Oleh:Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
[A]. Sikap Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Terhadap Pelaku Bid’ah
Ahlus Sunnah wal Jama’ah senantiasa membantah dan menentang para pelaku
bid’ah dan selalu mencegah mereka untuk melakukannya. Perhatikanlah
beberapa conoth dibawah ini.
[1]. Dari Ummu Darda’ Rahiyallahu ‘anha, Dia berkata : “Abu Darda datang
menemuiku dalam keadaan jengkel. Lalu aku bertanya : “Ada apa
denganmu!” Dia menjawab : “Demi Allah, aku tidak melihat mereka
–sedikitpun- berada pada ajaran Muhammad, hanya saja mereka semua
melakukan shalat” [Hadits Riwayat Al-Bukhari]
[2]. Dari Umar bin Yahya, dia berkata : “Aku mendengar ayahku
menceritakan dari bapaknya, dia berkata : ‘Adalah kami sedang
duduk-duduk di pintu (rumah) Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu
sebelum shalat Dzuhur –(biasanya) bila dia keluar (dari rumahnya) kami
pun pergi bersamanya ke masjid-, tiba-tiba datang Abu Musa Al-Asy’ari
Radhiyallahu ‘anhu dan berkata : “Adakah Abu Abdir Rahman (Abdullah bin
Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu) telah keluar dari kalian ? Kami menjawab :
“Belum”. Lalu diapun duduk bersama kami sampai akhirnya Abdullah bin
Mas’ud keluar. Setelah dia keluar, kami berdiri menemuinya dan Abu Musa
Al-Asy’ari berkata : “Wahai Abu Abdir Rahman, tadi aku melihat di masjid
suatu perkara yang aku mengingkari, dan alhamdulillah, aku tidak
melihatnya kecuali kebaikan”. Dia bertanya : “Apa itu?” Abu Musa
menjawab :”Bila kau masih hidup niscaya kau akan melihatnya sendiri” Abu
Musa lalu berkata : “Aku melihat di masjid beberapa kelompok orang yang
duduk dalam bentuk lingkaran sambil menunggu (waktu) shalat. Dalam
setiap lingkaran itu ada seseorang laki-laki dan ditangan-tangan mereka
ada batu-batu kecil, orang laki-laki itu berkata :’Bacalah takbir 100
kali’, mereka pun bertakbir 100 kali, kemudian berkata lagi :’Bacalah
Tahlil 100 kali’, mereka pun bertahlil 100 kali, kemudian mereka berkata
lagi :’Bacalah Tasbih 100 kali, mereka pun bertasbih 100 kali.
Abdullah bin Mas’ud bertanya : ‘Apa yang katakan kepada mereka !’ Abu
Musa menjawab : ‘Aku tidak mengatakan apa pun pada mereka, karena aku
menunggu pendapatmu atau menunggu perintahmu!, Abdullah bin Mas’ud
menjawab : ‘Tidaklah kamu perintahkan pada mereka untuk menghitung
kesalahan-kesalahan mereka, dan kau beri jaminan bagi mereka bahwa tidak
ada sedikit pun dari kebaikan mereka yang akan hilang begitu saja ?’.
Kemudian dia pergi dan kamipun ikut bersamanya, hingga tiba di salah
satu kelompok dari kelompok-kelompok (yang ada di masjid) dan berdiri di
hadapan mereka, lalu berkata : ‘Apa yang kalian sedang kerjakan?’
Mereka menjawab : ‘Ya Abu Abdir Rahman, (ini adalah) batu-batu kecil
yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil, tasbih dan tahmid’.
Abdullah bin Mas’ud berkata : ‘Hitunglah kesalahan-kesalahan kalian. Aku
akan menjamin bahwa tidak ada sedikitpun dari kebaikan-kebaikan kalian
yang akan hilang begitu saja.
Celaka kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian,
lihat sahabat-sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih banyak,
baju-baju beliau belum rusak dan bejana-bejana beliau belum pecah. Demi
Allah yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh, (apakah) kalian ini
berada pada ajaran yang lebih baik dari ajaran Muhammad ataukah kalian
sedang membuka pintu kesesatan’. Mereka menjawab : ‘Demi Allah, wahai
Abu Abdir Rahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan’. Abdullah
bin Mas’ud berkata : ‘Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan
tapi dia tidak dapat meraihnya, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada kami bahwa ada sekelompok orang yang
membaca Al-Qur’an tapi hanya sampai sebatas kerongkongan mereka saja.
Demi Allah, aku tidak tahu, barangkali sebagian besar mereka dari
kalian-kalian ini’. Kemudian dia pergi dan Amr bin Maslamah berkata ;
‘Kami lihat sebagian besar mereka memerangi kita pada perang Nahrawan
bersama dengan kelompok Khawarij” [Hadits Riwayat Ad-Darimy]
[3]. Ada seorang laki-laki yang datang kepada Imam Malik bin Anas
Rahimahullah, dia bertanya : “Dari mana saya akan memulai berihram ?”
Imam Malik menjawab : “Dari Miqat yang ditentukan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang beliau berihram dari sana”. Dia bertanya lagi :
“Bagaimana jika aku berihram dari tempat yang lebih jauh dari itu ?”
Dijawab : “Aku tidak setuju itu”. Tanyanya lagi : “Apa yang tidak suka
dari itu ?” Imam Malik berkata. “Aku takut terjatuh pada sebuah
fitnah!”. Dia berkata lagi : “Fitnah apa yang terjadi dalam menambah
kebaikan ?” Imam Malik berkata : “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul
takut akan ditimpa fitnah (cobaan) atau ditimpa adzab yang pedih”
[An-Nur : 63]
Dan fitnah apakah yang lebih besar daripada engkau dikhususkan dengan
sebuah karunia yang tidak diberikan kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam ?”
Ini hanya sekedar contoh, dan kita lihat para ulama masih tetap menentang pelaku bid’ah di setiap masa, Alhamdulillah
[B]. Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Dalam Menyanggah Para Pelaku Bid’ah.
Manhaj mereka dalam hal ini didasarkan pada Kitab dan Sunnah. Manhaj
yang mantap dan tidak terbantah, di mana pertama kali mereka
mengungkapkan syubhat-syubhat para pelaku bid’ah kemudian membantahnya
(satu persatu). Dan dengan berdasarkan pada Kitab dan Sunnah, mereka
mengungkapkan kewajiban berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran syariat
dan kewajiban meninggalkan berbagai macam bid’ah serta hal-hal yang
diadakan.
Ulama Ahlus Sunnah telah mengeluarkan banyak karya dalam hal ini. Dan di
dalam buku-buku aqidah, mereka juga membantah para pelaku bid’ah yang
berkaitan dengan iman dan aqidah. Bahkan, ada yang menulis karya-karya
khusus untuk hal tersebut. Misalnya, Imam Ahmad yang menulis buku khusus
membantah kelompok Jahmiyah, begitu pula para Imam lainnya, seperti
Utsman bin Sa’id Ad-Darimi.
Hal semacam ini dapat kita temui pula dalam karya-karya Syaikhul Islam
Ibnu taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim, juga karya-karya Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab dan yang lainnya. Di mana dalam karya-karya
tadi disebutkan sanggahan terhadap banyak aliran, juga sanggahan
terhadap orang-orang Quburiyyun dan kelompok Sufiyah. Adapun buku-buku
yang khusus membantah para pelaku bid’ah, maka banyak sekali jumlahnya.
Dan alhamdulillah para ulama masih terus menolak praktek-praktek bid’ah
dan menulis bantahan-bantahan terhadap para pelaku bid’ah melalui media
Koran, majalah, siaran-siaran, khutbah-khutbah jum’at, berbagai macam
seminar dan ceramah-ceramah yang mempunyai pengaruh besar dalam
menyadarkan kaum muslimin, mengikis bid’ah dan membantah ahli bid’ah.
[Disalin dari buku At-Tauhid Lish-Shaffits Tsani Al-‘Aliy, Penulis
Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan edisi Indonesia Kitab
Tauhid-3, Penerjemah Ainul Haris Arifin Lc, hal 148-152, Darul Haq]
http://almanhaj.or.id/content/500/slash/0/sikap-terhadap-pelaku-bidah-dan-manhaj-ahlus-sunnah-dalam-menyanggah-pelaku-bidah/