Bersedekah merupakan amal shalih yang paling agung, bahkan termasuk amal
 terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. 
Bersedekah juga merupakan salah satu sebab di lindungi seseorang dari 
adzab kubur dan mendapat naungan Allah pada hari kiamat. Apalagi jika 
orang yang mengeluarkan sedekah itu memperhatikan adab-adabnya.
Diantara adab-adab bersedekah adalah sebagai berikut:
1.  Ikhlas dalam Bersedekah
Seseorang wajib mengikhlaskan niat karena Allah semata didalam 
bersedekah dan mencari keridhaan-Nya serta kedekatan disisi-Nya, baik 
sedekah wajib maupun sedekah mustahab (sunnah). Jika keikhlasan tidak 
ada, maka sedekah akan batal dan dapat menggugurkan pahalanya. Sebagian 
orang bersedekah dengan tujuan riya' dan su'ah serta berbangga-bangga 
untuk menyombongkan diri agar ia dikenal dengan sedekahnya. Bahkan ia 
berusaha menonjolkan hal itu. Orang-orang seperti ini akan di sisa ada 
hari Kiamat dengan siksa yang sangat berat.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Orang yang pertama 
kali dipanaskan dengan (tubuh) mereka api Neraka pada hari kiamat ada 
tiga golongan..."
Kemudian Beliau bersabda, "Dan hadirkan yang bersedekah."
sampai dengan sabda Nabi, "Allah berkata, "Engkau berdusta. Sesungguhnya
 engkau bersedekah agar dikatakan dermawan. Begitulah (kenyataan) yang 
telah dikatakan..." (HR. Muslim no.1095, dari Abu Hurairah 
radhiyallahu'anhu)
2.  Mempelajari Kewajiban-kewajiban dalam Bersedekah
Seorang Muslim wajib mempelajari tentang sedekah-sedekah yang diwajibkan
 aas dirinya, mempelajari ukuran-ukurannya dan kepada siapa sedekah itu 
harus diberikan, serta hal lain-lain yang akan meluruskan ibadahnya 
tersebut. Hal itu dilakukan sebelum ia melakukan sedekah, walaupun ia 
harus bertanya kepada ahli ilmu. Sebab ia tidak akan terhitung 
melaksanakan kewajiban didalam ibadah hingga ia melakukannya sesuai 
dengan yang di syari'atkan Allah Subhanhu wa ta'ala. Selain itu, agar 
tidak mengeluarkan sesuatu dari jenis harta yang tidak wajib dikeluarkan
 zakatnya atau ia tidak memberikannya kepada orang yang tidak berhak 
menerimanya dan hal-hal semacam itu.
3.  Tidak Menunda-nunda Sedekah yang Wajib Hingga Keluar Waktunya
Jika telah wajib seseorang muslim untuk mengeluarkan zakat atas 
hartanya, tanamannya, perniagaannya, atau yang lainnya dari harta 
sedekah yang wajib, maka ia wajib mengeluarkannya pada waktunya. Tidak 
boleh ia menundanya tanpa adanya udzur. Hal itu tidak boleh sama sekali.
 Siapa yang menunda hingga keluar dari waktunya tanpa udzur, niscaya ia 
akan menghadapi kemarahan Allah Subhanahu wa ta'ala.
4.  Mendahulukan Sedekah yang Wajib daripada yang Mustahab (Sunnah)
Wajib atas seorang Muslim, apabila ia harus mengeluarkan zakat yang 
wajib dan telah tiba waktunya, agar mendahulukannya daripada sedekah 
yang mustahab. Itulah hukum asalnya. Sebab, menunaikan sedekah yang 
wajib termasuk rukun Islam. Allah Subhanahu wa ta'ala tidak akan 
menerima amalan-amalan yang sunnah hingga ia mengamalkan amalan wajib. 
Amalan yang disukai Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya adalah 
dengan menunaikan kewajiban, sebagaimana yang disebutkan didalam hadits 
qudsi: "...dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan 
sesuatu yang lebih Aku sukai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan 
atasnya..." (HR. al-Bukhari no. 6502 dari Abu Hurairah radhiyallahu 
‘anhu)
Barangsiapa yang telah mendahulukan sedekah yang mustahab atas sedekah 
yang wajib maka ia berada dalam kesalahan yang besar. Ia melakukan hal 
itu disebabkan kejahilan terhadap syari'at dan karena kekurangan ilmunya
 tentang hal-hal yang disukai Allah Subhanahu wa ta'ala.
5.  Mengeluarkan Zakat dari Jenis-jenis Harta yang Telah Ditentukan Syari'at Apabila Telah Wajib Atasnya
Apabila sudah jatuh kewajiban atas seorang Muslim untuk mengeluarkan 
sedekah (zakat) atas barang tertentu secara syar'i, dan syari'at telah 
menjelaskan cara mengeluarkan jenis tertentu dari hartanya, seperti 
zakat fitrah, zakat yang telah diwajibkan oleh Rasulullah 
Shallallahu'alaihi wa sallam, yaitu satu sha' gandum/ burr atau satu 
sha' kurma atau satu sha' sya'ir (jewawut) atau sejenisnya, maka 
seharusnya seorang Mukmin mengeluarkan zakat harta-hata yang telah 
disebutkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam atau hal-hal yang 
beliau sebutkan didalam nash tersebut. Janganlah ia mengeluarkan 
pengganti selainnya atas dasar ijtihad sendiri, dengan anggapan bahwa 
jenis-jenis harta yang lain dapat menggantikan kedudukannya atau lebih 
bermanfaat dari jenis-jenis tersebut. Sebab, kalaulah demikian halnya, 
tentu syari'at telah menyebutkannya dan tentu Nabi Shallallahu'alaihi wa
 sallam telah mengisyaratkannya, atau telah memilihnya atau memberikan 
pilihan kepadanya. Maka bagaimana mungkin seorang Mukmin berprasangka 
bahwasanya perhatian Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam telah luput dari 
perkara ini? Apakah syari'at tidak memperhitungkannya?
Mengeluarkan jenis-jenis harta yang telah disebutkan didalam syari'at 
akan menjauhkan seorang Muslim dari perselisihan-perselisihan pendapat 
fiqih tentang barang yang digunakan sebagai penggantinya, apakah boleh 
atau tidak. Sebab, tidak ada orang mengatakan bahwasanya jenis-jenis 
harta yang dikeluarkan menurut ketetapan syari'at tidak sah. Namun, yang
 menjadi khilaf (perbedaan pendapat) adalah harta jenis lain, apakah sah
 atau tidak.
6.  Hendaklah Sedekah itu Dari Hasil yang Baik
Bersedekah dari harta yang halal karena itu merupakan sebab diterimanya 
sedekah tersebut dan yang akan menghasilkan pahala, sebagaimana sabda 
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam,
"Tidaklah seseorang yang bersedekah dengan harta yang baik, dan Allah 
tidak akan menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah akan 
mengambil dengan Tangan Kanan-Nya. Jika itu berupa sebutir kurma, 
niscaya ia akan tumbuh ditelapak tangan Allah 'Azza wa jalla hingga 
menjadi lebih besar daripada gunung. Sebagaimana seseorang diantara kamu
 menyamai benihnya atau memelihara anak unta." (HR.Ahmad II/538, 
an-Nasa'i V/57, at-tirmidzi no.661 dan ia berkata 'Hasan Sahih' dan Ibnu
 Majah no. 1842 dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu. Lihat kitab 
Shahiihul Jaami' no. 5600)
Al-fasil adalah unta kecil. Wajib atas orang yang bersedekah 
untuk mengusahakan agar sedekahnya berasal dari harta yang baik. Kalau 
tidak demikian, niscaya sedekahnya tidak akan diterima. Sungguh 
mengherankan, sering kali kami mendengar para penari atau penyanyi yang 
mendermakan hasil usahanya yang buruk itu untuk amal-amal kebaikan. 
Demikian pula pedagang obat terlarang, penjual khamr, penerima suap, 
atau yang lainnya. Mereka mensedekahkan harta yang buruk dari harta dan 
hasil usaha mereka. Kalaulah mereka benar-benar jujur, niscaya mereka 
akan meninggalkan apa-apa yang mereka kerjakan itu karena ketaatan 
kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan memenuhi perintah-Nya. Namun, 
kebanyakan dari mereka bertujuan untuk berbangga-bangga, menyombongkan 
diri, agar orang-orang mengatakan bahwa ia adalah orang yang dermawan.
7.  Memberi Sedekah Kepada Orang-orang yang Membutuhkan
Hendaknya orang-orang yang bersedekah berusaha memberikan sedekahnya 
kepada orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan orang-orang 
fakir, miskin, anak yatim, janda orang yang terlilit hutang, dan 
orang-orang yang berhak menerima sedekah. Janganlah ia memberikannya 
kepada orang yang ia ketahui tidak membutuhkannya. Apabila itu sedekah 
yang wajib (zakat), maka tidak sah kecuali diberikan kepada orang yang 
berhak menerimanya. Seandainya, yang dimaksud adalah sedekah yang 
sunnah, maka dianjurkan mendahulukan orang yang pantas menerimanya. 
Sebab, sedekah itu akan menjaga mereka dari perbuatan yang haram untuk 
mendapatkan sesuap nasi atau yang lainnya. Allah Subhanahu wa ta'ala 
telah menjelaskan jenis-jenis orang yang menerima zakat.
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, 
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk 
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk 
jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai 
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi 
Mahabijaksana." (Qs. At-Taubah: 60)
8.  Mengeluarkan Harta yang Terbaik dalam Bersedekah
Janganlah seseorang sengaja mengeluarkan barang-barang atau makanan yang
 buruk untuk disedekahkan, atau memilih harta-harta yang buruk didalam 
bersedekah. Namun hendaklah ia memilih yang bagus. Demikan jika mampu, 
hendaklah ia memberikan yang paling bagus karena hakikatnya ia 
menyerahkannya untuk dirinya disisi Allah Subhanahu wa ta'ala.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, 
nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik 
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan 
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya, 
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan 
memincingkan mata terhadapnya..." (Qs. Al-Baqarah: 267)
Demikian seorang yang bersedekah, hendaklah mengeluarkan yang terbaik 
yang dimilikinya untuk Allah Subhanahu wa ta'ala. Sebab, ia akan 
medapatkan barang yang disedekahkannya itu terpelihara disisi Allah 
Subhanahu wa ta'ala pada saat ia membutuhkannya diakhirat.
9.  Bersedekah dengan Apa-apa yang Dia Cintai
Jika seorang hamba mampu bersedekah dengan sesuatu yang ia cintai dari 
harta, makanan atau yang sejenisnya, maka ia akan mendapatkan pahala 
yang lebih besar dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sampai 
kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang
 kamu cintai..." (Qs. Ali 'Imran: 92)
Oleh karena itu 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu'anhu apabila datang 
kepada beliau seorang peminta-minta, maka ia kan memerintahkan 
keluarganya untuk memberikannya gula karena ia menyukai gula. 
Demikianlah, hendaknya orang-orang yang suka berbuat baik segera 
berlomba-lomba melakukannya.
10.  Tidak Menggugurkan Sedekah dengan Mengungkit-ungkit dan Menyakiti Orang yang Menerima Sedekah
Tidak boleh seorang hamba mengungkit-ungkit sedekah kepada orang yang 
menerimanya atau merendahkannya dengan sedekah, atau menyebutkan 
kebaikan-kebaikan atau jasa-jasa yang telah ia berikan kepadanya. Sebab,
 hal itu dapat melukai perasaan orang yang menerimanya dan dapat 
menghapus (pahala) sedekah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa 
ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) 
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si 
penerima)..." (Qs. Al-Baqarah: 264)
Allah juga menyifati orang-orang yang beriman didalam firman-Nya:
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian tidak 
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut 
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka 
memperoleh pahala disisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap 
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Qs. Al-Baqarah: 262)
11.  Mengagumi Nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala dan Mensyukurinya
Wajib bagi orang yang bersedekah agar merenungi nikmat Allah Subhanahu 
wa ta'ala atas dirinya ketika bersedekah. Sebab, Alah telah 
menjadikannya kaya dan tidak membuatnya terpakasa menerima sedekah. 
Allah Subhanahu wa ta'ala menjadikan tangannya diatas. Allah Subhanahu 
wa ta'ala menjadikannya orang yang memberi dan bukan menerima. Yang 
demikian termasuk nikmat Allah atas dirinya sehingga ia harus 
bersungguh-sungguh mensyukurinya dengan mentaati Allah Subhanahu wa 
ta'ala. dan memperbanyak sedekah, serta berkasih sayang dengan orang 
fakir, miskin dan mereka yang membutuhkan.
12. Hendaknya orang yang Bersedekah Tidak Memandang Dirinya Berjasa Atas Orang yang Menerima Sedekahnya
Wajib atas orang yang bersedekah untuk tidak memandang dirinya berjasa 
atas orang fakir dan orang yang membutuhkan. Namun, hendaknya ia 
memandang semua itu sebagai karunia Allah Subhanahu wa ta'ala karena 
Dialah yang telah memberikan dan melimpahkan harta tersebut kepadanya. 
Allah pun memberinya taufik kepada Islam dan melepaskan dirinya dari 
kebakhilan atau sifat kikir sehingga ia segera untuk bersedekah.
Bahkan, seorang mukmin yang bijak akan melihat bahwasanya orang fakir 
itulah yang telah mencurahkan karunia atasnya. Sebab, orang fakir 
menerima sedekahnya sehingga memberikan kesempatan baginya untuk 
menerima pahala dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Bahkan, orang-orang 
shalih dari kalangan Salaf berkata: "Demi Allah, aku memandang justru 
orang fakir adalah yang melimpahkan karunia atasku. Kalaulah Allah 
Subhanahu wa ta'ala tidak menjadikan mereka menerima sedekahku, niscaya 
aku akan terhalang dari pahala dan balasan dari Allah Subhanahu wa 
ta'ala.
13.  Tidak Mengurungkan Niat Bersedekah karena Keraguan terhadap Orang yang Menerimanya
Apabila seorang yang bersedekah ragu terhadap orang yang menerima 
sedekahya, tidak juga bisa memastikan apakah ia benar-benar fakir atau 
tidak, maka janganlah hal itu membuatnya tidak jadi bersedekah. Sebab, 
ada dasarnya ia mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa ta'ala dari 
sedekahnya. Hal ini kerap kali terjadi. Selama ia bersungguh-sungguh 
memberikan sedekah kepada yang berhak, dan besar sangkaannya bahwa orang
 yang dimaksudkan berhak menerimanya, maka berikanlah sedekah itu. 
Bahkan, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam tidak pernah menolak 
orang yang memintanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa 
sallam:
"Seorang laki-laki berkata: 'Malam ini aku akan bersedekah'. Kemudian ia
 keluar membawa barang yang akan disedekahkannya. Ternyata, ia 
memberikannya kepada pencuri sehingga pada pagi harinya orang-orang 
berbicara: 'Tadi malam seorang pencuri menerima sedekah.' Maka orang itu
 berkata: 'Ya Allah segala puji bagi-Mu, sedekah itu jatuh ketangan 
pencuri.' Setelah itu orang itu berkata: 'Aku akan bersedekah.' Kemudian
 ia keluar membawa sedekahnya. Ternyata sedekah itu jatuh ketangan 
pelacur sehingga orang-orang berkata: 'Tadi malam seorang pelacur 
menerima sedekah.' Maka orang itu berkata: 'Ya Allah, segala puji 
bagi-Mu, sedekah itu jatuh ketangan pelacur.' Sesudah itu ia berkata: 
'Aku akan bersedekah.' Kemudian ia membawa sedekahnya. Ternyata sedekah 
itu jatuh ketangan orang kaya. Hingga orang-orangpun berkata: 'Orang 
kaya juga mendapatkan sedekah.' Maka ia berkata: 'Ya Allah segala puji 
bagimu, sedekah itu jatuh ketangan pencuri, pelacur dan orang kaya.' 
Dikatakan kepadanya: 'Sungguh, sedekahmu telah diterima. Adapun pencuri 
itu mudah-mudahan ia tidak lagi mencuri dan pelacur itu, mudah-mudahan 
ia meninggalkan perbuatan zina, sedangkan orang yang kaya itu, 
mudah-mudahan hal itu menjadi peringatan sehingga ia suka bersedekah 
dari kekayaan yang diberikan Allah kepadanya'." (HR. Al-Bukhari no. 1421
 dan Muslim no. 1022 dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu)
Laki-laki dalam hadits diatas mengira bahwa ketiga orang tersebut 
menerima sedekah yang ia berikan, sedang ikhlas dalam memberikannya. 
Oleh karena itu, Allah menerima amalnya walaupun orang-orang yang 
menerima sebenarnya tidak berhak menerima sedekah. Itulah tujuan utama 
dari orang yang bersedekah, yaitu mengharapkan pahala balasan dari Allah
 Subhanahu wa ta'ala. Hal itu benar-benar terjadi. Adapun tujuan yang 
lain ialah memberi manfaat bagi orang fakir dan mencukupi hajat mereka, 
yang bisa diwujudkan jika yang menerimanya benar-benar berhak. Mungkin 
juga justru yang tercapai adalah tujuan yang lain, yaitu menjadi i'tibar
 (pelajaran) jika orang yang menerima sedekah itu bukanlah orang yang 
berhak. Namun, jika orang yang bersedekah itu yakin bahwa orang yang 
meminta tidak berhak, atau menjadikan meminta-minta sebagai profesi, 
maka ia boleh menahan sedekahnya.
14.  Lebih Dulu Memberikan Sedekah Kepada Karib Kerabat
Apabila karib kerabat mereka termasuk orang yang membutuhkan, maka hak mereka lebih besar daripada hak oranglain.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Sedekah kepada orang 
miskin (mendapat satu pahala), sedangkan kepada karib kerabat menadapat 
dua pahala; pahala sedekah dan pahala silaturahim." (HR. Ahmad 
[IV/17,18,214], at-Tirmidzi no. 658 dan dihasankannya, an-Nasa'i V/92, 
Ibnu Majah no. 1844, al-Hakim I/407 dan dishahihkannya serta disetujui 
oleh adz-Dzahabi dari Salman bin 'Amir. Lihat Shahiihul Jaami' no. 3858)
Barangsiapa yang mendapatkan kelapangan untuk bersedekah, hendaklah ia 
mendahulukan karib kerabatnya jika mereka membutuhkan karena mereka 
lebih berhak menerimanya. Jika tidak demikian, ia boleh menyerahkannya 
kepada orang lain. Semakin dekat derajat kekerabatannya dengan orang 
yang menerima sedekah itu, maka semakin besar pula pahala sedekahnya. 
Allahu a'lam.
15.  Merahasiakan Sedekah Kecuali Untuk Suatu kepentingan
Dianjurkan kepada setiap Muslim jika ia bersedekah untuk merahasiakan 
sedekahnya dari pengetahuan manusia sebisa mungkin. Sesungguhnya hal itu
 lebih dekat kepada keikhlasan serta lebih menjaga harga diri dan 
kehormatan orang yang menerimanya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Jika kamu menampakkan sedekah(mu),
 maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu merahasiakannya dan kamu 
memerikan kepada orang-orang fakir, maka merahasiakan itu lebih baik 
bagimu..." (Qs. Al-Baqarah: 271)
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa orang 
yang merahasiakan sedekahnya termasuk orang-orang yang dinaungi pada 
hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Tujuh orang yang Allah 
naungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah 
Subhanahu wa ta'ala: .....dan seorang yang bersedekah, ia menyembunyikan
 sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak tau apa yang disedekahkan oleh
 tangan kanannya." (HR. Al-Bukhari no. 660, Muslim no. 1031) Hadits ini 
berisi anjuran untuk merahasiakan sedekah.
Meskipun demikian, apabila disana ada kepentingan dan maslahat yang kuat
 untuk menampakkannya, maka yang lebih baik adalah menampakkannya. 
Contohnya, orang yang terhormat bersedekah kepada orang yang membutuhkan
 dihadapan khalayak agar mereka mengikutinya untuk bersedekah. Dengan 
begitu, ia telah mencontohkan kepada mereka perbuatan baik. Misalnya 
juga orang yang mengeluarkan zakat secara terang-terangan dihadapan 
orang banyak untuk mengingatkan mereka tentang waktu zakat, seperti juga
 orang yang khawatir tidak menemukan orang yang membutuhkannya jika ia 
tidak memberikanya saat itu juga dihadapan orang banyak. Masih banyak 
lagi permasalahan lainnya. Hal itu semua dilakukan dengan tetap menjaga 
diri dari riya' dan tetap menjaga keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa 
ta'ala didalamnya.
16.  Tidak Mengambil Kembali Sedekahnya
Jika seseorang memberikan suatu sedekah, maka ia tidak boleh mengambilnya kembali dari orang yang telah menerimanya.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Perumpamaan orang 
yang bersedekah kemudian ia mengambil kembali sedekahnya seperti anjing 
yang memuntahkan sesuatu kemudian ia menjilat muntahannya untuk 
memakannya lagi." (HR. Muslim no.1622 dari Ibnu 'Abbas 
radhiyallahu'anhuma)
Hadits diatas menerangkan perumpamaan yang sangat jelek bagi orang yang 
mengambil kembali sedekahnya. Tidaklah dibuat perumpamaan itu, melainkan
 karena buruknya perbuatan tersebut. Maka dari itu, wajib atas Muslim 
ketika bersedekah agar mengeluarkan sedekahnya dengan kemurahan hati dan
 ia tidak mengambil kembali apa yang telah disedekahkan dengan alasan 
apapun.
Demikianlah yang dimudahkan Allah Subhanahu wa ta'ala bagiku dari 
adab-adab sedekah, yang jumlahnya enam belas adab. Alhamdulillahi Rabbil
 'aalamiin.
[Dikutip dari kitab Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan 
As-Sunnah oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada,
 terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, cetakan pertama/Agustus 2007]
Tambahan: 
Baca artikel: Amat Disayangkan, Banyak Sedekah Hanya Untuk Memperlancar Rizki 
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/09/adab-adab-bersedekah.html

