Senin, 01 September 2014

Beberapa Pelajaran Penting Untuk Segenap Ummat


[الدروس المهمة لعامة الأمة]
Oleh: Syaikh Yang Mulia Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Penerjemah: Mudzakkir Muhammad Arif

Mukaddimah
Segala puji bagi Allah Rabb alam semesta. Kejayaan terakhir untuk orang-orang bertaqwa. Semoga Allah سبحانه و تعالي senantiasa melimpahkan shalawat dan salam kepada hamba dan rasul-Nya, nabi kita Muhammad صلي الله عليه وسلم, kepada segenap keluarga dan shahabat beliau.

Selanjutnya...
(Berikut ini) penjelasan singkat tentang sebagian hal-hal yang wajib diketahui oleh masyarakat umum tentang Islam, saya beri judul: "Beberapa Pelajaran Penting Untuk Segenap Ummat"
Saya memohon kepada Allah سبحانه و تعالي agar buku ini bermanfaat bagi kaum muslimin; dan semoga (Allah سبحانه و تعالي) menerimanya (sebagai amal shaleh) dari saya, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pelajaran Pertama: Surah Al-Fatihah
Yaitu: mempelajari surah Al-Fatihah dan sedapat mungkin dari surah-surah pendek, dari surah Az-Zalzalah sampai surah An-Naas, dengan cara talqin (mengikuti bacaan guru), memperbaiki bacaan dan hafalannya serta menjelaskan hal-hal yang wajib difahami.

Pelajaran Kedua: Ma'na dan Syarat La Ilaha Illa Allah.
Yaitu: Penjelasan tentang arti persaksian "La Ilaha Illa Allah, Muhammad Rasulullah".
La Ilaha: Tidak ada Ilah[1], berarti meniadakan seluruh sesembahan selain Allah.
Illa Allah: Selain Allah, berarti menetapkan ibadah hanya untuk Allah semata dan tidak menjadikan sekutu bagi-Nya.

Syarat-syarat (sahnya persaksian) La Ilaha Illa Allah sebagai berikut:
  1. Ilmu yang tidak dicampuri dengan kejahilan.
  2. Keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan.
  3. Ikhlas yang tidak dicampuri dengan syirik.
  4. Kejujuran yang tidak dicampuri dengan dusta.
  5. Cinta yang tidak dicampuri dengan kebencian.
  6. Ketaatan yang tidak dicampuri dengan pembangkangan.
  7. Penerimaan yang tidak dicampuri dengan penolakan.
  8. Pengingkaran terhadap seluruh yang disembah selain Allah.
Syarat-syarat diatas terhimpun pada dua bait syair berikut ini:
Ilmu, keyakinan dan Ikhlas serta kejujuran bersama
Cinta dan taat serta menerimanya.
Ditambah (syarat) yang kedelapan (adalah pengingkaran)
terhadap seluruh yang disembah selain Allah

[1] Ilah adalah Dzat yang disembah dengan cinta, takut, harapan dan ketaatan kepada-Nya (Muraji' Tarjamah)

Pelajaran Ketiga: Rukun Iman
Rukun Iman ada enam:
  1. Beriman kepada Allah
  2. Beriman kepada para Malaikat-Nya
  3. Beriman kepada Kitab-kitab Nya
  4. Beriman kepada para Rasul-Nya
  5. Beriman kepada Hari Akhirat
  6. Beriman kepada Qadar / Taqdir (ketentuan Allah, baik dan buruknya).
Pelajaran Keempat: Pembagian Tauhid dan Syirik.
Tauhid itu terbagi tiga bagian, yaitu:
  1. Tauhid Rububiyah.
  2. Tauhid Uluhiyah.
  3. Tauhid Asma' dan Sifat.
Syirik itu terbagi tiga bagian, yaitu:
  1. Syirik Akbar (besar).
  2. Syirik Ashghar (kecil).
  3. Syirik Khafiy (tersembunyi).
Syirik Akbar berakibat runtuhnya seluruh amal perbuatan dan kekal di Neraka, bagi orang yang mati dalam keadaan syirik. Sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالي:

وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (Surah Al-An'am: 88).

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَن يَعْمُرُواْ مَسَاجِدَ الله شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya dan mereka kekal didalam Neraka. (Surah At-Taubah: 17 ).

Orang yang mati (sedang ia masih melakukan syirik akbar ini), ia tidak akan diampuni, haram baginya Syurga. Sebagaimana firman Allah عزّوجلّ:

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْماً عَظِيماً
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang memperse­kutukan Allah, maka sungguh ia berbuat dosa yang besar. (Surah An-Nisa: 48).

إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Syurga dan tempatnya di neraka, tidak ada bagi orang-orang zhalim seorang penolongpun. (Surah Al-Ma'idah: 72).

Diantara bentuk-bentuk (Syirik Akbar ini) ialah: Berdo'a kepada orang mati, kepada berhala-berhala, memohon pertolongan dari mereka, bernadzar untuk mereka, menyembelih untuk mereka dan sebagainya.

Syirik Ashghar ialah: (Perbuatan) yang penamaan-nya ditetapkan oleh nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai syirik, akan tetapi tidak termasuk jenis syirik akbar; seperti : Riya' dalam beberapa perbuatan, bersumpah dengan selain Allah, ucapan "Masya Allah wa sya'a Fulan" (Apa yang dikehendaki Allah dan dikehendaki Fulan) dan sebagainya.

Berdasarkan sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم:
أَخْوَفُ مَا أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ،فَسُئِلَ عَنْهُ؟ فَقَالَ: الرِّيَاءُ
Sesuatu yang paling aku takutkan (menimpa) kamu adalah Syirik Ashghar. Lalu beliau صلي الله عليه وسلم ditanya tentang (Syirik Ashghar), beliau menjawab: (Ia adalah) Riya'". (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ath-Thabrani serta Al-Baihaqi, dari Mahmud bin Lubaid Al-Anshari رضي الله عنه, dengan sanad yang baik. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabrani dengan beberapa sanad yang baik dari Mahmud bin Lubaid, dari Rafi' bin Khudaij, dari Nabi صلي الله عليه وسلم.)

منْ حَلَفَ بِشَيْءٍ دُونَ اللَّهِ ، فَقدْ أَشْرَكَ
Barang siapa yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka ia telah berbuat syirik. (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih, dari Umar bin Khattab رضي الله عنه)

Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad yang shohih dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu'anhu dari Nabi صلي الله عليه وسلم, bahwa beliau bersabda:
منْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ ، فَقدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ
"Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka sungguh ia telah kafir atau berbuat syirik".

Dan sabda beliau:
لاَ تَقُولُوا : مَاشَاءَ اللَّه وَشَاءَ فُلانٌ ، وَلَكِنْ قُولُوا : مَا شَاءَ اللَّه ، ثُمَّ شَاءَ فُلانٌ
Janganlah kamu mengatakan "Jika dikehendaki Allah dan dikehendaki Fulan", akan tetapi katakanlah "Jika dikehendaki Allah, kemudian dikehendaki Fulan. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih, dari Hudzaifah bin Al-Yaman رضي الله عنه)

(Syirik Ashghar) ini tidak berakibat riddah (keluar dari agama Islam), tidak pula berakibat kekal di Neraka, akan tetapi ia (Syirik Ashghar) tidak sesuai dengan kesempurnaan Tauhid yang diwajibkan.

Syirik Khafiy: Dalilnya adalah sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ المَسِيْحِ الدَّجَّالَ؟ قَالُوا: بَلَيْ يَارَسُولُ الله. قَالَ: الشِّرْكُ الْخَفَيُّ، يَقُومُ الرَّجُلُ فَيُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَايَرَي مِنْ نَظَرِ الرَّجُلِ إِلَيْهِ
"Maukah kamu aku beritahukan apa yang paling aku takutkan (menimpa) kamu lebih dari (takutku atasmu) terhadap Al-Masih Ad-Dajjal? Mereka (para shahabat) menjawab: Mau, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: (ia itu adalah) syirik khafiy (syirik yang tersembunyi), bahwa seseorang berdiri, lalu shalat, kemudian ia membaguskan shalatnya, karena ia melihat ada orang yang sedang memperhatikannya". (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad, dari Abi Sa'id Al-Khudriy رضي الله عنه)

Syirik dapat juga dibagi dua saja: Syirik Akbar dan Syirik Ashghar. Sedang Syirik Khafiy dapat masuk pada kedua syirik tersebut. Syirik Khafiy dapat masuk pada Syirik Akbar, seperti Syirik orang-orang munafik, karena mereka menyembunyikan akidah mereka yang batil; dan menampakkan ke-Islaman mereka, atas dasar riya' dan takut atas kepentingan diri mereka.

Sedang Syirik Ashghar, seperti riya', sebagaimana (yang telah dijelaskan) dalam hadits Mahmud bin Lubaid Al-Anshari yang telah lalu; dan hadits Abu Sa'id diatas. Wallahu Waliyyut Taufiq (Hanya Allah lah yang dapat memberi pertolongan).

Pelajaran Kelima: Rukun Islam
Rukun Islam ada lima:
  1. Persaksian bahwa tidak ada Ilah (sesembahan yang haq) selain Allah dan Muhammad utusan Allah
  2. Menegakkan Shalat
  3. Menunaikan Zakat
  4. Berpuasa pada bulan Ramadhan
  5. Menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram bagi orang yang mampu
Pelajaran Keenam: Syarat-syarat Shalat.
  1. Islam
  2. Akal (berakal)
  3. Tamyiz[1] (Mampu membedakan antara baik dan buruk)
  4. Tidak berhadats
  5. Menghilangkan najis
  6. Menutup aurat
  7. Tiba waktu shalat
  8. Menghadap Kiblat
  9. Niat

[1] Tamyiz ialah: Kondisi akal anak kecil jika sudah sampai berumur tujuh tahun (Muraji' Tarjamah)

Pelajaran Ketujuh: Rukun-rukun Shalat
Rukun-rukun Shalat ada empat belas, yaitu:
  1. Berdiri, jika mampu
  2. Takbiratul-Ihram
  3. Membaca surah Al-Fatihah
  4. Ruku'
  5. I'tidal setelah ruku'
  6. Sujud atas tujuh anggota tubuh[1]
  7. Bangkit dari sujud
  8. Duduk antara dua sujud.
  9. Thuma'ninah (tenang) pada seluruh gerakan
  10. Tertib (runtut) pada (pelaksanaan) rukun-rukun (Shalat)
  11. Tasyahud Akhir.
  12. Duduk (pada Tasyahud Akhir)
  13. Bershalawat untuk Nabi صلي الله عليه وسلم.
  14. Dua kali salam.

[1] Yaitu: Dua telapak tangan, dua lutut, dua telapak kaki dengan menempelkan ujung jari-jari, dahi dan hidung. (Muraji' Tarjamah)

Pelajaran Kedelapan: Kewajiban-kewajiban Shalat
Hal-hal yang wajib dalam shalat ada delapan, yaitu:
  1. Seluruh ucapan takbir, selain Takbiratul-Ihram
  2. Ucapan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ (Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya) bagi imam dan munfarid (orang yang shalat sendiri)
  3. Ucapan رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ (Ya Rabb kami, hanya untuk Mu segala puji)
  4. Ucapan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْم (Maha suci Allah Yang Maha Agung) dikala ruku'
  5. Ucapan سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَيْ (Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi) dikala sujud
  6. Ucapan رَبِّ اغْفِرْلِيْ (Ya Allah, ampunilah aku), dikala duduk antara dua sujud
  7. Tasyahud Awal
  8. Duduk pada Tasyahud Awal.
Pelajaran Kesembilan: Bacaan Tasyahud
Bacaan Tasyahud sebagai berikut:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

"Segala penghormatan hanya milik Allah, demikian pula seluruh keselamatan dan kebaikan. Semoga keselamatan untukmu wahai Nabi, demikian pula rahmat Allah dan berkah-Nya. Semoga keselamatan untuk kami dan untuk para hamba Allah yang shaleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang diabdi) selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya ".

Kemudian setelah itu membaca shalawat untuk Nabi صلي الله عليه وسلم, sebagai berikut:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

"Ya Allah berikanlah keselamatan kepada Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah berikan keselamatan kepada Nabi Ibrahim dan kepada keluarga Nabi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berkahilah Nabi Muhammad dan keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah berkahi Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim, sesungguh nya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia ".

Pada Tasyahud Akhir (ia membaca bacaan Tasyahud Awal diatas, kemudian menambahkannya) dengan memohon perlindungan kepada Allah سبحانه و تعالي dari adzab Jahannam dan adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.

Setelah itu ia memilih do'a yang dikehendaki, terutama do'a-do'a ma'thur (yang diriwayatkan dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم), misalnya do'a berikut ini:

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَيْ ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ. اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا وَلاَيَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ فَاغْفِرْلِيْ مَغْفِرْةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْ حَمْنِيْ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Tolonglah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta untuk membaguskan ibadah kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku dengan penganiayaan yang banyak (banyak berbuat dosa dan maksiat), sedang tak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah aku dengan maghfirah (ampunan) dariMu dan rahmatilah aku, sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Adapun pada Tasyahud Awal, setelah selesai membaca dua Kalimah Syahadah, ia berdiri ke raka'at ketiga, pada shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Dan jika ia membaca shalawat, maka hal itu lebih baik, atas dasar keumuman hadits-hadits yang menerangkan hal itu.

Pelajaran Kesepuluh: Sunnah-sunnah Shalat
Sunnah-sunnah shalat antara lain:
  1. Istiftah (Membaca bacaan iftitah setelah Takbiratul-Ihram, sebelum membaca Al-Fatihah).
  2. Bersedekap, meletakkan telapak tangan kanan diatas tangan kiri, diatas dada, pada saat berdiri sebelum ruku' dan setelahnya.
  3. Mengangkat kedua tangan dengan merapatkan jari-jari, tangan terbuka sepadan dengan kedua pundak, atau kedua telinga, pada saat Takbir Pertama, pada saat ruku', pada saat bangkit dari ruku' dan pada saat berdiri dari Tasyahud Awal ke raka'at ketiga.
  4. Membaca Tasbih (bacaan) ruku' dan sujud, lebih dari satu kali.
  5. Membaca do'a memohon maghfirah (ampunan) lebih dari satu kali, pada saat duduk antara dua sujud.
  6. Mengupayakan agar kepala lurus dengan punggung, pada saat ruku'.
  7. Pada saat sujud kedua lengan berjauhan dari kedua pinggang dan perut (berjauhan) dari kedua paha.
  8. Pada saat sujud mengangkat kedua hasta / siku dari tempat sujud.
  9. Duduk diatas telapak kaki kiri (yang dibaringkan), dan menegakkan telapak kaki kanan pada Tasyahud Awal dan ketika duduk antara dua sujud.
  10. Duduk Tawarruk pada Tasyahud Akhir (dengan cara duduk diatas pinggul dan meletakkan kaki kiri dibawah kaki kanan serta menegakkan telapak kaki kanan).
  11. Menegakkan telapak kaki kanan dikala duduk.
  12. Membaca Shalawat dan Tabrik (do'a mohon berkah) untuk Nabi Muhammad dan keluarga beliau, untuk Nabi Ibrahim dan keluarga beliau, pada saat Tasyahud Awal.
  13. Membaca do'a pada Tasyahud Akhir.
  14. Membaca dengan jahar (mengeraskan suara) pada shalat Fajr [Subuh], shalat Jum'at, shalat Iedain (Iedul Fitri dan ledul Adha), shalat Istisqa' (minta hujan) dan pada dua raka'at pertama dari shalat Maghrib dan Isya.
  15. Membaca dengan sirr (tidak mengeraskan suara) pada shalat Zhuhur, Ashar, pada raka'at ketiga dalam shalat Maghrib dan pada dua raka'at terakhir dalam shalat Isya.
  16. Membaca (ayat-ayat) Al-Qur'an setelah (membaca) surah Al-Fatihah.
Perlu diperhatikan sunnah-sunnah shalat yang diriwayatkan (dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم) selain yang telah kami sebutkan diatas. Seperti: Membaca bacaan lanjutan dari bacaan "Rabbanaa walakal-hamd" pada saat bangkit dari ruku', (yakni) bagi imam, ma'mum dan munfarid. (Bacaan lanjutan tersebut) adalah sunnah. Termasuk pula (sunnah shalat) adalah meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut dengan merenggakan jari-jari tangan pada saat ruku'.

Pelajaran Kesebelas: Hal-hal Yang Membatalkan Shalat.
Hal-hal yang membatalkan shalat ada delapan, yaitu:
  1. Berbicara dengan sengaja, sedang ia ingat (sadar) dan mengetahui (hukum tidak bolehnya berbicara dalam shalat). Adapun orang yang lupa dan jahil (tidak mengetahui hukumnya), maka shalatnya tidak batal
  2. Tertawa
  3. Makan
  4. Minum
  5. Membuka aurat
  6. Menyimpang jauh dari arah Qiblat
  7. Banyak bergerak (dengan gerakan-gerakan yang tidak perlu) dan berturut-turut
  8. Batal Wudhu'
Pelajaran Kedua Belas: Syarat-syarat Wudhu'.
Syarat-syarat wudhu' ada sepuluh, yaitu:
  1. Islam.
  2. Akal (berakal).
  3. Tamyiz (membedakan antara yang baik dan buruk).
  4. Niat.
  5. Meneruskan niat dengan tidak berniat untuk menghentikannya sampai selesai wudhu'nya.
  6. Hal-hal yang mewajibkan untuk wudhu telah hilang.
  7. Istinja' (bersuci dengan air) atau istijmar (bersuci dengan batu) sebelum wudhu (bagi yang selesai buang air).
  8. Air (yang dipakai berwudhu) suci dan mubah.
  9. Menghilangkan apa yang menghalangi sampainya air kekulit.
  10. Tiba waktu shalat, bagi orang yang hadatsnya terus menerus (karena sakit).
Pelajaran Ketiga Belas: Hal-hal Yang Wajib dan Sunnah Dalam Wudhu'.
Hal-hal yang wajib dalam berwudhu' ada enam, yaitu:
  1. Membasuh muka, termasuk berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung
  2. Membasuh kedua telapak tangan sampai siku
  3. Mengusap seluruh kepala, termasuk kedua telinga
  4. Membasuh kedua kaki, sampai mata kaki
  5. Tertib (berurutan)
  6. Muwalah (langsung antara membasuh anggota wudhu' yang satu dengan yang lainnya, dengan tidak diselah-selahi waktu yang panjang).
Disunnahkan (dalam berwudhu') untuk mengulangi sampai tiga kali, yaitu ketika membasuh muka, kedua tangan dan kedua kaki, demikian pula ketika berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung. Dan wajib (melakukan semua itu) sebanyak satu kali saja.
Adapun mengusap kepala, maka tidak disunnahkan untuk diulangi, sebagaimana yang telah diterangkan oleh hadits-hadits yang shahih.
Pelajaran Keempat Belas: Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu'
Hal-hal yang membatalkan wudhu' ada enam :
  1. Sesuatu yang keluar dari dua jalan (dubur dan kemaluan).
  2. Sesuatu najis yang keluar dari tubuh.
  3. Hilang akal (tidak sadar) disebabkan oleh tidur atau lainnya.
  4. Menyentuh kemaluan ataupun dubur dengan tangan tanpa pembatas.
  5. Makan daging unta.
  6. Riddah (keluar dari Agama Islam) -Semoga Allah سبحانه و تعالي melindungi kita dan seluruh kaum muslimin dari hal itu-.
Catatan Penting:
  1. Adapun memandikan jenazah, maka yang benar adalah bahwa ia (memandikan jenazah) tidak membatalkan wudhu'. Hal ini adalah pendapat kebanyakan Ulama, karena tidak adanya dalil yang menyatakan hal itu (yakni bahwa batal wudhu' karena memandikan jenazah). Keculali jika orang yang memandikan jenazah itu menyentuh kemaluan si mayit dengan tangannya tanpa pembatas, maka ia wajib wudhu'. Dan yang wajib bagi orang yang memandikan jenazah adalah tidak menyentuh kemaluan si mayit, melainkan dengan pembatas.
  2. Demikian pula halnya dengan menyentuh wanita (atau bersentuhan dengan wanita), sama sekali tidak membatalkan wudhu', baik sentuhan tersebut disertai dengan syahwat ataupun tidak disertainya, selama ia (kemaluannya) tidak mengeluarkan sesuatu.
Hal ini adalah pendapat yang paling benar dari dua pendapat para Ulama, karena Rasulullah صلي الله عليه وسلم pernah mencium sebagian isteri-isteri beliau, kemudian beliau shalat tanpa berwudhu' lagi.
Adapun firman Allah سبحانه و تعالي dalam dua ayat di surah An-Nisa' dan surah Al-Ma'idah (yang mencantumkan nash):
أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء
"Atau kamu telah menyentuh perempuan ". (Surah An-Nisa': 43 dan surah Al-Ma'idah: 6)
Maka yang dimaksud dengan (nash tersebut) adalah jima' (bersetubuh), menurut pendapat terkuat dari dua pendapat para Ulama. Ini adalah pendapat Ibnu 'Abbas رضي الله عنه dan banyak Ulama Salaf dan Khalaf.
Wallahu Waliyyut-Taufiq (Dan hanya Allah yang berkuasa memberi taufiq).

Pelajaran Kelima Belas: Akhlak Mulia.
Berakhlak dengan akhlak yang di|syari'atkan bagi setiap muslim, seperti:
  1. Jujur
  2. Bertanggung jawab
  3. Menjaga kesucian
  4. Malu
  5. Berani
  6. Dermawan
  7. Menepati janji
  8. Menjauhi seluruh yang diharamkan Allah
  9. Berlaku baik dengan para tatangga
  10. Membantu orang-orang yang memerlukan bantuan, sesuai kemampuan.
Dan akhlak-akhlak lainnya yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai akhlak yang disyariatkan.

Pelajaran Keenam Belas: Adab-adab Islamiyah.
Beradab dengan adab-adab Islamiyah antara lain:
  1. Mengucapkan salam.
  2. Berseri-seri.
  3. Makan dan minum dengan tangan kanan.
  4. Membaca Basmalah (بِسْمِ اللهِ) disaat mulai (makan).
  5. Membaca Hamdalah (الْحَمْدُ للّهِ) disaat selesai makan.
  6. Menguacapkan الْحَمْدُ للّهِ setelah bersin.
  7. Menjawab orang bersin, jika ia mengucapkan الْحَمْدُ للّهِ , (dengan mengucapkan padanya يَرْ حَمُكَ الله Semoga Allah merahmatimu).
  8. Memperhatikan adab-adab yang disyari'atkan pada saat:
  • Masuk mesjid.
  • Keluar mesjid.
  • Keluar masuk rumah.
  • Bepergian / dalam perjalanan.
  • Dengan kedua orang tua.
  • Dengan para kerabat dan para tetangga.
  • Dengan orang-orang yang lebih tua.
  • Dengan orang-orang yang lebih muda.
  • Mengucapkan Tahni'ah (selamat) kepada orang yang mendapat kelahiran anak.
  • Mengucapkan selamat, mendo'akan agar mendapat berkah kepada orang yang menikah.
  • Mengucapkan Ta'ziyah (ucapan duka cita) terhadap orang yang mendapat musibah.
  • Disaat berpakaian, membuka pakaian dan dalam beralas kaki.
Pelajaran Ketujuh Belas: Waspada Terhadap Syirik Dan Maksiat.
Diantara bentuk-bentuk maksiat yang harus diwaspadai adalah:
  1. Tujuh macam yang membinasakan, yaitu:
  • Berbuat syirik.
  • Melakukan sihir.
  • Membunuh jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan kebenaran.
  • Memakan riba.
  • Memakan harta anak yatim.
  • Lari dari medan perang
  • Menuduh  (berbuat zina) wanita mu'minah yang suci.
  1. Durhaka terhadap kedua orang tua.
  2. Memutuskan hubungan silaturrahmi dengan para kerabat.
  3. Menjadi saksi palsu.
  4. Mengucapkan sumpah dusta.
  5. Mengganggu / menyakiti tetangga.
  6. Berbuat zhalim terhadap sesama manusia, dalam hal darah, harta dan kehormatan / nama baik mereka.
  7. Minum-minuman yang memabukkan.
  8. Berjudi.
  9. Ghibah / Bergunjing (menyebutkan aib orang lain sedang ia tidak hadir).
  10. Mengadu domba (menyebarkan permusuhan).
  11. Dan dosa-dosa lainnya yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya صلي الله عليه وسلم.
Pelajaran Kedelapan Belas: Penyelenggaraan Jenazah Dan Tata Cara Shalat Jenazah.
Penjelasan tentang tata cara penyelenggarakan dan shalat jenazah sebagai berikut:
Pertama: Jika telah diyakini kematian seseorang, maka kedua matanya dipejamkan, kedua rahangnya di rapatkan.
Kedua: Wajib hukumnya memandikan mayit muslim, kecuali bila ia syahid, wafat di medan perang, maka ia tidak dimandikan dan tidak dishalati, lalu di makamkan dengan pakaiannya. Karena Nabi صلي الله عليه وسلم tidak memandikan dan tidak menshalati orang-orang yang wafat (syahid) pada perang Uhud.
Ketiga: Tata cara memandikan mayit:
  1. Aurat mayit itu ditutup, kemudian ia ditinggikan (tempatnya).
  2. Tekan perutnya dengan perlahan (agar kotorannya keluar).
  3. Orang yang memandikan mayit hendaklah membalut telapak tangannya dengan sepotong kain atau sejenisnya, lalu mensucikan mayit itu dari najisnya.
  4. Membasuh anggota wudhu'nya, sebagaimana ia wudhu' untuk shalat.
  5. Membasuh kepala dan janggutnya dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau sejenisnya.
  6. Membasuh bagian kanannya, lalu bagian kirinya. Ulangi basuhan itu dua sampai tiga kali. Pada setiap basuhan hendaklah menekan perutnya.
  7. Bila najis yang keluar, maka hendaklah ditutup dengan peralatan kedokteran.
  8. Setelah itu ulangi wudhu'nya.
  9. Bila ia belum bersih dengan (dibasuh) tiga kali, ditambah lagi sampai lima kali, sampai tujuh kali, lalu badannya dikeringkan dengan kain / handuk.
  10. Hendaklah ia diberi minyak wangi pada lipatan-lipatan tubuhnya, dan anggota sujudnya (anggota badan yang rapat di tempat sujud). Dan apabila seluruh badannya diberi wangi, maka hal itu lebih baik lagi.
  11. Kain kafannya diasapi dengan asap kayu-kayu wangi.
  12. Jika kumis dan kukunya panjang, hendaklah dipotong.
  13. Jika mayit itu wanita, maka rambutnya diikat tiga dan diulurkan kebelakang
Keempat: (Tata cara) mengkafani mayit:
  1. Yang terbaik pada kafan mayit pria adalah tiga lapis kain putih yang tidak terdiri dari kemeja dan sorban.
  2. Jika ia dikafani dengan kemeja dan sarung, kemudian dibalut dengan kain sekali saja, maka hal itu boleh.
  3. Jenazah wanita dikafani dengan lima kain: Pakaian, kerudung, sarung dan dibalut dengan kain dua lapis.
  4. Jenazah anak-anak pria dikafani dengan satu lapis kain sampai tiga kain. Dan anak-anak wanita dikafani dengan satu pakaian, kemudian dua lapis kain.
  5. Yang wajib pada kafan seluruh mayit adalah satu kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
  6. Jika mayit itu wafat dalam keadaan berihram (sedang memakai pakaian Ihram dalam ibadah Haji / Umrah), maka ia dimandikan dengan air dan daun bidara, lalu dikafani dengan kain Ihramnya, sarung dan selendang-nya atau lainnya. Muka dan kepalanya tidak ditutup, tidak pula diberi minyak wangi. Karena ia akan dibangkitkan dalam keadaan ber-Talbiyah, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah صلي الله عليه وسلم dalam hadits shahih.
  7. Jika mayit itu wanita yang sedang Ihram, maka ia dikafani sebagaimana mayit wanita lainnya, tetapi ia tidak diberi minyak wangi dan tidak ditutup mukanya dengan cadar, tidak pula dipakaikan sarung tangan. Muka dan tangannya ditutup dengan kain kafan, sebagaimana kafan wanita lainnya, seperti penjelasan tata cara mengafani mayit wanita diatas.
Kelima: Yang paling berhak.
  1. Yang paling berhak memandikan, menshalati dan mengubur mayit pria adalah orang yang telah menerima wasiat untuk itu, kemudian bapaknya, lalu kakeknya, kemudian yang terdekat dan terdekat dari kerabatnya yang pria.
  2. Yang paling berhak memandikan mayit wanita adalah wanita yang menerima wasiat untuk itu, kemudian ibunya, lalu neneknya, kemudian yang terdekat dan terdekat dari kerabatnya yang wanita.
  3. (Yang paling berhak memandikan) bagi suami isteri adalah pasangannya. Karena Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه dimandikan oleh isteri beliau. Demikian pula halnya dengan Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه memandikan mayit isteri beliau Fatimah رضي الله عنها
Keenam: Tata Cara Shalat Jenazah.
       (Yaitu: Dengan melakukan) Takbir empat kali.
  1. Setelah Takbir pertama membaca surah Al-Fatihah, jika ia membaca surah pendek, satu atau dua ayat setelah (Al-Fatihah), maka hal itu baik, berdasarkan hadits shahih yang menjelaskan hal itu, riwayat Ibnu 'Abbas رضي الله عنهـما
  2. Kemudian Takbir kedua, lalu membaca shalawat, sebagaimana shalawat dalam Tasyahud.
  3. Kemudian Takbir ketiga, lalu membaca do'a berikut ini:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَاوَغَائِبِنَ، وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا، وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا. اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَيْ الإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَيْ الإِيْمَانِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ, وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ, وَاعْفُ عَنْهُ, وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ, وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ, وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ, وَنَقِّهِ مِنْ اَلْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّيْ اَلثَّوْبَ اَلْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ, وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ, وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ, وَأَدْخِلْهُ اَلْجَنَّةَ, وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابَ اَلْقَبْرِ وَعَذَابَ اَلنَّارِ, وَافْسَحْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيْهِ, اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ

Ya Allah, ampunilah kami yang masih hidup dan orang yang telah mati dari kami, orang yang hadir dan orang yang tidak hadir, anak-anak kecil kami dan orang-orang dewasa kami, kaum pria dan wanita kami. Ya Allah, siapa yang Engkau hidupkan dari kami, maka hidupkanlah ia atas Islam. Dan siapa yang Engkau wafatkan dari kami, wafatkanlah ia atas iman. Ya Allah, ampunilah ia, rahmati, peliharalah, ma'afkan-lah ia, muliakan tempat tinggalnya, luaskan tempat masuknya, basuhlah ia dengan air es dan salju, sucikanlah ia dari dosa-dosa, seperti kain putih yang disucikan dari kotoran, gantikan tempat tinggalnya dengan tempat tinggal yang lebih baik, gantikan keluarganya dengan keluarga yang lebih baik. Masukkanlah ia kedalam Syurga, peliharalah ia dari adzab kubur dan neraka. Lapangkanlah ia dan berilah ia cahaya di dalam kuburnya. Ya Allah, janganlah Engkau menahan pahalanya untuk kami dan janganlah Engkau menyesatkan kami sepeninggalnya.
  1. Setelah itu takbir keempat
  2. Lalu salam satu kali kekanan
  • Disunnahkan mengangkat kedua tangan pada setiap kali takbir
  • Jika jenazahnya wanita, maka do'anya: "Allahummaghfirlahaa".. (merubah kata ganti orang ketiganya)."
  • Jika jenazahnya dua orang, maka do'anya: "Allahummaghfirlahumaa"...   dst   (merubah kata ganti orang ketiganya).
  • Jika jenazahnya lebih dari dua orang, maka do'anya: "Allahummaghfirlahum " ... dst (merubah kata ganti orang ketiganya).
  • Jika jenazahnya anak-anak, maka do'a untuknya dirubah dengan do'a berikut:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا وَذُخْرًا لِوَالِدَيْهِ، وَشَفِيْعًا مُجَابًا. اَللَّهُمَّ ثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَعْظِمْ بِهِ أُجُوْرَهُمَا، وَأَلْحِقْهُ بِصَالِحِ سَلَفِ الْمُؤْمِنِيْنَ، وَاجْعَلْهُ فِيْ كَفَالَةِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، وَقِهِ بِرَحْمَتِكَ عَذَابَ الْجَحِيْمِ

Ya Allah, jadikanlah ia orang yang bersegera kepada kebaikan dan tabungan bagi kedua orang-tuanya, serta pemberi syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan kedua orang-tuanya dan besarkan-lah dengannya balasan keduanya serta ikutkan ia dengan orang-orang shalih terdahulu dari orang-orang beriman. Jadikanlah ia dalam tanggungan Ibrahim Alaihis-Salam; dan peliharalah ia dengan rahmat-Mu dari adzab neraka Jahim.
  • Sunnahnya, imam berdiri lurus dengan kepala jenazah pria; dan lurus dengan bagian tengah jenazah wanita.
  • Dan jika jenazahnya banyak, maka yang terdekat dengan imam adalah jenazah pria dan yang terdekat kearah kiblat adalah jenazah wanita. Jika diantara jenazah-jenazah itu ada jenazah anak-anak, maka jenazah anak pria dikedepankan (lebih dekat dengan Imam) dari pada jenazah wanita, kemudian jenazah wanita, lalu jenazah anak-anak wanita.
  • Kepala anak pria lurus dengan kepala jenazah pria dewasa. Bagian tengah jenazah wanita lurus dengan kepala jenazah pria. Jenazah anak wanita lurus dengan kepala jenazah wanita dewasa.
  • Seluruh ma'mum shalat jenazah berdiri di belakang Imam, kecuali jika ada seorang ma'mum yang tidak mendapat tempat di belakang Imam, maka ia berdiri disebelah kanan Imam.

وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَالْصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَي نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ

Akhirnya, segala puji hanya milik Allah semata, shalawat dan salam untuk Nabi-Nya Muhammad, keluarga dan para shahabat beliau.
___________________________________
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/05/beberapa-pelajaran-penting-untuk.html

Tiada Kemuliaan Tanpa Tauhid dan Sunnah

Sesungguhnya izzah atau kemuliaan merupakan perkara yang sangat dirindukan oleh para pejuang Islam yang tulus di berbagai penjuru bumi. Apa pun akan mereka korbankan demi menggapainya, waktu, tenaga, pikiran, harta, bahkan kalau perlu nyawa mereka pun rela untuk mereka pertaruhkan di jalan Allah ta’ala. Sementara kemuliaan tersebut tidak akan bisa digapai kecuali dengan pertolongan dan taufik dari Allah ta’ala.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang beriman, Allah akan mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya. Adapun orang-orang kafir, penolong-penolong mereka adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan. Mereka itulah para penduduk neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 257)


Kemenangan dan kemuliaan itu tidak akan diraih kecuali dengan mengabdi kepada Allah dengan sepenuh jiwa dan raga, dengan keimanan dan amal salih, dengan rasa cinta dan pegagungan, dengan mewujudkan tauhid yang bersih dan berpegang teguh dengan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, sungguh Allah akan menjadikan mereka berkuasa di atas muka bumi ini sebagaimana Allah telah mengangkat orang-orang sebelum mereka menjadi pemimpin, dan sungguh Allah akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai oleh-Nya untuk mereka dan Allah akan menggantikan bagi mereka keadaan yang penuh rasa takut dengan keamanan. Mereka itu senantiasa beribadah kepada-Ku dan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun…” (QS. an-Nuur: 55)

Karena tauhid yang murni merupakan tujuan hidup jin dan manusia di alam dunia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56).

Dengan sebab tauhid itulah Allah akan memuliakan hamba-hamba-Nya. Dengan sebab tauhid itulah Allah akan menerima amal-amal mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menghendaki perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan Rabbnya dalam beribadah kepada-Nya dengan sesuatu apapun.” (QS. al-Kahfi: 110).

Allah akan menolak amalan orang-orang musyrik meskipun mereka telah bersusah payah dan bercapek-capek dalam melakukannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; apabila kamu berbuat syirik niscaya akan musnah semua amalmu dan kamu pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. az-Zumar: 65).

Karena tauhid adalah hak-Nya yang paling agung. Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak ini maka dia telah melecehkan Rabbul ‘alamin, tidak berterima kasih kepada ar-Rahman ar-Rahim, dan tidak menyimpan rasa takut kepada Maliki Yaumid din. Allah ta’ala berfirman mengisahkan nasehat Luqman kepada putranya (yang artinya), “Wahai putraku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)

Inilah dakwah seorang anak yang pandai berterima kasih kepada ayahnya. Dengan sebab tauhid itulah akan tercipta kebahagiaan hidup sebuah keluarga. Sebagaimana yang Allah ceritakan mengenai ajakan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kepada ayahnya (yang artinya), “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak bisa mendengar dan tidak melihat bahkan tidak mencukupi bagi dirimu barang sedikitpun.” (QS. Maryam: 42)

Demikian pula keamanan, ketentraman dan petunjuk akan diberikan oleh Allah kepada masyarakat yang bertauhid dan mengagungkan Rabbul ‘alamin. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman/syirik, mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan rasa aman dan diberikan petunjuk.” (QS. al-An’am: 82).

Padahal, kita juga menyadari bahwa tidak akan berubah nasib suatu kaum sampai mereka mau merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri. Allah ta’ala telah menegaskan hal ini dalam ayat-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai mereka merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11)

Oleh sebab itulah, Allah menjadikan dakwah tauhid sebagai misi utama dakwah para nabi dan rasul. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36).

Tidak ada seorang pun rasul melainkan menjadikan dakwah tauhid ini sebagai seruan yang paling utama kepada masyarakatnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Kami mengutus sebelummu seorang rasul pun melainkan kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada sesembahan -yang benar- selain Aku, oleh sebab itu maka sembahlah Aku saja.” (QS. al-Anbiya’: 25)

Maka melecehkan dakwah tauhid dan mengesampingkannya merupakan penghinaan kepada manhaj dakwah para nabi dan rasul yang Allah ta’ala telah menjadikan mereka sebagai teladan bagi para da’i yang ingin mengantarkan umat ini menuju kemuliaannya. Dan yang terdepan di antara mereka -yang telah menghabiskan umurnya untuk mendakwahkan tauhid ini- adalah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang Allah ta’ala berfirman kepada beliau (yang artinya), “Katakanlah; inilah jalanku, aku menyeru -kalian- kepada Allah (yaitu untuk mengabdi kepada-Nya) di atas ilmu, inilah jalanku dan jalan orang-orang yang mengikutiku, dan sama sekali aku bukan termasuk golongan orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)

Dengan memegang teguh Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengantarkan umat ini menuju kejayaan yang didamba-dambakan. Allah ta’ala telah menegaskan dalam firman-Nya (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya maka sesungguhnya dia pasti akan mendapatkan keberuntungan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71)

Karena menaati rasul merupakan bentuk ketaatan kepada Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menaati rasul sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80).

Sedangkan meninggalkan ketundukan kepada Sunnah beliau merupakan sumber kebinasaan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti selain jalannya orang-orang yang beriman maka Kami akan membiarkannya terombang-ambing dalam kesesatan yang dipilihnya dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115)

Menyelisihi ketetapan dan ajaran Rasul adalah akar kehinaan dan keterpurukan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak pantas bagi seorang mukmin laki-laki atau perempuan apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)

Karena kepasrahan kepada tuntunan dan hukum Rasul merupakan bukti keimanan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka demi Rabbmu, sekali-kali mereka tidak beriman sampai mereka menjadikan kamu sebagai hakim/pemutus perkara dalam perkara apa saja yang mereka perselisihkan di antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit di dalam hatinya atas apa yang telah kamu putuskan dan mereka senantiasa pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisaa’: 65)

Orang-orang yang menyimpang dari Sunnah dan hukum rasul akan merasakan pahitnya kekalahan dan kerendahan akibat tindakan bodoh mereka meninggalkan petunjuk dan memilih tenggelam dalam kesesatan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaklah merasa takut orang-orang yang menyimpang dari urusan rasul itu, karena mereka itu akan tertimpa fitnah atau mendapatkan azab yang sangat menyakitkan.” (QS. an-Nuur: 63)

Berpaling dari Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyeret kepada murka Allah dan terhalang dari curahan ampunan-Nya. Allah ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya (yang artinya), “Katakanlah; jika kalian benar-benar mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran : 31)

Lihatlah, para sahabat radhiyallahu’anhum generasi terbaik yang menjadi teladan bagi masyarakat umat Islam di sepanjang jaman. Mereka telah menunjukkan kepada kita pembelaannya terhadap tauhid, kesetiaannya kepada Sunnah serta kebenciannya kepada syirik dan sikap berlepas diri mereka dari segala amalan dan keyakinan bid’ah. Mereka dipuji oleh Allah dan diabadikan dalam Kitab-Nya yang mulia (yang artinya), “Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama yaitu kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun pasti akan ridha kepada-Nya. Allah persiapkan untuk mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah: 100)

Mereka -para sahabat- adalah sosok pengibar panji-panji tauhid, singa-singa pembela Sunnah, dan pribadi-pribadi yang sangat mengagungkan syari’ah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk mengikuti jalan mereka agar selamat dari perpecahan dan kehancuran. Maka mengikuti jalan hidup dan manhaj dakwah mereka adalah jalan kemuliaan dan kejayaan, sedangkan menyimpang darinya merupakan sebab kesesatan dan kebinasaan.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, jangan kalian mengada-adakan ajaran baru. Karena kalian telah dicukupkan.”

al-Auza’i rahimahullah berkata, “Wajib atas kalian untuk mengikuti jejak orang-orang yang terdahulu/para salaf (yaitu para sahabat)…”.

Imam Malik rahimahullah berkata, “as-Sunnah merupakan bahtera Nabi Nuh. Barangsiapa yang menaikinya akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal darinya maka akan tenggelam.”

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Pokok ajaran Sunnah menurut kami adalah; berpegang teguh dengan pemahaman para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta meneladani mereka, dan meninggalkan segala macam bid’ah.”

(lihat Kun Salafiyan ‘alal Jaddah, hal. 47)

Oleh sebab itu siapa pun di antara para da’i Islam yang ingin mengantarkan umat ini menuju kemuliaan, maka tidak ada cara lain bagi mereka selain mendakwahkan tauhid dan sunnah serta memerangi segala bentuk syirik dan bid’ah. Inilah manhaj para sahabat yang berhasil mengantarkan mereka menjadi manusia-manusia yang dimuliakan oleh Allah ta’ala di dunia dan di akherat.

Imam Malik rahimahullah mengingatkan, “Tidak akan bisa memperbaiki keadaan generasi akhir umat ini kecuali sesuatu yang telah berhasil memperbaiki generasi awalnya.” Allahul muwaffiq.
___________________________________
http://abumushlih.com/tiada-izzah-tanpa-tauhid-dan-sunnah.html/
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/05/tiada-kemuliaan-tanpa-tauhid-dan-sunnah.html

Bila Muslim Berbuat Kemusyrikan

Berikut ini adalah transkip dan terjemah dari salah satu bagian ceramah Syeikh Abdul Aziz ar Rais. Materi ini beliau sampaikan pada tanggal 2 Jumadil Ula 1428 H di salah satu masjid di Uni Emirat Arab. Judul ceramah beliau adalah at Tahdzir min al Ghuluw fit Takfir (Peringatan dari Sikap Berlebih-lebihan dalam Memberikan Vonis Kafir. Pada menit 57:47 sampai 1:02:55 beliau membahas salah satu sebab yang menjerumuskan seseorang dalam kekafiran. Lengkapnya adalah sebagai berikut.

Dalam bagian ini beliau membahas status seorang muslim yang melakukan kemusyrikan seperti memberi sesaji untuk selain Allah. Orang semacam ini apakah masih kita nilai sebagai seorang muslim sehingga sah shalat berjamaah yang kita lakukan dengan bermakmum kepadanya dan hewan yang dia sembelih. Ataukah orang semacam ini dinilai sebagai orang musyrik sehingga kita tidak boleh bermakmum kepadanya dan tidak boleh memakan hewan sembelihannya.

الدافع السادس: و ذكره ابن القيم في مفتاح دار السعادة و ذكره في مدارج السالكين الآ و هو الجهل. الجهل سبب من أسباب الكفر لكن انتبه في حق من لم يدخل في الإسلام لو أن يهوديا أو نصرانيا لم يدخل في الإسلام جهلا بالإسلام هل يعتبر مسلما؟ لا يعتبر مسلما, يعتبر كافرا.

Syeikh Abdul Aziz ar Rais mengatakan, “Sebabnya kekafiran yang keenam adalah apa yang disebutkan oleh Ibnul Qoyyim dalam kitab beliau, Miftah Dar al Sa’adah dan Madarij al Salikin yaitu kebodohan. Kebodohan tentang agama adalah salah satu sebab kekafiran akan tetapi- ingat- untuk orang yang tidak masuk ke dalam Islam. Artinya jika ada orang Yahudi atau Nasrani yang tidak masuk Islam karena tidak tahu (bodoh) dengan Islam maka apakah dia dinilai sebagai seorang muslim? Jawabannya tentu dia tidak dianggap sebagai seorang muslim namun dianggap sebagai orang kafir.

قال تعالى: و إن أحد من المشركين استجارك فأجره حتي يسمع كلام الله. سماه مشركا قبل أن يسمع كلام الله. هذا هو كافر أصلي.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan jika ada seorang musyrik yang meminta perlindungan kepadamu maka lindungilah dirinya sehingga dia bisa mendengar firman-firman Allah” (QS at Taubah:6).

و خرج مسلم من حديث أبي هريرة, قال – صلي الله عليه و سلم-: والذي نفسي بيده لا يسمع بي يهودي و لا نصراني ثم لم يؤمن بي إلا أدخله الله النار.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya tidak ada seorang pun Yahudi ataupun Nasrani yang mendengar keberadaanku kemudian dia tidak beriman kepadaku kecuali pasti Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”.

سماه يهوديا و نصرانيا و حكم عليه بالنار الذي سمع به. أما الذي لم يسمع به فلم يحكم عليه بالنار و هو يهودي و نصراني. فانتبه إلي هذا الأمر المهم, كل من لم يدخل الإسلام من اليهود و النصاري و المجوسيين وغيرهم, هم كفار حتي و لو كانوا جهالا. لكن, هل هم في النار أم لا؟ هذا أمره إلي الله. هو يمتحن يوم القيامة. أما من يسمع بدين الرسول و عرف و أصر علي كفره فمصيره النار. أما من لا فمصيره إلي الله يمتحنه الله يوم القيامة.

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut orang tersebut sebagai Yahudi atau Nasrani dan beliau vonis dengan neraka jika dia telah mendengar keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan non muslim yang belum mendengar dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak beliau vonis dengan neraka namun tetap disebut sebagai Yahudi atau Nasrani. Perhatikanlah perkara yang penting ini yaitu bahwa semua orang yang tidak masuk Islam baik Yahudi, Nasrani, Majusi ataupun yang lainnya adalah orang kafir meski mereka itu bodoh/tidak mengerti tentang Islam. Akan tetapi apakah orang semacam ini di neraka atau tidak maka itu sepenuhnya terserah Allah. Allah akan menguji mereka pada hari Kiamat. Sedangkan orang yang telah mendengar dan mengenal Islam namun tetap bertahan dalam kekafirannya maka tempat kembalinya adalah neraka. Sedangkan orang yang tidak mengenal Islam maka tempat kembalinya di Akherat itu terserah Allah. Allah akan mengujinya pada hari Kiamat nanti.

إذا قال: والذي نفسي بيده لا يسمع بي يهودي و لا نصراني ثم لم يؤمن بي إلا أدخله الله النار. معناه أن من لم يسمع بي ليس كذلك.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya tidak ada seorang pun Yahudi ataupun Nasrani yang mendengar keberadaanku kemudian dia tidak beriman kepadaku kecuali pasti Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”. Artinya orang yang belum pernah mendengar dakwah Nabi itu nasibnya tidaklah demikian.

بإجماع أهل العلم ليس المراد مجرد السماع من غير الفهم, كما حكا الشيخ إسحاق بن عبد الله بن حسن. و إنما المراد السماع المصحوب بالفهم.

Para ulama bersepakat bahwa yang dimaksud dengan ‘mendengar’ dalam hadits ini bukanlah semata-mata mendengar yang tidak diiringi dengan kepahaman. Ijma ini diceritakan oleh Syeikh Ishaq bin Abdullah bin Hasan. Sehingga yang dimaksud dengan ‘mendengar’ di sini adalah mendengar yang diiringi dengan kepahaman.

لذلك إذا جاء مسلم إلي رجل لا يعرف لغة العربية و قرأ عليه القرآن و شرح عليه الإسلام و لكن لا يفهم ما يقول, هل سمعه هذا الكافر؟ سمعه لكن لا يصحب السماع فهم .إذا المراد السماع المصحوب بالفهم, لكن ما الفهم المراد؟ هل المراد لا بد أن يفهم فهم أبي بكر و عمر؟ هذا لم يكن به أحد. و إنما المراد أن يفهم فهما يدرك به الخطاب.

Oleh karena itu, jika ada seorang muslim yang menemui orang kafir yang tidak tahu menahu tentang bahasa Arab lalu dia bacakan kepada orang kafir tersebut al Qur’an dan dia jelaskan kepadanya ajaran Islam dengan bahasa Arab, maka tentu orang kafir tersebut tidak faham dengan apa yang dikatakan oleh si muslim. Apakah orang kafir ini dinilai telah ‘mendengar’? Orang kafir tersebut telah mendengar namun ‘mendengarnya’ tidak diiringi dengan kepahaman. Jadi mendengar yang dimaksudkan adalah mendengar yang diiringi dengan kepahaman. Akan tetapi kepahaman seperti apakah yang dimaksudkan dalam hal ini? Apakah yang dimaksudkan adalah kepahaman sebagaimana kepahaman Abu Bakar dan Umar? Tentu tidak ada orang yang bisa semacam ini. Kepahaman yang dimaksudkan adalah memahami makna perkataan yang disampaikan kepadanya.

هذا في حق من؟ في حق اليهود و النصراني. لأن أمره إلي الله. هو الذي سيدخله النار أو لا يدخله النار. الله أعلم به. و إنما الإشكال يأتي فيما بعد هذا. و هو الرجل المسلم الذي تلبس بالكفر أو الشرك جهلا. هل يعتبر مشركا أو كافرا؟

Ketentuan ini berlaku untuk Yahudi dan Nasrani karena nasib akhir mereka itu terserah kehendak Allah. Allahlah yang akan memasukkan mereka ke dalam neraka atau tidak memasukkan mereka ke dalam neraka. Allahlah yang lebih tahu. Namun yang jadi masalah adalah perkara berikut ini yaitu seorang muslim yang melakukan kekafiran atau kemusyrikan karena tidak tahu. Apa orang semacam ini dinilai musyrik ataukah kafir?

مثل هذه المسألة اختلف فيها علماء عصرنا علي القولين. و ذكر الإمام عبد العزيز بن عبد الله بن بازو الإمام محمد بن صالح العثيمن و العلامة المحدث مقبل بن الهادي الوادعي و العلامة المحدث عبد المحسن العباد إن في هذه المسألة قولين عند أهل السنة. و هي من المسائل الإجتهادية.

Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama di zaman ini. Ada dua pendapat dalam masalah ini. Imam Abdul Aziz bin Baz, Imam Muhammad Sholih al Utsaimin, Allamah Muhaddits Muqbil bin Hadi al Wadi’i dan Allamah Muhaddits Abdul Muhsin al Abbad menyebutkan bahwa ahli sunnah memiliki dua pendapat dalam masalah ini. Jadi masalah ini termasuk masalah ijtihadi.

هذا أهم ما ينبغي أن نعرفه لأن للأسف قد حصل النزاع الكثير بين إخواننا في العذر بالجهل و عدم العذر بالجهل.

Inilah yang paling penting untuk kita ketahui karena sangat disayangkan terdapat perselisihan yang berkepanjangan di antara saudara-saudara kita, sesama ahli sunnah tentang apakah pelaku kemusyrikan karena tidak tahu itu dimaafkan ataukah tidak.

و الذي يهمني أن تفهم أن في المسألة قولين عند أهل السنة فعلي هذا لا ينبغي لك أن لا تشنع علي و لا ينبغي لي أن أشنع عليك. ندرسها كأي مسألة من غير ولاء ولا براء عليه, من غير حب و بغض فيها. فهي من جملة مسائل أهل العلم الاجتهادية كما نص علي هذا من تقدم ذكر أسمائهم.

Yang paling penting adalah anda mengerti bahwa dalam masalah ini terdapat dua pendapat di antara para ulama ahli sunnah. Karena itu tidak layak bagi anda untuk mencelaku dan tidak layak bagiku untuk mencela anda. Hendaknya kita kaji permasalahan ini sebagaimana permasalahan-permasalahan yang lain, tidak dijadikan sebagai tolak ukur kawan dan lawan atau tolak ukur cinta dan benci. Masalah ini adalah bagian dari masalah ijtihadi yang diperselisihkan oleh para ulama sebagaimana penegasan para ulama yang nama-nama mereka telah disebutkan di atas.

لأجل هذا لن أذكر المسألة, مسألة هل الجهل مانع من تكفير المعين حتي لا ندخل في النزاعات اشتغل فيها الكثيرون لكن يهمني أهم شيء أن تفهم أن في المسألة قولين عند أهل السنة. فلا ينبغي أن نشغل أنفسنا فيها.

Oleh karena itu, saya tidak akan membahas masalah ini yaitu masalah apakah ketidaktahuan itu termasuk faktor penghalang vonis kafir untuk individu tertentu ataukah tidak sehingga kita tidak masuk dalam kancah sengketa yang telah menyibukkan banyak orang. Namun yang paling penting adalah anda mengerti bahwa dalam masalah ini ada dua pendapat di antara kalangan ahli sunnah. Oleh sebab itu, janganlah kita menyibukkan diri kita dalam masalah ini”.

http://ustadzaris.com/bila-muslim-berbuat-kemusyrikan
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/06/bila-muslim-berbuat-kemusyrikan.html

Antara Syirik dan Dosa Besar

Mungkin sebagian orang terkadang merasa kaget dan terperanjat, bahkan bersedih hati jika melihat banyaknya para pezina dan peminum khamr, namun mereka tidak tersentuh ketika melihat banyaknya orang yang mencari berkah di kuburan serta mengalamatkan berbagai macam ibadah ke objek-objek syirik tersebut.
Padahal zina dan minum khamr (meski) melakukan perbuatan dosa besar, namun tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Sementara mengalamatkan sebuah ibadah kepada selain Allah adalah sirik yang membuat pelakunya mati kafir jika dia mati dalam keadaan melakukan perbuatan syirik tersebut. Oleh sebab itu, para ulama rabbani menjadikan pelajaran aqidah sebagai asas yang paling mendasar.
Tersebutlah seorang syaikh yang telah menulis sebuah kitab yang menjelaskan tentang urgensi tauhid. Dia menjelaskannya kepada para muridnya dan terus mengulang-ulang pembahasannya. Suatu hari murid-muridnya berkata, “Wahai Syaikh, kami berharap Anda mau mengganti pelajaran yang Anda sampaikan kepada kami dengan materi-materi yang lain, seperti kisah, sirah, dan sejarah". Syaikh itu menanggapi, “Insya Allah akan saya pertimbangkan.”
Keesokan harinya dia keluar menemui murid-muridnya dengan wajah yang menyiratkan kesedihan dan beban pikiran. Merekapun bertanya tentang hal yang menyebabkan beliau bersedih. Dia menjawab, “Aku mendengar bahwa seorang warga kampung tetangga menempati rumah baru, dia merasa takut diganggu jin, lalu dia menyembelih seekor ayam jantan di ambang pintu untuk mendekatkan diri kepada jin, dan aku telah mengirim seseorang untuk mencari kebenaran berita tersebut.”
Ternyata para muridnya tidak bereaksi apapun mendengar berita tersebut. Mereka hanya berdoa memintakan hidayah bagi orang tersebut, dan mereka hanya terdiam. Keesokan harinya syaikh kembali menemui mereka, dan berkata: “Kami telah mendapatkan kejelasan berita tersebut, ternyata peristiwanya tidak seperti yang aku dengar. Lelaki tersebut tidak pernah menyembelih seekor ayam jantan untuk mendekatkan diri kepada jin, tapi yang dilakukannya adalah berzina dengan ibunya.”
Kontan mereka gempar dan marah. Mereka mencaci-memaki dan mengoceh banyak. Mereka berkata, “Perbuatannya harus digugat, dia harus dinasihati, dia harus dihukum.” Dan banyak lagi umpatan mereka. Kemudian syaikh berkata, “Sungguh aneh kalian ini. Begitukah reaksi kalian mengingkari orang yang terjerumus dalam satu perbuatan dosa besar padahal perbuatan itu tidak mengeluarkan nya dari Islam. Tapi kalian tidak mengingkari orang yang terjerumus dalam kemusyrikan, menyembelih untuk selain Allah Azza wa Jalla, dan mengalamatkan ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla?”
Murid-muridnya terdiam. Kemudian syaikh menunjuk salah seorang dari mereka sambil berkata, “Bangun dan ambilkan kitab tauhid, kita akan membahasnya dari awal !” Syirik adalah dosa yang paling besar. Allah Azza wa Jalla tidak mengampuni perbuatan syirik selamanya – selagi pelakunya tidak mau bertaubat.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar.” (QS Luqman [31] : 13)
Dan surga diharamkan bagi para pelaku kemusyrikan. Kaum musyrikin akan kekal selamanya dalam neraka. Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.” (QS Al-Ma’idah [5] : 72)
Dan barangsiapa berbuat syirik, maka kemusyrikannya akan menghancurkan semua ibadahnya, shalatnya, puasanya, hajinya, jihadnya dan sedekahnya.
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Az-Zumar [39] : 65)
Sumber: Irkab Ma’anaa (terjemahan Indonesia: Bahtera Tauhid; Kumpulan Hikmah dan Kisah seputar Tauhid) oleh: Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Ariifi, Penerbit: At-Tibyan, hal. 40 -43.
________________________
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/06/antara-syirik-dan-dosa-besar.html

Ringan, namun mereka enggan

Anas bin Malik radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti dikatakan kepada orang kafir, ‘Apa pendapatmu seandainya kamu mempunyai emas sebesar bumi, apakah kamu mau menebus siksa dengannya?’. Maka dia mengatakan, ‘Ya.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Sungguh, di dunia kamu telah diminta untuk melakukan sesuatu yang lebih mudah daripada itu.’.” (HR. Muslim)
Di dalam riwayat lainnya, dijelaskan, “Allah tabaraka wa ta’ala berkata kepada penghuni neraka yang paling ringan siksanya, ‘Seandainya kamu mempunyai dunia seisinya, apakah kamu mau menebus siksa ini dengannya?’. Maka dia menjawab, ‘Ya.’ Lalu Allah mengatakan, ‘Sungguh dahulu Aku menginginkan darimu sesuatu yang lebih mudah daripada itu, ketika kamu masih berada di sulbi Adam; janganlah kamu mempersekutukan-Ku -aku mengira beliau berkata- maka Aku tidak akan masukkan kamu ke dalam neraka, namun kamu justru enggan melainkan tetap berkeras untuk melakukan kesyirikan.” (HR. Muslim)
Hadits yang mulia ini menjelaskan kepada kita bahwa :
  1. Orang kafir akan kekal di dalam neraka
  2. Hanya orang beriman saja yang masuk ke dalam surga
  3. Syirik adalah sebab kekal di dalam neraka
  4. Hakikat iman itu adalah beribadah kepada Allah dan tidak menyembah selain-Nya siapa pun dia, entah itu nabi, malaikat, atau wali dan benda-benda keramat
  5. Kesenangan dunia seisinya ini tidak ada gunanya apabila tidak diiringi dengan keimanan kepada Allah dan syukur kepada-Nya
  6. Wajibnya bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita, terutama adalah nikmat hidup, dan cara mensyukurinya adalah dengan tunduk beribadah kepada-Nya dengan ikhlas dan mengikuti tuntunan. Sebab apabila ibadah itu hanya ikhlas dan tidak mengikuti tuntunan maka tidak diterima. Sebagaimana pula apabila mengikuti tuntunan namun tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Maka ibadah itu harus ikhlas dan harus mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
http://abumushlih.com/ringan-namun-mereka-enggan.html/
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/09/ringan-namun-mereka-enggan.html

Jin Yang Disembah Justru Masuk Islam

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau menerangkan tafsir dari firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Mereka itu -sosok- yang disembah -selain Allah- justru berusaha mencari kedekatan diri di sisi Rabb mereka, siapakah di antara mereka yang lebih dekat -kepada-Nya-.”
(QS. al-Israa’: 57). 

Beliau berkata, “Dahulu sekelompok bangsa jin masuk Islam, sedangkan sebelum itu mereka dipuja-puja (disembah) -oleh manusia-. Kemudian orang-orang yang dahulu menyembah mereka tetap bertahan untuk menyembah mereka, padahal sekelompok jin -yang disembah itu- telah masuk Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Shahih Bukhari hal. 983 dan Syarh Muslim [9/270])

Hadits yang agung ini mengandung hikmah, antara lain:

1. Hakekat tauhid adalah dengan menujukan ibadah -di antaranya adalah doa- hanya kepada Allah ta’ala (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 80).
Ini artinya, orang yang menujukan ibadah kepada Allah dan juga kepada selain Allah, maka dia belum dianggap sebagai orang yang bertauhid, meskipun bekas sujudnya melekat di dahinya dan bacaan al-Qur’annya bisa membuat menangis semua orang yang mendengarnya!

2. Tauhid mengandung sikap berlepas diri dari segala bentuk kemusyrikan/peribadatan kepada selain Allah. Sehingga tidak ada yang boleh disembah selain Allah siapapun atau apapun bentuknya (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [1/94], al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 32).

3. Bantahan bagi orang yang beranggapan bahwa kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik hanya disebabkan mereka memuja berhala/patung (lihat catatan kaki dalam Fath al-Majid Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 93)

4. Mengabulkan doa merupakan salah satu bagian dari keesaan rububiyah Allah ta’ala (lihat at-Tam-hid li Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 80).
Oleh sebab itu menujukan doa kepada selain Allah merupakan kekafiran/pengingkaran kepada tauhid. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang berdoa kepada sesembahan tandingan selain Allah yang tidak ada bukti untuk membenarkannya maka sesungguhnya perhitungannya adalah di sisi Rabbnya, sesungguhnya orang-orang kafir itu tidaklah beruntung.” (QS. al-Mu’minun: 117).

5. Kebatilan peribadatan kaum musyrikin kepada selain Allah, dimana sosok yang mereka ibadahi justru mencari kedekatan diri di sisi Allah serta mengharapkan rahmat dan takut akan siksa-Nya (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 57)

6. Kesalihan yang ada pada diri sosok yang disembah selain Allah tidak bisa dijadikan sebagai dalil/alasan untuk membenarkan perbuatan syirik yang melibatkan diri mereka (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 57). Syirik ya tetap syirik, walaupun yang disembah adalah Nabi atau malaikat, apalagi yang disembah adalah jin!

7. Mengucapkan syahadat saja tidak cukup apabila tidak diiringi dengan sikap mengingkari segala sesembahan selain Allah (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 58).
Oleh sebab itu dakwah yang diserukan oleh para rasul adalah, “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (lihat QS. an-Nahl: 36)

8. Mengimani keberadaan makhluk yang disebut dengan jin. Tidak sebagaimana anggapan sebagian orang yang berpendapat bahwa ‘jin’ adalah sekedar ungkapan yang mewakili segala sesuatu yang samar dan tersembunyi dan bukan nama bagi suatu makhluk tertentu sebagaimana halnya manusia. Apakah mereka tidak membaca al-Qur’an dan as-Sunnah, sehingga sedemikian jauh kesesatan mereka? Allahul musta’aan.

9. Jin ada yang kafir dan ada yang muslim. Hal ini menunjukkan bahwa jin juga dibebani kewajiban beribadah kepada Allah dan mentauhidkan-Nya. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam ayat-Nya (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)

http://abumushlih.com/jin-yang-disembah-justru-masuk-islam.html/
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/06/jin-yang-disembah-justru-masuk-islam.html