanya luas mencakup seluruh kebaikan, berupa perkataan atau perbuatan.

Ulama berbeda pendapat, apakah pahala menunaikan syahwat pada istri diperoleh tanpa niat, atau harus dengan niat. Jumhur ulama berpendapat, harus disertai niat meninggalkan hal-hal yang haram, mencukupkan diri dengan yang mubah berdasar kaidah hadits pertama.

Sumber: Ebook Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id/
Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam [Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya]

Minggu, 20 April 2014

Alam Semesta Pun Bertasbih

 
BATU PUN BERTASBIH


Dikarenakan keagungan Allah dan kemuliaan-Nya, maka seluruh makhluk pun bertasbih kepada-Nya. Langit, bumi, gunung, pohon, matahari, bulan, hewan, burung dan segala sesuatu, semuanya bertasbih mensucikan Allah ta’ala. Di dalam al-Qur’an ditegaskan,

“تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ، إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا”.

Artinya: Tujuh lapis langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. Namun kalian tidak memahami tasbih mereka. Sesungguh-Nya Dia Maha Penyantun lagi Pengampun”. QS. Al-Isra’ (17): 44.

Ayat di atas dan masih banyak ayat lainnya, menjelaskan pada kita bahwa seluruh makhluk bertasbih, entah itu makhluk hidup maupun benda mati. Dan mereka bertasbih secara nyata, bukan ilusi belaka.
Dalam kitabnya Tahdzîb al-Lughah, Imam al-Azhary (w. 370 H) menjelaskan bahwa seluruh makhluk Allah bersujud kepada-Nya dengan nyata, sebagaimana mereka bertasbih kepada Allah ta’ala juga dengan nyata. Kita para manusia tidaklah dibebani oleh Allah untuk mengetahui tata cara para makhluk itu dalam bertasbih dan bersujud kepada-Nya.
Allah ta’ala menjelaskan,

“أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ”.

Artinya: “Tidakkah engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pepohonan, hewan-hewan yang melata dan banyak di antara manusia”. QS. Al-Hajj (22): 18.

Bertasbihnya para makhluk tersebut di atas bukanlah suatu perkara yang aneh. Di zaman Nabi shallallahu’alaihiwasallam saja para sahabat biasa mendengar makanan bertasbih.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu menuturkan,

“لَقَدْ رَأَيْتُ الْمَاءَ يَنْبُعُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَقَدْ كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيحَ الطَّعَامِ وَهُوَ يُؤْكَلُ”

“Sungguh aku telah melihat air memancar dari antara jari-jari Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Dan sungguh kami juga mendengar makanan bertasbih saat dimakan”. HR. Bukhari.

Insan yang beriman akan percaya dengan apa yang disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah tanpa merasa ragu. Selain itu juga akan mengambil pelajaran, bahwa jika bebatuan yang tak bernyawa dan tak berakal saja bersujud, bertasbih dan merasa takut kepada Allah, bagaimana halnya dengan para manusia? Mereka telah dikaruniai akal, dianugerahi hati, dimuliakan dengan iman, andaikan tidak juga sujud, bertasbih dan merasa takut kepada Allah, alangkah kerasnya hati mereka?? Na’udzubillah min dzalik…
@  
Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 12 Shafar 1435 / 16 Desember 2013


*   Diringkas dan diterjemahkan dengan bebas oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari kitab Fiqh al-Ad’iyyah wa al-Adzkâr karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr (I/213-218).

http://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-doa-dan-dzikir-no-44-batu-pun-bertasbih/

Selasa, 08 April 2014

Dzikir Kunci Kebaikan

Oleh Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi
Tidak diragukan lagi, setiap orang ingin mendapat kebaikan dan dijauhkan dari kemudharatan. Namun tidak semua orang menyadari dan mau bersungguh-sungguh dalam mencapai keinginannya itu. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan kunci-kunci kebaikan tersebut dalam wahyunya secara gamblang dan tegas. Kunci kebaikan itu adalah dzikir kepada Allah (dzikrullah).
Urgensi dan Kedudukan Dzikir
Dzikir dan do’a adalah sebaik-baik amalan yang dapat mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabb-nya. Ia merupakan kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba di dunia dan akhirat. Kapan saja Alah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kunci ini kepada seorang hamba, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menginginkan ia membukanya. Dan jika Allah menyesatkannya, maka pintu kebaikan terasa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana, bingung, pikiran kalut, depresi, lemah semangat dan keinginannya. Apabila ia menjaga dzikir dan do’a serta terus berlindung kepada Allah, maka hatinya akan tenang, sebagaimana firman Allah :
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. [Ar Ra’du:28].
Dan ia akan mendapat keutamaan serta faidah yang sangat banyak di dunia dan akhirat.[1]
Allah berfirman menjelaskan arti penting dan kedudukan dzikir dalam banyak ayatnya, diantaranya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّآئِمِينَ وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. [Al Ahzaab:35].
Dan firmanNya:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. [Al Ahzaab:41].
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَآءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَالَهُ فِي اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek-moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang mendo'a: "Ya, Rabb kami. Berilah kami kebaikan di dunia," dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. [Al Baqarah:200].
Demikian juga dalam banyak hadits, Rasulullah telah menjelaskan secara gamblang arti penting dan kedudukan dzikir bagi diri seorang muslim, diantaranya:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
Dari Abu Musa , ia berkata: Telah bersabda Nabi shalallahu'alaihi wasallam ,”Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir, (ialah) seperti orang yang hidup dan mati.” [2]
Dan hadits Beliau yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ
Dari Abu Hurairah, Beliau berkata,”Al mufarridun telah mendahului,” mereka bertanya,”Siapakah al mufarridun, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,”Laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir.” [3]
Oleh karena itu dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah (adzkaar nabawiyah) memiliki kedudukan dan arti penting yang tinggi bagi seorang muslim; sehingga banyak ditulis kitab dan karya tulis yang beraneka ragam tentang permasalahan ini. Namun seorang muslim diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang telah disyari’atkannya; karena dzikir merupakan bagian dari ibadah. Dan ibadah hanyalah dibangun di atas dasar tauqifiyah (berdasar kepada dalil wahyu) dan ittiba’ (mencontoh Rasulullah)’ tidak menuruti hawa nafsu dan kehendak hati semata.
Untuk itu Ibnu Taimiyah berkata, ”Tidak diragukan lagi, adzkaar (dzikir-dzikir) dan do’a-do’a merupakan ibadah yang utama. Sedangkan ibadah dibangun di atas dasar tauqifiyah dan ittiba’; tidak menurut hawa nafsu dan kebid’ahan. Sehingga do’a-do’a dan adzkar nabawiyah merupakan dzikir dan do’a yang paling harus dicari oleh pencarinya. Pelakunya berada di jalan yang aman dan selamat. Sedangkan faidah dan hasil yang diperoleh tidak dapat diungkap dengan kata-kata, dan lisan tidak dapat mencakupnya. Adzkaar yang lainnya ada kalanya diharamkan atau makruh, atau terkadang berisi kesyirikan yang banyak tidak diketahui oleh orang bodoh. Permasalahan ini cukup panjang penjabarannya.
Seseorang tidak diperbolehkan membuat sebuah dzikir atau do’a yang tidak dicontohkan Rasulullah, dan menjadikannnya sebagai ibadah ritual yang dilakukan oleh manusia secara rutin, seperti rutinitas shalat lima waktu. Ini jelas kebid’ahan dalam agama yang dilarang Allah. Berbeda dengan do’a yang dilakukan seseorang, kadang-kadang tidak rutin dengan tidak menjadikannya sunnah untuk manusia; maka, jika ini tidak diketahui mengandung makna yang haram, tidak boleh dipastikan keharamannya. Akan tetapi, terkadang ada keharaman padanya, sedangkan manusia tidak merasakannya. Ini sebagaimana seorang berdo’a ketika genting, dengan do’a-do’a yang ia ingat pada waktu itu. Ini dan yang semisalnya hampir sama. Adapun mengambil wirid-wirid (ma’tsurat, Pent.) yang tidak disyari’atkan dan membuat-buat dzikir yang tidak syar’i, maka ini terlarang. Demikian do’a-do’a dan dzikir syar’i, berisi permintaan yang agung lagi benar. Tidak meninggalkannya dan beralih kepada dzikir-dzikir bid’ah yang dibuat-buat, kecuali orang bodoh atau lemah atau melampaui batas.”[4]
Keutamaan dan Faedah Dzikir
Keutamaan dan faidah dzikir sangatlah banyak, hingga Imam Ibnul Qayyim menyatakan dalam kitabnya Al Wabil Ash Shayyib [5], bahwa dzikir memiliki lebih dari seratus faidah, dan menyebutkan tujuh puluh tiga faidah di dalam kitab tersebut. Diantara keutamaan dan faidah dzikir ialah:
Pertama : Dzikir dapat mengusir syetan dan melindungi orang yang berdzikir darinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا اللَّهَ فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِي أَثَرِهِ سِرَاعًا حَتَّى إِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ نَفْسَهُ مِنْهُمْ كَذَلِكَ الْعَبْدُ لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنْ الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِ اللَّهِ
Dan Aku (Yahya bin Zakaria) memerintahkan kalian untuk banyak berdzikir kepada Allah. Permisalannya itu, seperti seseorang yang dikejar-kejar musuh, lalu ia mendatangi benteng yang kokoh dan berlindung di dalamnya. Demikianlah seorang hamba, tidak dapat melindungi dirinya dari syetan, kecuali dengan dzikir kepada Allah.[6]
Ibnul Qayim memberikan komentarnya terhadap hadits ini:
“Seandainya dzikir hanya memiliki satu keutamaan ini saja, maka sudah cukup bagi seorang hamba untuk tidak lepas lisannya dari dzikir kepada Allah, dan senantiasa gerak berdzikir; karena ia tidak dapat melindungi dirinya dari musuhnya, kecuali dengan dzikir kepada Allah. Para musuh hanya akan masuk melalui pintu kelalaian dalam keadaan terus mengintainya. Jika ia lengah, maka musuh langsung menerkam dan memangsanya. Dan jika berdzikir kepada Allah, maka musuh Allah itu meringkuk dan merasa kecil serta melemah sehingga seperti al wash’ (sejenis burung kecil) dan seperti lalat”.[7]
Manusia, ketika lalai dari dzikir, maka syetan langsung menempel dan menggodanya serta menjadikannya sebagai teman yang selalu menyertainya, sebagaimana firman Allah.
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha Pemurah (Al Qur'an), Kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan), maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. [Az Zukhruf:36].
Seorang hamba tidak mampu melindungi dirinya dari syetan, kecuali dengan dzikir kepada Allah.
Kedua : Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi, dan dapat mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya.
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. [Ar Ra’du:28].
Ketiga : Dzikir dapat menghidupkan hati. Bahkan, dzikir itu sendiri pada hakikatnya adalah kehidupan bagi hati tersebut. Apabila hati kehilangan dzikir, maka seakan-akan kehilangan kehidupannya; sehingga tidaklah hidup sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah.
Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dzikir bagi hati, seperti air bagi ikan. Lalu bagaimana keadaan ikan jika kehilangan air?”[8]
Keempat : Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzab Allah; karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar, dan kebaikan adalah untuk menghapus dosa dan menghilangkannya. Tentunya, hal ini dapat menyelamatkan orang yang berdzikir dari adzab Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang lebih menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dari dzikrullah.[9]
Kelima : Dzikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah yang tidak dihasilkan oleh selainnya, padahal sangat mudah mengamalkannya; karena gerakan lisan lebih mudah daripada gerakan anggota tubuh lainnya. Diantara pahala dzikir yang disebutkan Rasulullah adalah:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ
Barangsiapa mengucapkan (dzikir):لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dalam sehari seratus kali, maka itu sama dengan pahala sepuluh budak; ditulis seratus kebaikan untuknya, dan dihapus seratus dosanya. Juga menjadi pelindungnya dari syetan pada hari itu sampai sore, dan tidak ada satupun yang lebih utama dari amalannya, kecuali seorang yang beramal dengan amalan yang lebih banyak dari hal itu. [10]
Ibnul Qayim berkata, ”Dzikir adalah ibadah yang paling mudah, namun paling agung dan utama; karena gerakan lisan adalah gerakan anggota tubuh yang paling ringan dan mudah. Seandainya satu anggota tubuh manusia sehari semalam bergerak seukuran gerakan lisannya, tentulah hal itu sangat menyusahkannya, bahkan tidak mampu.” [11]
Keenam : Dzikir adalah tanaman syurga [12]. Ini berlandaskan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abdillah bin Mas’ud yang berbunyi.
لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلَامَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Aku berjumpa dengan Ibrahim pada malam isra’ dan mi’raj, lalu ia berkata,”Wahai, Muhammad. Sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahulah mereka bahwa syurga memiliki tanah yang terbaik dan air yang paling menyejukkan. Syurga itu dataran kosong (Qai’aan) dan tumbuhannya adalah (dzikir) Subhanallahi wa la ilaha illallah wallahu Akbar.” [13]
Hal ini juga dikuatkan dengan riwayat lain dari hadits Abu Ayub Al Anshari yang ada dalam Musnad Ahmad bin Hambal, 5/418.
Ketujuh : Dzikir menjadi cahaya penerang bagi di dunia, di kubur dan di akhirat. Meneranginya di shirat, sehingga tidaklah hati dan kubur memiliki cahaya, kecuali seperti cahaya dzikrullah, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya:
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya. [Al An’am:122].
Begitulah perbandingan antara seorang mukmin dengan lainnya. Seorang mukmin memiliki cahaya dengan sebab keimanan, kecintaan, pengenalan dan dzikir kepada Allah, sedangkan yang lain adalah orang yang lalai dari Allah, tidak mau berdzikir dan tidak mencintaiNya.[14]
Kedelapan : Dzikir menjadi sebab mendapatkan shalawat dari Allah dan para malaikatNya, sebagaimana firman Allah, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepadaNya pada waktu pagi dan petang. Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikatNya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. [Al Ahzaab:41-43].
Kesembilan : Banyak berdzikir dapat menjauhkan seseorang dari kemunafikan; karena orang munafik sangat sedikit berdzikir kepada Allah, sebagiamana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali. [An Nisa’:142].
Syaikh Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Al Abad berkata,
”Bisa jadi karena hal tersebut, Allah menutup surat Munafiqin dengan firmanNya, yang artinya: Hai, orang-orang yang beriman. Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al Munafiquun:9). Karena terdapat padanya peringatan dari fitnah kaum munafiqin yang lalai dari dzikrullah, lalu terjerumus dalam kemunafikan. Wal ‘iyadzubillah.
Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Khawarij:
“Apakah mereka munafik ataukah bukan?” Beliau menjawab,”Orang munafik tidak berdzikir kepada Allah, kecuali sedikit.” Ini merupakan isyarat, bahwa kemunafikan hanyalah sedikit berdzikir kepada Allah. Berdasarkan hal ini, maka banyak berdzikir merupakan penyelamat dari nifaq. [15]
Kesepuluh : Dzikir adalah amalan yang paling baik, paling suci dan paling tinggi derajatnya, sebagaimana dinyatakan Rasulullah dalam sabdanya:
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى
Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik dan tersuci serta tertinggi pada derajat kalian? Ia lebih baik dari berinfak emas dan perak, dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian memenggal kepalanya dan mereka memenggal kepala kalian?” Mereka menjawab”Ya,” lalu Rasulullah menjawab,”Dzikrullah.” [16]
Demikian beberapa keutamaan dan faidah yang dapat diutarakan dalam makalah singkat ini.
Adab Dalam Berdzikir
Berdzikir memiliki adab-adab yang perlu diperhatikan dan diamalkan, diantaranya:
Pertama : Ikhlas dalam berdzikir dan mengharap ridha Allah.
Kedua : Berdzikir dengan dzikir dan wirid yang telah dicontohkan Rasulullah; karena dzikir adalah ibadah. Telah lalu penjelasan Ibnu Taimiyah tentang hal tersebut.
Ketiga : Memahami makna dan maksudnya serta khusyu’ dalam melakukannya.
Ibnul Qayim berkata,”Dzikir yang paling utama dan manfaat, ialah yang sesuai antara lisan dengan hati dan merupakan dzikir yang telah dicontohkan Rasulullah. Serta orang yang berdzikir memahami makna dan tujuan kandungannya.” [17]
Keempat : Memperhatikan tujuh adab yang telah dijelaskan Allah dalam firmanNya.
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِمِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
Dan sebutlah (nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al A’raf:205].
Ayat yang mulia ini menunjukkan tujuh adab penting dalam berdzikir, yaitu:
  • Dzikir dilakukan dalam hati, karena hal itu lebih dekat kepada ikhlas.
  • Dilakukan dengan merendahkan diri, agar terwujud sikap penyembahan yang sempurna kepada Allah.
  • Dilakukan dengan rasa takut dari siksaan Allah akibat lalai dalam beramal dan tidak diterimanya dzikir tersebut. Oleh karena itu, Allah mensifati kaum mukminin dengan firmanNya: 
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ 
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. [Al Mu’minun:60].
  • Dilakukan tanpa mengeraskan suara, karena hal itu lebih dekat kepada tafakkur yang baik.
  • Dilakukan dengan lisan dan hati.
  • Dilakukan pada waktu pagi dan petang. Memang dua waktu ini memiliki keistimewaan, sehingga Allah menyebutnya dalam ayat ini. Ditambah lagi dengan keistimewaan lainnya, yaitu sebagaimana disampaikan Rasulullah dalam sabdanya: 
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
Bergantian pada kalian malaikat pada waktu malam dan malaikat pada waktu siang. Mereka berjumpa di waktu shalat Fajr dan Ashr, kemudian naiklah malaikat yang mendatangi kalian, dan Rabb mereka menanyakan mereka, dan Allah lebih tahu dengan mereka: “Bagaimana keadaan hambaKu ketika kamu tinggalkan?” Mereka menjawab,”Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat, dan kami datangi mereka dalam keadaan shalat.” [18]
  • Larangan lalai dari dzikrullah. [19]
Dengan ini jelaslah keutamaan dzikir sebagai kunci kebaikan dan adabnya. Mudah-mudahan yang sedikit ini dapat bermanfaat.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 1/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar, karya Dr. Abdurrazaq bin Abdulmuhsin Alibadr, Bagian pertama, Cetaakan pertama, Tahun 1999 M-1419 H, Dar Ibnu Affaan, Al Khubaar, KSA. Hlm 5-6.
[2]. Hadits riwayat Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Ad Da’awat, Bab Fadhlu Dzikrullah, no. 6407.
[3]. Hadits riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab Ad Du’a Wa Dzikir Wat Taubah Wal Istighfar, Bab Al Hats Ala Dzikr, no. 2676.
[4]. Majmu’ Al Fatawa, karya Ibnu Taimiyah, disusun oleh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, tanpa cetakan dan penerbit, juz 22/ 510-511.
[5]. Lihat Al Wabil Ash Shayyib Wa Rafi’ Al Kalimi Ath Thayyib, karya Ibnul Qayyim, tahqiq Hasan Ahmad Isbir, Cetakan pertama, Tahun 1997-1418 H, Dar Ibnu Hazm, Bairut, Libanon, hlm. 69-141.
[6]. Hadits riwayat Imam Ahmad dalam Musnad-nya (4/202), At Tirmidzi dalam Sunan-nya, kitab Al Amtsal ‘An Rasulullih, Bab Ma Ja’a Fi Matsal Ash Shalat Wal Shiyaam Wal Shadaqah, no. 2863 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 1724.
[7]. Al Wabil Ash Shayyib, hlm. 61.
[8]. Dinukil murid beliau Ibnul Qayim dalam Al Wabil Ash Shayyib, hlm. 70.
[9]. Hadits riwayat Ahmad dalam Musnad-nya 5/239 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 5644.
[10]. Hadits riwayat Al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Badi’ Al Khalq, Bab Sifat Iblis Wa Junuduhu, no. 3293; Muslim dalam Shahih-nya, kitab Ad Du’a Wa Dzikir Wa Taubah Wal Istighfar, Bab Fadhlu At Tahlil Wa Takbir Wa Tahmid, no. 2691; At Tirmidzi dalam Sunan-nya, kitab Al Da’awat ‘An Ar Rasul, Bab Ma Ja’a Fi Fadhl Tasbiih Wa Tahlil Wa Takbir Ta Tahmid, no.3390.
[11]. Al Wabil Ash Shayyib, hlm. 73.
[12]. Lihat Al Wabil Ash Shayyib, hlm. 73-74; Fiqh Al Ad’iyah Wal Adzkar, hlm. 19-20 dan Dzikru Wa Tadzkiir, karya Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Ghanim As Sadlan, Cetakan kedua, tahun 1415 H, Dar Al Balansiyah, Riyadh, KSA, hlm.8.
[13]. Hadits riwayat At Tirmidzi dalam Sunan-nya, kitab Ad Da’awat ‘An Ar Rasul, Bab Ma Ja’a Fi Fadhl Tasbih Wa Tahlil Wa Takbir Wa Tahmid, no.3462, dan dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 105.
[14]. Al Wabil Ash Shayyib, hlm. 82-83.
[15]. Fiqh Al Ad’iyah Wal Adzkar, hlm. 24.
[16]. Hadits riwayat At Tirmidzi dalam Sunan-nya, kitab Ad Da’awat ‘An Ar Rasul, no. 3377 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya, kitab Al Adab, Bab Fadhlu Dzikr, no. 3790, dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 2629.
[17]. Dinukil dari Fiqh Ad Ad’iyah Wal Azkar, hlm. 9.
[18]. Hadits riwayat Al Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Mawaqit Ash Shalat, Bab Fadl Shalat Al Ashr, no. 522 dan Muslim dalam Shahih-nya, kitab Al Masajid Wa Mawadi’ Ash Shalat, Bab Fadl Shalat Al Fajr Wal Ashr Wa Muhafadztu ‘Alaihima, no. 632.
[19]. Diringkas dengan beberapa perubahan dan tambahan dari Fiqh Ad Ad’iyah Wal Adzkar, hlm.57-59.

Semoga artikel ini dan artikel terkait dengannya menjadikan motivasi untuk kita untuk selalu menjalankan (merutinkan) ibadah yang mulia ini, ibadah yang paling mudah dan banyak dilupakan oleh kebanyakan manusia. Kita berlindung kepada Allah Azza wa Jalla dari keburukan amal, akhlak dan hawa nafsu. Amin. 

http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/05/dzikir-kunci-kebaikan.html

7 Faedah Dzikir


Mengingat Allah (baca: dzikir) merupakan pokok daripada syukur. Manfaat yang besar dapat diperoleh dengan mengerjakan amalan ini. Namun, sayang sekali kebanyakan orang melupakan dan melalaikannya. Padahal, faedah dzikir itu banyak sekali, di antaranya adalah:

[1] Mendatangkan pertolongan Allah
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku pun akan mengingat kalian.” (QS. al-Baqarah: 152)
[2] Mendatangkan ampunan dan pahala yang besar
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, lelaki maupun perempuan, maka Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 35)
[3] Sebab hidupnya hati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya (Allah) dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya, seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari)
[4] Mendatangkan ketentraman jiwa
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah, dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tentram.”(QS. ar-Ra’d: 28)
[5] Jauh dari perangkap setan
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang berpaling dari mengingat ar-Rahman maka akan Kami jadikan setan sebagai pendamping yang selalu menemaninya.” (QS. az-Zukhruf: 36)
[6] Jalan menuju keikhlasan
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berusaha mengelabui Allah, sedangkan Allah justru mengelabui mereka. Apabila mereka berdiri untuk sholat maka mereka berdiri dengan penuh kemalasan, mereka mencari-cari pujian manusia, dan mereka sama sekali tidak mengingat Allah kecuali sedikit.” (QS. an-Nisaa’: 142)
[7] Perlindungan Allah pada hari kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat… di antaranya adalah seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sepi, kemudian meneteslah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan yang perlu diingat bahwasanya dzikir yang benar adalah yang dilandasi keikhlasan niat dan dikerjakan dengan mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allahul muwaffiq.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/12/7-faedah-dzikir.html

Mengenal Jenis Dzikir


Ada pelajaran yang amat menarik dari Ibnul Qayyim rahimahullah. Dalam kitab beliau Al Wabilush Shoyyib, juga kitab beliau lainnya yaitu Madarijus Salikin dan Jala-ul Afham dibahas mengenai berbagai jenis dzikir. Dari situ kita dapat melihat bahwa dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikir seperti tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah) dan takbir (Allahu akbar) saja. Ternyata dzikir itu lebih luas dari itu. Mengingat-ingat nikmat Allah juga termasuk dzikir. Begitu pula mengingat perintah Allah sehingga seseorang segera menjalankan perintah tersebut, itu juga termasuk dzikir. Selengkapnya silakan simak ulasan berikut yang kami sarikan dari penjelasan beliau rahimahullah.
Dzikir itu ada tiga jenis:
Jenis Pertama:
Dzikir dengan mengingat nama dan sifat Allah serta memuji, mensucikan Allah dari sesuatu yang tidak layak bagi-Nya.
Dzikir jenis ini ada dua macam:

Macam pertama: Sekedar menyanjung Allah seperti mengucapkan “subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar”, “subhanallah wa bihamdih”, “laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir”.
Dzikir dari macam pertama ini yang utama adalah apabila dzikir tersebut lebih mencakup banyak sanjungan dan lebih umum seperti ucapan “subhanallah ‘adada kholqih” (Maha suci Allah sebanyak jumlah makhluk-Nya). Ucapan dzikir ini lebih afdhol dari ucapan “subhanallah” saja.
Macam kedua: Menyebut konsekuensi dari nama dan sifat Allah atau sekedar menceritakan tentang Allah. Contohnya adalah seperti mengatakan, “Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan hamba-Nya”, “Allah Maha Melihat segala gerakan hamba-Nya, “tidak mungkin perbuatan hamba yang samar dari  penglihatan Allah”, “Allah Maha menyayangi hamba-Nya”, “Allah kuasa atas segala sesuatu”, “Allah sangat bahagia dengan taubat hamba-Nya.”
Dan sebaik-baik dzikir jenis ini adalah dengan memuji Allah sesuai dengan yang Allah puji pada diri-Nya dan memuji Allah sesuai dengan yang Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji-Nya, yang di mana ini dilakukan tanpa menyelewengkan, tanpa menolak makna, tanpa menyerupakan atau tanpa memisalkan-Nya dengan makhluk.

Jenis Kedua:
Dzikir dengan mengingat perintah, larangan dan hukum Allah.
Dzikir jenis ini ada dua macam:
Macam pertama: Mengingat perintah dan larangan Allah, apa yang Allah cintai dan apa yang Allah murkai.
Macam kedua: Mengingat perintah Allah lantas segera menjalankannya dan mengingat larangan-Nya lantas segera menjauh darinya.
Jika kedua macam dzikir (pada jenis kedua ini) tergabung, maka itulah sebaik-baik dan semulia-mulianya dzikir. Dzikir seperti ini tentu lebih mendatangkan banyak faedah. Dzikir macam kedua (pada jenis kedua ini), itulah yang disebut fiqih akbar. Sedangkan dzikir macam pertama masih termasuk dzikir yang utama jika benar niatnya.
Jenis ketiga:
Dzikir dengan mengingat berbagai nikmat dan kebaikan yang Allah beri.
Dzikir dengan Hati dan Lisan
  • Dzikir bisa jadi dengan hati dan lisan. Dzikir semacam inilah yang merupakan seutama-utamanya dzikir.
  • Dzikir kadang pula dengan hati saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang kedua.
  • Dzikir kadang pula dengan lisan saja. Ini termasuk tingkatan dzikir yang ketiga.
Sebaik-baik dzikir adalah dengan hati dan lisan. Jika dzikir dengan hati saja, maka itu lebih baik dari dzikir yang hanya sekedar di lisan. Karena dzikir hati membuahkan ma’rifah, mahabbah (cinta), menimbulkan rasa malu, takut, dan semakin mendekatkan diri pada Allah. Sedangkan dzikir yang hanya sekedar di lisan tidak membuahkan hal-hal tadi.
Pelajaran
Jika kita perhatikan dengan seksama apa yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim di atas, dapat kita simpulkan bahwa duduk di majelis ilmu yang membahas bagaimana mengenal Allah melalui nama dan sifat-Nya, bagaimana mengetahui secara detail hukum-hukum Allah berupa perintah dan larangan-Nya, itu semua termasuk dzikir. Bahkan jika sampai ilmu itu membuahkan seseorang bersegera taat pada Allah dan menjauhi larangan-Nya, itu bisa menjadi dzikir yang utama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim sebagai fiqih akbar. Namun jika sekedar mengilmuinya saja, itu pun sudah termasuk dzikir. Itu berarti bukan suatu hal yang sia-sia jika seseorang berlama-lama duduk di majelis ilmu untuk mendengarkan nasehat para ulama yang di mana di dalamnya dibahas hal yang lebih detail tentang Allah, dibahas pula berbagai perintah dan larangan-Nya. Ini sungguh merupakan dzikir yang amat utama.
Semoga Allah menganugerahkan pada kita semangat dan keistiqomahan untuk terus belajar dan tidak lalai dari dzikir pada-Nya.
Panggang-Gunung Kidul, 20 Jumadal Ula 1432 H (23/04/2011)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/12/mengenal-jenis-dzikir.html

Istighfar dan Dzikir VS Facebook dan Twitter


Kami sempat terkesima mendengar kata-kata ustadz Armen Halim Naro, Lc rahimahullah saat memotivasi tentang istighfar, beliau berkata,
“Istighfar kita yang naik ke langit mencegah turunnya musibah ke bumi”
Ini membuat kami sedikit merenung mengenai diri kami. Dan kami mencoba untuk membaginya.
Fenomena jejaring sosial
Ternyata kami sangat jauh penerapannya. Setelah dipikir-pikir ada satu yang menjadi penyebabnya yaitu maraknya jejaring sosial seperti facebook, twitter, google+ dan lain-lain. inilah membuat kami lalai dan sangat jauh dari kebiasaan orang-orang shalih dan ulama yaitu beristighfar dimanapun, kapanpun [tentu bukan diWC, toilet dll]., mengucapkan “astagfirullah”,” Allahummagfirli” disela-sela waktu, di sela-sela kesempatan, di sela-sela kesibukan, ketika menunggu, ketika naik kendaraan, ketika berjalan kaki, ketika menanti jemputan dan ketika kita mampu mencuri sedikit waktu yang sangat mahal dalam berbagai kesibukan.
Para salaf mencuri waktu untuk beristighfar
Jika mengingat pesan para salaf [pendahulu] kita, maka kita sangat malu menisbatkan diri kepada mereka, Luqman ‘alaihis salam bepesan kepada anaknya,
يَا بُنِيَّ عَوِّدْ لِسَانَكَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، فَإِنَّ لِلَّهِ سَاعَاتٍ لَا يَرُدَّ فِيهَا سَائِلًا
“Wahai anakku biasakan lisanmu dengan ucapan: [اللهم اغفر لي ] “Allahummafirli”,  karena Allah memiliki waktu-waktu yang tidak ditolak permintaan hamba-Nya di waktu itu.”
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
أَكْثِرُوا مِنَ الِاسْتِغْفَارِ فِي بُيُوتِكُمْ، وَعَلَى مَوَائِدِكُمْ، وَفِي طُرُقِكُمْ، وَفِي أَسْوَاقِكُمْ،
وَفِي مَجَالِسِكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ، فَإِنَّكُمْ مَا تَدْرُونَ مَتَى تَنْزِلُ الْمَغْفِرَةُ
”Perbanyaklah istighfar di rumah-rumah, meja-meja makan, jalan-jalan, pasar-pasar dan majelis-majelis kalian di manapun kalian berada. Karena kalian tidak tahu kapan turunnya pengampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala”. [Jami’ Al-ulum wal hikam hal. 535, Darul Aqidah, Kairo, cet.1, 1422 H]
Belum lagi kisah imam Malik rahimahullah yang mencuri waktunya yang sangat mahal. Ketika penyambung suaranya berbicara saat majelis kajian [saat itu belum ada pengeras suara, maka ada beberapa penyambung suara berbicara setelah imam Malik berbicara]. Maka waktu longgar tersebut dimanfaatkan oleh beliau untuk beristighfar kepada Allah Ta’ala. Subhanallah, sangat jauh dari kita.
Bijak dalam menyikapi jejaring sosial
Kami baru teradar bahwa facebook dan jejaring sosial menjadi penggantinya. Mungkin seperti ini rutinitasnya:
-Setelah sholat subuh langsung buka laptop kemudian login, membuka-buka status yang sudah di update tadi malam [padahal statusnya kurang bermanfaat, sekedar curhat atau main-main],
-Kemudian di tempat kerja, ada waktu istirahat sedikit, langsung buka facebook, update status saat kerja, terkadang status mengeluh dengan pekerjaan, membicarakan atasan, membicarakan hal-hal yang kurang penting
-sore hari setelah istirahat juga langsung buka facebook lagi, mencari-cari berita terbaru dari link-link yang ada, awalnya berniat membuka link-link bermanfaat, akan tetapi ada juga yang friend yang menaruh link kurang bermanfaat, rasa penasaran muncul akhirnya sibuk dengan hal yang kurang bermanfaat. Atau akhirnya terlalu sibuk mengikuti perkembangan politik dan artis. “kasus ini, kasus itu, skandal ini, skandal itu”. Boleh sekedar tahu tetapi terkadang kita terjerumus rasa penasaran akhirnya terlalu mengikuti dan lalai. Padahal jika mendengar kasus-kasus tersebut kebanyakan kita sakit hati dengan kasus-kasus korupsi, ketidakadilan hukum dan kriminalitas yang telalu bebas disiarkan.
-magribnya juga terkadang ada saja yang buka update status
-kemudian ba’da isya menjelang tidur, buka facebook lagi, mencurahkan uneg-uneg, kejadian dan pengalaman selama sehari, terkadang status yang bisa menghapus pahala kita karena riya’, seperti kita sudah melakukan ini dan itu.
Jika seperti ini, kapan kita menuntut ilmu, berdakwah, waktu untuk keluarga, bersosialisasi dengan masyarakat dan beramal. Memang berniat menuntut ilmu di dunia maya, tetapi menuntut ilmu didunia nyata waktunya harus lebih banyak, jelas berbeda keutamaannya menghadiri majelis ilmu. Memang berniat berdakwah didunia maya, tetapi  berdakwah didunia nyata porsinya harus lebih besar, kepada orang tua, kerabat dan lain-lain.
Terkadang Ada ikhwan/akhwat yang terkesan sangat shalih dan alim di facebook, sangat sering update status agama, sangat sering berbicara agama, memberi link-link tentang sholat malam, tentang menuntut ilmu padahal didunia nyata ia malah jarang atau tidak menerapkannya. Tetapi kita perlu husnudzon juga, karena ada ikhwan/akhwat yang memang kerjanya berhubungan dengan dunia internet seperti ahli IT dan dagang via internet. Jadi mereka sangat memanfaatkan kesempatan tersebut.
Jauh sebelumnya para ustadz sudah memberi peringatan tentang hal ini. kita lihatlah pada para ustadz yang punya akun facebook, mereka lebih sibuk menuntut ilmu dan berdakwah didunia nyata.
Terkadang lebih baik HP tidak ada jaringan internetnya
Terkadang mungkin ini lebih baik jika tidak terlalu perlu misalnya untuk bisnis dan perdagangan. HP yang mudah dibawa kemana-mana menyebabkan kita dengan mudahnya membuka jejaring sosial seperti facebook. Sehingga sela-sela waktu malah kita gunakan untuk buka facebook, update status dan comment. Padahal hal itu kurang terlalu penting. Misalnya, Saat pecah ban motor, update status via blackberry: “ban motor pecah dijalan ini, bersama @fulan, Alhamdulillah dekat ama tambal ban” Kemudian menunggu ada yang comment dan saling balas-balasan.
Memang ini adalah hal yang mubah, akan tetapi alangkah baiknya jika ketika menunggu kita gunakan untuk beristighfar dan berdzikir. Merenungkan apa dosa kita dan kesalahan kita hari ini sampai ban motor bisa pecah sehinga manghambat perjalanan.
Ketahuilah, semua musibah, kesusahan dan kesedihan sekecil apapun itu adalah akibat dosa kita karena kita lalai bertaubat dan beristighfar. Mengenai ayat,
مَن يَعْمَلْ سُوءاً يُجْزَ بِهِ
“Barangsiapa yang mengerjakan kejelekan, niscaya akan diberi pembalasan dengannya.” [An-Nisa’:123]

Berkata Qotadah rahimahullah,
لا يصيب رجلا خدشٌ ولا عثرةٌ إلا بذنب
“Tidaklah seseorang terkena goresan [ranting] atau tersandung melainkan akibat dosa yang ia perbuat”. [Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran 9/236 , Al-Qurthubi, Muassah Risalah, cet.1, 1420 H]

Jangan melalaikan dan meremehkan istighfar
Kita jangan meremehkan istighfar, karena sekedar lafaz yang terucap saja. karena dari istighfar inilah bermula hakikat penghambaan terhadap Allah, yaitu hati remuk-redam, bersedih mengingat mengakui dosa-dosa yang pernah diperbuat setiap harinya. Banyak ilmu dan amal yang belum kita ketahui, kemudian banyak ilmu yang sudah kita ketahui tidak kita amalkan, belum lagi maksiat yang kita lakukan. Kemudian berbelas-belas memohon ampun kepada Allah, memohon dikasihani, kemudian berjanji akan beramal kebaikan setelahnya untuk membalas dan menghapus dosa yang kita perbuat.
Demikianlah hakikat penghambaan, apakah kita beribadah sambil tertawa? Sambil bermain-main? Sambil bergembira ria? Tidak, tetapi hati yang tunduk, merendah, menangis dan berlinanglah air mata karena Allah.
Setelah itu barulah hati bergembira karena teringat janji Allah subhana ta’ala melalui lisan rasul-Nya,
عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api Neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah Subhanahu wata’ala.” [HR. At-Tirmidzi no. 1639, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3829]

dan hadist,
سبعةيظلّهم اللّه فى ظلّه يوم لاظلّ الاّظلّه
ورجل ذكراللّه خالياففاضت عليناه 
“Ada tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam naungan-Nya pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya sendiri”,….Orang yang mengingat pada Allah Subhanahu wata’ala di waktu keadaan sunyi lalu berlinanglah airmata dari kedua matanya.” [Muttafaq ‘alaih]

Karena menangis karena Allah tidak bisa dibuat-buat, kita tidak bisa menangis begitu saja tiba-tiba dalam keadaan sunyi [tanpa pengaruh musik meloncholis dan pengaruh karena menangis ramai-ramai seperti di Televisi]. Tidak akan bisa mengangis karena Allah tanpa proses mengakui kesalahan dan istighfar sebelumnya. Dan tangisan karena tidak bisa muncul kecuali dari hati hanif lagi menghamba.
Perlu diperhatikan juga bahwa sebaiknya tangisan karena Allah sebaiknya disembunyikan, jangan menampakan kesedihan bersama manusia sebagaimana kesalahan yang sering kita lihat ditelevisi. Oleh karena itu kita perlu memilih waktu yang tepat.
Istighfar membuat kehidupan menjadi mudah, terasa ringan berbagai ujian dan cobaan
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
“dan hendaklah kamu meminta ampun [istighfar] kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan.” [Hud:3]
Syaikh Muhammad Amin As-Syinqiti berkata menafsirkan ayat ini,
وَالظَّاهِرُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْمَتَاعِ الْحَسَنِ: سَعَةُ الرِّزْقِ، وَرَغَدُ الْعَيْشِ، وَالْعَافِيَةُ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَّ الْمُرَادَ بِالْأَجَلِ الْمُسَمَّى: الْمَوْتُ
“Pendapat terkuat tentang yang dimaksud dengan kenikmatan adalah rizki yang melimpah, kehidupan yang lapang dan keselamatan didunia dan yang dimaksud dengan waktu yang ditentukan adalah kematian.” [Adhwa’ul Bayan 2/170, Darul Fikr, Libanon, 1415 H, Asy-Syamilah]
Kemudian istighfar juga membuat musibah tidak jadi turun, kemudian jika turun memudahkan kita menghadapinya, dan segera bisa menghilangkan musibah tersebut.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menukil dari Ibnu Shubaih dalam tafsirnya , bahwasanya ia berkata,
شَكَا رَجُلٌ إِلَى الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا آخَرُ إِلَيْهِ الْفَقْرَ
فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَقَالَ لَهُ آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي وَلَدًا،
فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ، فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟
فَقَالَ: مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي سُورَةِ” نُوحٍ”
”Ada seorang laki-laki mengadu kepadanya Hasan Al-Bashri tentang kegersangan bumi maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”,
yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”
yang lain lagi berkata kepadanya,”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!” maka beliau mengatakan kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”
Dan yang lain lagi mengadu tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan pula kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”
Dan kamipun menganjurkan demikian kepada orang tersebut
Maka Hasan Al-Bashri menjawab:”Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh [ayat 10-12].”  [Jami’ Liahkamil Quran 18/302, Darul Kutub Al-Mishriyah, kairo, cet. Ke-2, 1348 H, Asy-Syamilah]
Jangan lalai juga berdzikir
Kita sepertinya lupa juga dengan anjuran berdzikir, padahal ini adalah perbuatan yang sangat mudah.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung). [HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694]
Kemudian balasannya serta pahala sangat besar, salah satu saja contohnya,
نْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ
وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحر.رواه البخاري و مسلم.
Artinya: “Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
“Subahnallah wa bihamdihi “di dalam sehari 100 kali, dihapuskan dosa-dosanya walaupun seperti buih dilautan”.[HR. Bukhari, no. 5926 dan Muslim, no. 4857]
Perhatikan, hanya sekitar 3-5 menit untuk membacanya 100 kali, dosa kita terhapus semuanya. Untuk facebook dan twiter ketika menunggu tembel ban misalnya, kita habiskan sampai 20 menit.
Terbukti, kuatnya pengaruh dzikir
Bagi yang sudah terbiasa berdzikir dan merasakan nikmatnya, maka ia adalah kebutuhan pokok seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari. Ia adalah  kekuatan yang memudahkan kita melaksanakan berbagai ketataan dan mejaga kita dari keburukuan. Seolah-olah ada yang kurang jika tidak berdzikir. Dan Dzikir pagi-petang sebagai tempat pengisiannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah memaparkan bagimana pengaruh dzikir terhadap hamba berdasarkan pengamatannya langsung terhadap guru beliau syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
أن الذكر يعطي الذاكر قوة، حتى إنه ليفعل مع الذكر
ما لم يظن فعله بدونه، وقد شاهدت من قوة شيخ الإسلام ابن تيمية في سننه وكلامه وإقدامه
وكتابه أمراً عجيباً، فكان يكتب في اليوم من التصنيف
ما يكتبه الناسخ في جمعه وأكثر، وقد شاهد العسكر من قوته في الحرب أمراً عظيماً
“Sesungguhnya bacaan dzikir memberikan kepada pelakunya kekuatan. sampai-sampai ia mampu melakukan pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan bila tanpa berdzikir. Sungguh saya menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam prilaku, ucapan, keberanian dan karya tulisnya sesuatu yang menakjubkan. Dahulu, beliau menulis buku dalam satu hari dimana orang lain menulisnya dalam satu minggu atau lebih. Dan para pasukan juga telah mengakui keberanian beliau dalam peperangan yang luar biasa.” [Al-Wabilus Shayyib min Kalamith Thayyib hal. 77, Darul Hadist, kairo, cet. Ke-3, Asy-Syamilah]
Hanya berdzikir mengingat Allah hati kita menjadi tenang, jika masih saja tidak tenang padahal sudah berdzikir, ketahuilah hati kita mungkin sedang sakit, sehingga perlu keseriusan dan terus menerus berdzikir.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [Ar-Ra’d: 28]
Hendaklah kita bijak menggunakan waktu kita yang sangat mahal, seorang ulama berkata kepada mereka yang sedang duduk-duduk [sekedar nongkrong] bahwa ia ingin sekali membeli waktunya. Belum lagi para ulama yang tidur sehari hanya sekitar empat jam saja. Karena tugas kita sangat banyak dalam dakwah maka jual mahallah terhadap waktu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
Dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian besar manusia yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang”. [HR. Bukhari no.6412]
Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
26 Syawwal 1432 H, Bertepatan  25 September 2011
Penyusun:  Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
artikel http://muslimafiyah.com
http://faisalchoir.blogspot.sg/2011/12/istighfar-dan-dzikir-vs-facebook-dan.html