Bersedekah merupakan amal shalih yang paling agung, bahkan termasuk amal
terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.
Bersedekah juga merupakan salah satu sebab di lindungi seseorang dari
adzab kubur dan mendapat naungan Allah pada hari kiamat. Apalagi jika
orang yang mengeluarkan sedekah itu memperhatikan adab-adabnya.
Diantara adab-adab bersedekah adalah sebagai berikut:
1. Ikhlas dalam Bersedekah
Seseorang wajib mengikhlaskan niat karena Allah semata didalam
bersedekah dan mencari keridhaan-Nya serta kedekatan disisi-Nya, baik
sedekah wajib maupun sedekah mustahab (sunnah). Jika keikhlasan tidak
ada, maka sedekah akan batal dan dapat menggugurkan pahalanya. Sebagian
orang bersedekah dengan tujuan riya' dan su'ah serta berbangga-bangga
untuk menyombongkan diri agar ia dikenal dengan sedekahnya. Bahkan ia
berusaha menonjolkan hal itu. Orang-orang seperti ini akan di sisa ada
hari Kiamat dengan siksa yang sangat berat.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Orang yang pertama
kali dipanaskan dengan (tubuh) mereka api Neraka pada hari kiamat ada
tiga golongan..."
Kemudian Beliau bersabda, "Dan hadirkan yang bersedekah."
sampai dengan sabda Nabi, "Allah berkata, "Engkau berdusta. Sesungguhnya
engkau bersedekah agar dikatakan dermawan. Begitulah (kenyataan) yang
telah dikatakan..." (HR. Muslim no.1095, dari Abu Hurairah
radhiyallahu'anhu)
2. Mempelajari Kewajiban-kewajiban dalam Bersedekah
Seorang Muslim wajib mempelajari tentang sedekah-sedekah yang diwajibkan
aas dirinya, mempelajari ukuran-ukurannya dan kepada siapa sedekah itu
harus diberikan, serta hal lain-lain yang akan meluruskan ibadahnya
tersebut. Hal itu dilakukan sebelum ia melakukan sedekah, walaupun ia
harus bertanya kepada ahli ilmu. Sebab ia tidak akan terhitung
melaksanakan kewajiban didalam ibadah hingga ia melakukannya sesuai
dengan yang di syari'atkan Allah Subhanhu wa ta'ala. Selain itu, agar
tidak mengeluarkan sesuatu dari jenis harta yang tidak wajib dikeluarkan
zakatnya atau ia tidak memberikannya kepada orang yang tidak berhak
menerimanya dan hal-hal semacam itu.
3. Tidak Menunda-nunda Sedekah yang Wajib Hingga Keluar Waktunya
Jika telah wajib seseorang muslim untuk mengeluarkan zakat atas
hartanya, tanamannya, perniagaannya, atau yang lainnya dari harta
sedekah yang wajib, maka ia wajib mengeluarkannya pada waktunya. Tidak
boleh ia menundanya tanpa adanya udzur. Hal itu tidak boleh sama sekali.
Siapa yang menunda hingga keluar dari waktunya tanpa udzur, niscaya ia
akan menghadapi kemarahan Allah Subhanahu wa ta'ala.
4. Mendahulukan Sedekah yang Wajib daripada yang Mustahab (Sunnah)
Wajib atas seorang Muslim, apabila ia harus mengeluarkan zakat yang
wajib dan telah tiba waktunya, agar mendahulukannya daripada sedekah
yang mustahab. Itulah hukum asalnya. Sebab, menunaikan sedekah yang
wajib termasuk rukun Islam. Allah Subhanahu wa ta'ala tidak akan
menerima amalan-amalan yang sunnah hingga ia mengamalkan amalan wajib.
Amalan yang disukai Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya adalah
dengan menunaikan kewajiban, sebagaimana yang disebutkan didalam hadits
qudsi: "...dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan
sesuatu yang lebih Aku sukai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan
atasnya..." (HR. al-Bukhari no. 6502 dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu)
Barangsiapa yang telah mendahulukan sedekah yang mustahab atas sedekah
yang wajib maka ia berada dalam kesalahan yang besar. Ia melakukan hal
itu disebabkan kejahilan terhadap syari'at dan karena kekurangan ilmunya
tentang hal-hal yang disukai Allah Subhanahu wa ta'ala.
5. Mengeluarkan Zakat dari Jenis-jenis Harta yang Telah Ditentukan Syari'at Apabila Telah Wajib Atasnya
Apabila sudah jatuh kewajiban atas seorang Muslim untuk mengeluarkan
sedekah (zakat) atas barang tertentu secara syar'i, dan syari'at telah
menjelaskan cara mengeluarkan jenis tertentu dari hartanya, seperti
zakat fitrah, zakat yang telah diwajibkan oleh Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa sallam, yaitu satu sha' gandum/ burr atau satu
sha' kurma atau satu sha' sya'ir (jewawut) atau sejenisnya, maka
seharusnya seorang Mukmin mengeluarkan zakat harta-hata yang telah
disebutkan Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam atau hal-hal yang
beliau sebutkan didalam nash tersebut. Janganlah ia mengeluarkan
pengganti selainnya atas dasar ijtihad sendiri, dengan anggapan bahwa
jenis-jenis harta yang lain dapat menggantikan kedudukannya atau lebih
bermanfaat dari jenis-jenis tersebut. Sebab, kalaulah demikian halnya,
tentu syari'at telah menyebutkannya dan tentu Nabi Shallallahu'alaihi wa
sallam telah mengisyaratkannya, atau telah memilihnya atau memberikan
pilihan kepadanya. Maka bagaimana mungkin seorang Mukmin berprasangka
bahwasanya perhatian Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam telah luput dari
perkara ini? Apakah syari'at tidak memperhitungkannya?
Mengeluarkan jenis-jenis harta yang telah disebutkan didalam syari'at
akan menjauhkan seorang Muslim dari perselisihan-perselisihan pendapat
fiqih tentang barang yang digunakan sebagai penggantinya, apakah boleh
atau tidak. Sebab, tidak ada orang mengatakan bahwasanya jenis-jenis
harta yang dikeluarkan menurut ketetapan syari'at tidak sah. Namun, yang
menjadi khilaf (perbedaan pendapat) adalah harta jenis lain, apakah sah
atau tidak.
6. Hendaklah Sedekah itu Dari Hasil yang Baik
Bersedekah dari harta yang halal karena itu merupakan sebab diterimanya
sedekah tersebut dan yang akan menghasilkan pahala, sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam,
"Tidaklah seseorang yang bersedekah dengan harta yang baik, dan Allah
tidak akan menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah akan
mengambil dengan Tangan Kanan-Nya. Jika itu berupa sebutir kurma,
niscaya ia akan tumbuh ditelapak tangan Allah 'Azza wa jalla hingga
menjadi lebih besar daripada gunung. Sebagaimana seseorang diantara kamu
menyamai benihnya atau memelihara anak unta." (HR.Ahmad II/538,
an-Nasa'i V/57, at-tirmidzi no.661 dan ia berkata 'Hasan Sahih' dan Ibnu
Majah no. 1842 dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu. Lihat kitab
Shahiihul Jaami' no. 5600)
Al-fasil adalah unta kecil. Wajib atas orang yang bersedekah
untuk mengusahakan agar sedekahnya berasal dari harta yang baik. Kalau
tidak demikian, niscaya sedekahnya tidak akan diterima. Sungguh
mengherankan, sering kali kami mendengar para penari atau penyanyi yang
mendermakan hasil usahanya yang buruk itu untuk amal-amal kebaikan.
Demikian pula pedagang obat terlarang, penjual khamr, penerima suap,
atau yang lainnya. Mereka mensedekahkan harta yang buruk dari harta dan
hasil usaha mereka. Kalaulah mereka benar-benar jujur, niscaya mereka
akan meninggalkan apa-apa yang mereka kerjakan itu karena ketaatan
kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan memenuhi perintah-Nya. Namun,
kebanyakan dari mereka bertujuan untuk berbangga-bangga, menyombongkan
diri, agar orang-orang mengatakan bahwa ia adalah orang yang dermawan.
7. Memberi Sedekah Kepada Orang-orang yang Membutuhkan
Hendaknya orang-orang yang bersedekah berusaha memberikan sedekahnya
kepada orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan orang-orang
fakir, miskin, anak yatim, janda orang yang terlilit hutang, dan
orang-orang yang berhak menerima sedekah. Janganlah ia memberikannya
kepada orang yang ia ketahui tidak membutuhkannya. Apabila itu sedekah
yang wajib (zakat), maka tidak sah kecuali diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya. Seandainya, yang dimaksud adalah sedekah yang
sunnah, maka dianjurkan mendahulukan orang yang pantas menerimanya.
Sebab, sedekah itu akan menjaga mereka dari perbuatan yang haram untuk
mendapatkan sesuap nasi atau yang lainnya. Allah Subhanahu wa ta'ala
telah menjelaskan jenis-jenis orang yang menerima zakat.
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana." (Qs. At-Taubah: 60)
8. Mengeluarkan Harta yang Terbaik dalam Bersedekah
Janganlah seseorang sengaja mengeluarkan barang-barang atau makanan yang
buruk untuk disedekahkan, atau memilih harta-harta yang buruk didalam
bersedekah. Namun hendaklah ia memilih yang bagus. Demikan jika mampu,
hendaklah ia memberikan yang paling bagus karena hakikatnya ia
menyerahkannya untuk dirinya disisi Allah Subhanahu wa ta'ala.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik
dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan darinya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya..." (Qs. Al-Baqarah: 267)
Demikian seorang yang bersedekah, hendaklah mengeluarkan yang terbaik
yang dimilikinya untuk Allah Subhanahu wa ta'ala. Sebab, ia akan
medapatkan barang yang disedekahkannya itu terpelihara disisi Allah
Subhanahu wa ta'ala pada saat ia membutuhkannya diakhirat.
9. Bersedekah dengan Apa-apa yang Dia Cintai
Jika seorang hamba mampu bersedekah dengan sesuatu yang ia cintai dari
harta, makanan atau yang sejenisnya, maka ia akan mendapatkan pahala
yang lebih besar dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Kamu sekali-kali tidak sampai
kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang
kamu cintai..." (Qs. Ali 'Imran: 92)
Oleh karena itu 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu'anhu apabila datang
kepada beliau seorang peminta-minta, maka ia kan memerintahkan
keluarganya untuk memberikannya gula karena ia menyukai gula.
Demikianlah, hendaknya orang-orang yang suka berbuat baik segera
berlomba-lomba melakukannya.
10. Tidak Menggugurkan Sedekah dengan Mengungkit-ungkit dan Menyakiti Orang yang Menerima Sedekah
Tidak boleh seorang hamba mengungkit-ungkit sedekah kepada orang yang
menerimanya atau merendahkannya dengan sedekah, atau menyebutkan
kebaikan-kebaikan atau jasa-jasa yang telah ia berikan kepadanya. Sebab,
hal itu dapat melukai perasaan orang yang menerimanya dan dapat
menghapus (pahala) sedekah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
ta'ala:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima)..." (Qs. Al-Baqarah: 264)
Allah juga menyifati orang-orang yang beriman didalam firman-Nya:
"Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian tidak
mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala disisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Qs. Al-Baqarah: 262)
11. Mengagumi Nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala dan Mensyukurinya
Wajib bagi orang yang bersedekah agar merenungi nikmat Allah Subhanahu
wa ta'ala atas dirinya ketika bersedekah. Sebab, Alah telah
menjadikannya kaya dan tidak membuatnya terpakasa menerima sedekah.
Allah Subhanahu wa ta'ala menjadikan tangannya diatas. Allah Subhanahu
wa ta'ala menjadikannya orang yang memberi dan bukan menerima. Yang
demikian termasuk nikmat Allah atas dirinya sehingga ia harus
bersungguh-sungguh mensyukurinya dengan mentaati Allah Subhanahu wa
ta'ala. dan memperbanyak sedekah, serta berkasih sayang dengan orang
fakir, miskin dan mereka yang membutuhkan.
12. Hendaknya orang yang Bersedekah Tidak Memandang Dirinya Berjasa Atas Orang yang Menerima Sedekahnya
Wajib atas orang yang bersedekah untuk tidak memandang dirinya berjasa
atas orang fakir dan orang yang membutuhkan. Namun, hendaknya ia
memandang semua itu sebagai karunia Allah Subhanahu wa ta'ala karena
Dialah yang telah memberikan dan melimpahkan harta tersebut kepadanya.
Allah pun memberinya taufik kepada Islam dan melepaskan dirinya dari
kebakhilan atau sifat kikir sehingga ia segera untuk bersedekah.
Bahkan, seorang mukmin yang bijak akan melihat bahwasanya orang fakir
itulah yang telah mencurahkan karunia atasnya. Sebab, orang fakir
menerima sedekahnya sehingga memberikan kesempatan baginya untuk
menerima pahala dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Bahkan, orang-orang
shalih dari kalangan Salaf berkata: "Demi Allah, aku memandang justru
orang fakir adalah yang melimpahkan karunia atasku. Kalaulah Allah
Subhanahu wa ta'ala tidak menjadikan mereka menerima sedekahku, niscaya
aku akan terhalang dari pahala dan balasan dari Allah Subhanahu wa
ta'ala.
13. Tidak Mengurungkan Niat Bersedekah karena Keraguan terhadap Orang yang Menerimanya
Apabila seorang yang bersedekah ragu terhadap orang yang menerima
sedekahya, tidak juga bisa memastikan apakah ia benar-benar fakir atau
tidak, maka janganlah hal itu membuatnya tidak jadi bersedekah. Sebab,
ada dasarnya ia mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa ta'ala dari
sedekahnya. Hal ini kerap kali terjadi. Selama ia bersungguh-sungguh
memberikan sedekah kepada yang berhak, dan besar sangkaannya bahwa orang
yang dimaksudkan berhak menerimanya, maka berikanlah sedekah itu.
Bahkan, Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam tidak pernah menolak
orang yang memintanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu'alaihi wa
sallam:
"Seorang laki-laki berkata: 'Malam ini aku akan bersedekah'. Kemudian ia
keluar membawa barang yang akan disedekahkannya. Ternyata, ia
memberikannya kepada pencuri sehingga pada pagi harinya orang-orang
berbicara: 'Tadi malam seorang pencuri menerima sedekah.' Maka orang itu
berkata: 'Ya Allah segala puji bagi-Mu, sedekah itu jatuh ketangan
pencuri.' Setelah itu orang itu berkata: 'Aku akan bersedekah.' Kemudian
ia keluar membawa sedekahnya. Ternyata sedekah itu jatuh ketangan
pelacur sehingga orang-orang berkata: 'Tadi malam seorang pelacur
menerima sedekah.' Maka orang itu berkata: 'Ya Allah, segala puji
bagi-Mu, sedekah itu jatuh ketangan pelacur.' Sesudah itu ia berkata:
'Aku akan bersedekah.' Kemudian ia membawa sedekahnya. Ternyata sedekah
itu jatuh ketangan orang kaya. Hingga orang-orangpun berkata: 'Orang
kaya juga mendapatkan sedekah.' Maka ia berkata: 'Ya Allah segala puji
bagimu, sedekah itu jatuh ketangan pencuri, pelacur dan orang kaya.'
Dikatakan kepadanya: 'Sungguh, sedekahmu telah diterima. Adapun pencuri
itu mudah-mudahan ia tidak lagi mencuri dan pelacur itu, mudah-mudahan
ia meninggalkan perbuatan zina, sedangkan orang yang kaya itu,
mudah-mudahan hal itu menjadi peringatan sehingga ia suka bersedekah
dari kekayaan yang diberikan Allah kepadanya'." (HR. Al-Bukhari no. 1421
dan Muslim no. 1022 dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu)
Laki-laki dalam hadits diatas mengira bahwa ketiga orang tersebut
menerima sedekah yang ia berikan, sedang ikhlas dalam memberikannya.
Oleh karena itu, Allah menerima amalnya walaupun orang-orang yang
menerima sebenarnya tidak berhak menerima sedekah. Itulah tujuan utama
dari orang yang bersedekah, yaitu mengharapkan pahala balasan dari Allah
Subhanahu wa ta'ala. Hal itu benar-benar terjadi. Adapun tujuan yang
lain ialah memberi manfaat bagi orang fakir dan mencukupi hajat mereka,
yang bisa diwujudkan jika yang menerimanya benar-benar berhak. Mungkin
juga justru yang tercapai adalah tujuan yang lain, yaitu menjadi i'tibar
(pelajaran) jika orang yang menerima sedekah itu bukanlah orang yang
berhak. Namun, jika orang yang bersedekah itu yakin bahwa orang yang
meminta tidak berhak, atau menjadikan meminta-minta sebagai profesi,
maka ia boleh menahan sedekahnya.
14. Lebih Dulu Memberikan Sedekah Kepada Karib Kerabat
Apabila karib kerabat mereka termasuk orang yang membutuhkan, maka hak mereka lebih besar daripada hak oranglain.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Sedekah kepada orang
miskin (mendapat satu pahala), sedangkan kepada karib kerabat menadapat
dua pahala; pahala sedekah dan pahala silaturahim." (HR. Ahmad
[IV/17,18,214], at-Tirmidzi no. 658 dan dihasankannya, an-Nasa'i V/92,
Ibnu Majah no. 1844, al-Hakim I/407 dan dishahihkannya serta disetujui
oleh adz-Dzahabi dari Salman bin 'Amir. Lihat Shahiihul Jaami' no. 3858)
Barangsiapa yang mendapatkan kelapangan untuk bersedekah, hendaklah ia
mendahulukan karib kerabatnya jika mereka membutuhkan karena mereka
lebih berhak menerimanya. Jika tidak demikian, ia boleh menyerahkannya
kepada orang lain. Semakin dekat derajat kekerabatannya dengan orang
yang menerima sedekah itu, maka semakin besar pula pahala sedekahnya.
Allahu a'lam.
15. Merahasiakan Sedekah Kecuali Untuk Suatu kepentingan
Dianjurkan kepada setiap Muslim jika ia bersedekah untuk merahasiakan
sedekahnya dari pengetahuan manusia sebisa mungkin. Sesungguhnya hal itu
lebih dekat kepada keikhlasan serta lebih menjaga harga diri dan
kehormatan orang yang menerimanya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman, "Jika kamu menampakkan sedekah(mu),
maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu merahasiakannya dan kamu
memerikan kepada orang-orang fakir, maka merahasiakan itu lebih baik
bagimu..." (Qs. Al-Baqarah: 271)
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa orang
yang merahasiakan sedekahnya termasuk orang-orang yang dinaungi pada
hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah Subhanahu wa ta'ala.
Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda, "Tujuh orang yang Allah
naungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah
Subhanahu wa ta'ala: .....dan seorang yang bersedekah, ia menyembunyikan
sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak tau apa yang disedekahkan oleh
tangan kanannya." (HR. Al-Bukhari no. 660, Muslim no. 1031) Hadits ini
berisi anjuran untuk merahasiakan sedekah.
Meskipun demikian, apabila disana ada kepentingan dan maslahat yang kuat
untuk menampakkannya, maka yang lebih baik adalah menampakkannya.
Contohnya, orang yang terhormat bersedekah kepada orang yang membutuhkan
dihadapan khalayak agar mereka mengikutinya untuk bersedekah. Dengan
begitu, ia telah mencontohkan kepada mereka perbuatan baik. Misalnya
juga orang yang mengeluarkan zakat secara terang-terangan dihadapan
orang banyak untuk mengingatkan mereka tentang waktu zakat, seperti juga
orang yang khawatir tidak menemukan orang yang membutuhkannya jika ia
tidak memberikanya saat itu juga dihadapan orang banyak. Masih banyak
lagi permasalahan lainnya. Hal itu semua dilakukan dengan tetap menjaga
diri dari riya' dan tetap menjaga keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa
ta'ala didalamnya.
16. Tidak Mengambil Kembali Sedekahnya
Jika seseorang memberikan suatu sedekah, maka ia tidak boleh mengambilnya kembali dari orang yang telah menerimanya.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Perumpamaan orang
yang bersedekah kemudian ia mengambil kembali sedekahnya seperti anjing
yang memuntahkan sesuatu kemudian ia menjilat muntahannya untuk
memakannya lagi." (HR. Muslim no.1622 dari Ibnu 'Abbas
radhiyallahu'anhuma)
Hadits diatas menerangkan perumpamaan yang sangat jelek bagi orang yang
mengambil kembali sedekahnya. Tidaklah dibuat perumpamaan itu, melainkan
karena buruknya perbuatan tersebut. Maka dari itu, wajib atas Muslim
ketika bersedekah agar mengeluarkan sedekahnya dengan kemurahan hati dan
ia tidak mengambil kembali apa yang telah disedekahkan dengan alasan
apapun.
Demikianlah yang dimudahkan Allah Subhanahu wa ta'ala bagiku dari
adab-adab sedekah, yang jumlahnya enam belas adab. Alhamdulillahi Rabbil
'aalamiin.
[Dikutip dari kitab Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan
As-Sunnah oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada,
terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, cetakan pertama/Agustus 2007]
Tambahan:
Baca artikel: Amat Disayangkan, Banyak Sedekah Hanya Untuk Memperlancar Rizki
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/09/adab-adab-bersedekah.html