بسم الله الرحمن الرحيم
الْحَمْدُ
لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ
رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، أَمَّا
بَعْدُ
Siapa yang tidak kenal dengan lalat? Binatang mungil yang selalu hinggap pada tempat-tempat yang kotor dan menjijikkan, terbang kesana-kemari menebarkan penyakit. Sehingga kita merasa takut dan jijik, jika lalat hinggap pada makanan kita. Namun, tahukah anda, ternyata gara-gara lalat dapat menyebabkan seseorang masuk ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan yang abadi. Sebaliknya, gara-gara lalat menyebabkan seseorang dilemparkan ke dalam neraka yang menyala-nyala dan siksanya tiada berakhir. Mungkin ada diantara Pembaca yang budiman merasa takjub. Tapi, ketakjuban seperti ini lumrah, sebab dahulu para sahabat juga takjub dan heran ketika mendengarkan Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam- menceritakan hal itu.
Dari sahabat Thariq bin Shihab bahwasanya Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
دَخَلَ
الجَنَّةَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ،
قَالُوْا: وَكَيْفَ ذَلِكَ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَرَّ رَجُلَانِ
عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ صَنَمُ لَايَجُوْزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبُ لَهُ
شَيْئًا، فَقَالُوْا لِأَحَدِهِمَا: قَرِّبْ، قَالَ: لَيْسَ عِنْدِ
شَيْءٌ أُقَرِّبُ، قَالُوْا لَهُ: قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا، فََقَرَّبَ
ذُبَابًا،فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُ، فَدَخَلَ النَّارَ، وَقَالُوْا
لِلأَخَرِ: قَرِّبْ، قَالَ: مَا كُنْتُ لِأُقَرِّبَ لِأَحَدٍ شَيْئًا
دُوْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَضَرَبُوْا عُنُقَهُ فَدَخَلَ الجَنَّةَ
“Ada seseorang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada seseorang yang masuk neraka gara-gara lalat “. Para sahabat bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala. Mereka tidak memperbolehkan seorang pun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban. Maka berkatalah mereka (kaum itu) kepada salah seorang dari laki-laki tersebut, “Berkurbanlah!” Dia menjawab, “Aku tidak memiliki sesuatu pun untuk dikorbankan”. Mereka berkata lagi kepadanya, “Berkorbanlah, walaupun hanya seekor lalat. Maka laki-laki itu berkorban dengan seekor lalat. Lalu mereka pun membiarkannya meneruskan perjalanan. Maka ia pun masuk neraka. Kemudian kaum itu berkata lagi kepada seorang yang lain, “Berkurbanlah!!” Lalu laki-laki itu menjawab, “Aku sama sekali tidak pernah menjadikan kurbanku kepada seorang pun, selain Allah – ‘azza wajalla - . Maka kaum itu memenggal lehernya dan masuklah ia ke dalam surga“. [HR. Ahmad dalam Az-Zuhud (15), dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (1/203). Hadits ini di-shahih-kan oleh Abu Ya'la Muhammad Aiman As-Salafy dalam Bughyah Al-Mustafid (hal. 150)].
SyaikhMuhammad bin Shalih Al-Utsaimin – rahimahullah - berkata, “Orang ini berkurban dengan sesuatu yang hina (tidak berharga) dan tidak bisa dimakan, akan tetapi ketika ia meniatkan hal itu dapat mendekatkan dirinya kepada berhala, maka jadilah ia seorang yang musyrik. Lalu iapun masuk ke dalam neraka”. [Lihat Al-Qaul Al-Mufid Syarh Kitab At-Tauhid (1/142), cet. Darul Aqidah)]
Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Alusy Syaikh- rahimahullah - berkata, “Jika begini kondisi orang yang mendekatkan diri kepada berhala dengan seekor lalat maka bagaimana lagi keadaannya orang-orang yang menggemukkan untanya, sapinya, dan kambingnya untuk mendekatkan diri mereka dengan menyembelihnya dan berkurban kepada sesuatu yang disembah selain Allah berupa mayat, orang yang gaib, thogut, tempat-tempat keramat, pohon, batu, atau selain dari itu. Orang musyrikin di masa sekarang mereka menganggap yang demikian itu lebih afdhol dari pada menyembelih di hari kurban idul adha yang telah disyariatkan. Terkadang sebagian diantara mereka mencukupkan diri dengan berkurban kepada selain Allah saja. Karena besarnya rasa takut, pengagungan dan harapan mereka kepada selain Allah. Sungguh musibah ini telah merata. [Lihat Qurrah 'Uyun Al-Muwahhidin, (hal 71)]
Jika kita mencermati ucapan Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Alusy Syaikh, dan membandingkannya dengan realita dan fakta yang terjadi di sekitar kita, maka kita akan melihat pemandangan yang sangat ironis dan memilukan. Apa yang beliau katakan, jelas terjadi di depan mata kita, “bagaikan matahari di siang bolong”. Liriklah orang yang ber-KTP Islam yang selalu melakukan ritual-ritual berupa pesta laut di pantai Laut Selatan. Mereka menyembelih hewan kurban kepada Nyi Roro Kidul sebagai bentuk kesyukuran atau tolak bala. Ironinya, justru yang menyerukan dan membela hal ini adalah orang-orang yang disebut “tokoh-tokoh agama” dan “pemuka-pemuka adat” yang pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang tidak paham tentang agama Allah. Seandainya mereka paham, niscaya mereka tidak akan menyeruh manusia ke neraka Jahannam. Seandainya mereka paham, tentunya mereka tidak akan menyelisihi perintah Allah yang mereka membacanya setiap hari, bahkan di setiap shalatnya.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah sesunggunya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabbnya alam semesta”
Mereka telah memalingkan ibadah yang agung ini (yaitu menyembelih) kepada selain Allah. Padahal menyembelih hanya boleh dipersembahkan oleh seorang muslim hanya kepada Allah. Menyembelih termasuk ibadah yang paling agung, karena sebesar-besar ibadah harta adalah berkurban (menyembelih hewan ternak).
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Al-Harraniy – rahimahullah - berkata, “Ibadah badaniyah (dengan anggota badan) yang paling utamua ialah shalat sedangkan ibadah dengan harta yang paling utama adalah berkurban. Perkara yang terkumpul pada seorang hamba dalam shalat tidaklah terkumpul pada ibadah selainnya sebagaimana diketahui oleh pemilik hati yang hidup. Perkara yang terkumpul dalam ibadah kurban apabila dia menggabungkan antara iman dan keikhlasan dari kekuatan keyakinan dan persangkaan yang baik akan menghasilkan perekara yang mengagumkan. Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- banyak melakukan shalat dan berkurban”. [Lihat Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid (hal.120), cet. Dar Ad-Dakwah Al-Islamiyyah)
Seorang yang menyembelih kepada selain Allah – subhanahu wata'ala - merupakan orang yang musyrik, telah mengangkat makhluk yang disembelihkan tersebut sebagai sembahan selain Allah. Orang ini akan dilaknat oleh Allah –Ta'ala- lewat lisan Rasul-Nya.
Ali bin Tholib - radhiyallahu 'anhu - berkata, "Rasulullah - shallallahu 'alaihi wasallam- telah mengatakan kepadaku empat kalimat:
لَعَنَ
اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، لَعَنَ اللهُ مَْنْ لَعَنَ
وَالَدَيْهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ اَوَى مُحْدِثًا، لَعَنَ اللهُ مَنْ
غَيَّرَ مَنَارَ الْأَرْضِ
”Allah melaknat orang yang menyembelih kepada selain Allah, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknak orang yang melindungi mubtadi' (pembuat bid'ah/ajaran baru dalam agama), Allah melaknat orang yang mengubah tanda batas tanah." [HR. Muslim dalam Shohih-nya (1178) dan An Nasa'iy dalam As-Sunan (7/232)]
Berkurban atau menyembelih merupakan ibadah yang hanya diarahkan kepada Allah, karena telah dimaklumi, Allah – subhanahu wata’ala - menciptakan kita untuk suatu tugas yang agung, yaitu hanya beribadah kepada-Nya. Allah – subhanahu wata’ala – berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS.Adz-Dzariyaat :56)
Penafsir Ulung Al-Qur’an, Abdullah Ibnu Abbas- radhiyallahu ‘anhuma - berkata, “Beribadah kepada-Ku, artinya: men-tauhid- (mengesa)kan-Ku”.
Syaikh Muhammad bin Sulaiman At Tamimiy - rahimahullah - berkata dalam Al-Qowa’id Al-Arba’ (hal. 14), “Jika kamu sudah mengetahui bahwa Allah menciptakanmu untuk beribadah kepada-Nya, ketahuilah! Sesungguhnya ibadah itu tidak dinamakan ibadah, kecuali dengan tauhid, sebagaimana shalat itu tidak dinamakan shalat kecuali bersama thaharah (wudhu’). Jika syirik masuk ke dalam ibadah, maka rusaklah (ibadah tersebut-pent) sebagaimana hadats, apabila masuk ke dalam thaharah (wudhu’)”.
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Alu Fauzan – hafizahullah - berkata, “Engkau termasuk manusia dalam ayat ini, dan engkau mengetahui bahwa Allah tidak menciptakanmu dengan sia-sia atau untuk makan dan minum saja serta hidup bebas dan bergembira dalam dunia ini, tidaklah demikian, Allah menciptakanmu untuk beribadah hanya kepada-Nya.” [Lihat Syarah Al-Qawa'id Al-Arba' (hal. 14-15)]
Jadi, keberadaan kita di muka bumi ini adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya dan tidak kepada selainnya. Namun perlu diingat, para hamba beribadah kepada Allah, bukan berarti Allah butuh kepada hamba-Nya, justru mereka butuh kepada-Nya, karena Allah Maha Kaya, tidak butuh kepada alam semesta ini.
Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِمَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ
”Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka, dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi aku makan” (QS. Adz-Dzariyaat: 56-57)
Syaikh Al-Fauzan -hafizahullah- berkata dalam Syarh Al-Qawaid Al-Arba’ hal. 15), “Allah ‘azza wajalla dialah yang memberi makan dan tidak diberi makan. Tidak butuh kepada makanan dan ketidakbutuhan Allah sesuai dengan Dzat-Nya. Allah tidak butuh kepada ibadahmu seandainya kamu kufur maka tidak akan berkurang sedikitpun kekuasaan Allah subhanahu wata’ala. Akan tetapi kaulah yang butuh kepada-Nya yaitu butuh beribadah kepada-Nya. Karena diantara rahmat-Nya bahwasanya Allah memerintahkannmu untuk beribadah kepada-Nya untuk kebaikanmu. Karena apabila kau beribadah kepada-Nya maka sesungguhnya Allah ‘azza wajalla akan memuliakanmu dengan balasan dan fahala, maka ibadah adalah sebab Allah memberikan kemulian kepadamu di dunia dan di akhirat. Maka siapakah yang mendapatkan faidah dalam ibadah? Yang mendapatkan faidah adalah hamba itu sendiri. Adapun Allah maka sesungguhnya Dia tidak butuh kepada hamba-Nya”.
Jadi, jika orang menyembelih kepada selain Allah, berupa malaikat, nabi, wali-wali, roh, jin, pohon, batu dan sebagainya, maka dia telah melakukan kesyirikan, dan pelakunya kafir ‘keluar dari islam’, serta seluruh amalannya akan dihapus. Karena ia telah mempersekutukan Allah dengan makhluk-makhluk tersebut, dan mengangkatnya sebagai tandingan bagi Allah dalam beribadah.
Allah – subhanahu wata’ala - berfirman,
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Az-Zumar: 65)
Oleh karena itu, murnikanlah ibadahmu hanya untuk Allah, janganlah engkau campur adukkan dengan noda-noda kesyirikan sehingga merusak segalanya, laksana nila setitik, susu sebelanga rusak. Namun jika kalian bersihkan dari noda syirik, niscaya kalian akan mendapatkan keamanan dari siksa Allah di dunia, dan akhirat, serta mendapatkan petunjuk, tidak sesat !!
Allah – ‘azza wajalla – berfirman,
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
”Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al An’am: 82)
Allah – ‘azza wajalla - berfirman,
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. نَحْنُ
أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَلَكُمْ
فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ.
نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”.Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Fushsilat: 30-32)
Inilah jaminan Allah di dunia dan di akhirat bagi hamba-hamba yang men-tauhid-kan Allah. Mereka ridho Allah sebagai Rabbnya, Muhammad – shallallahu ‘alaihi wasallam- sebagai nabinya dan islam sebagain agamanya.
Tanya Jawab
Hukum Syukuran Pindah Rumah
Tanya : Apakah hukumnya melakukan syukuran ketika akan pindah rumah dan hal2 apa yg perlu dilakukan ketika akan pindah rumah menurut tuntunan rasulullah ? (Ibnu Sarbini – abdullahxxx@yahoo.com)
Jawab : Syaikh Al-Fauzan ditanya mengenai masalah ini, maka beliau menjawab, “Tidak mengapa mengadakan pesta (undangan makan) ketika pindah ke rumah baru, dengan mengundang teman-teman dan karib kerabat, jika dia mengerjakannya semata-mata untuk mengungkapkan kesenangan dan kegembiraannya. Adapun jika acara itu disertai dengan keyakinan bahwa acara itu bisa mencegah kejelekan jin, maka mengerjakan amalan ini tidak boleh, karena itu adalah kesyirikan dan keyakinan yang rusak. Adapun jika dikerjakan karena adat, maka tidak masalah.” [Dinukil dari Al-Muntaqa jilid 5 no. 444]
Dan Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya dengan teks soal sebagai berikut: Telah membudaya di tengah-tengah manusia, bahwa siapa saja yang pindah ke rumah baru atau membeli rumah baru atau dia mendapat pekerjaan atau dia naik jabatan atau yang semisalnya, maka dia mengadakan semacam acara makan-makan. Apa hukum amalan ini?
Beliau menjawab, “Ini termasuk dari pesta-pesta yang mubah, maka boleh bagi seseorang untuk mengadakan acara ketika dia pindah ke rumah baru atau ketika dia lulus -misalnya-. Yang jelas, jika pestanya diadakan karena adanya moment tertentu, maka tidak ada masalah.” [Dinukil dari Fatawa Muhimmah li Muwazhzhifil Ummah] Wallahu A’lam
Dijawab oleh Ust. Hammad Abu Mu’awiyah.
وَالله ُتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعٰلَمِيْنَ
Sumber: http://almakassari.com*****
Sumber: Booklet Dakwah Al-Ilmu. Edisi: Jum’at, 5 Rabiul Awal 1431 H / 19 Februari 2010 M. Diterbitkan oleh: Pondok Pesantren Minhajus Sunnah Kendari. Jl. Kijang (Perumnas Poasia) Kelurahan Rahandouna, Kecamatan Poasia, Kota Kendari.
http://salafykendari.com/
Post was not sent - check your email addresses!
Email check failed, please try again
Sorry, your blog cannot share posts by email.
https://abangdani.wordpress.com/2011/02/22/gara-gara-lalat/