Selasa, 02 September 2014

Pernyataan Imam Syafi’i Rahimahullah Dalam Masalah Aqidah

Mengenal aqidah seorang imam besar Ahlus Sunnah merupakan perkara penting. Khususnya, bila Imam tersebut memiliki pengikut dan madzhab yang mendunia. Karenanya, mengenal pernyataan Imam Syafi’i rahimahullâh yang madzhabnya menjadi madzhab kebanyakan kaum muslimin di negeri ini, menjadi sangat penting, agar kita semua dapat melihat secara nyata aqidah Imam asy-Syafi’i rahimahullâh, dan dapat dijadikan pelajaran bagi kaum muslimin di Indonesia.
Untuk itu, kami sampaikan disini beberapa pernyataan beliau seputar permasalahan aqidah, yang diambil dari kitab "Manhaj Imam asy-Syafi’i fi Itsbât al-Aqidah", karya Dr. Muhammad bin Abdil-Wahab al-’Aqîl. 

PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂHDALAM MASALAH KUBUR


1. Hukum Meratakan Kuburan.


Imam Syafi’i rahimahullâh mengatakan:


“Saya suka kalau tanah kuburan itu tidak ditinggikan dari selainnya dan tidak mengambil padanya dari tanah yang lain. Tidak boleh, apabila ditambah tanah dari lainnya menjadi tinggi sekali, dan tidak mengapa jika ditambah sedikit saja. Saya hanya menyukai ditinggikan (kuburan) di atas tanah satu jengkal atau sekitar itu dari permukaan tanah”.[1] (1/257)


2. Hukum Membangun Kuburan dan Menemboknya.



“Saya suka bila (kuburan) tidak dibangun dan ditembok, karena itu menyerupai penghiasan dan kesombongan, dan kematian bukan tempat bagi salah satu dari keduanya. Dan saya tidak melihat kuburan para sahabat Muhajirin dan Anshar ditembok.
Seorang perawi menyatakan dari Thawus, bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam telah melarang kuburan dibangun atau ditembok.
Saya sendiri melihat sebagian penguasa di Makkah menghancurkan semua bangunan di atasnya (kuburan), dan saya tidak melihat para ahli fikih mencela hal tersebut."[2] (1/258)


3. Hukum Membangun Masjid di Atas Kuburan.



“Saya melarang dibangun masjid di atas kuburan dan disejajarkan atau dipergunakan untuk shalat di atasnya dalam keadaan tidak rata atau shalat menghadap kuburan. Apabila ia shalat menghadap kuburan, maka masih sah namun telah berbuat dosa”.[3] (1/261)

PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH DALAM MASALAH FITNAH KUBUR DAN KENIKMATANNYA
 

"Sesungguhnya Adzab kubur itu benar dan pertanyaan malaikat terhadap ahli kubur adalah benar".[4] (2/420)

PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH DALAM MASALAH KEBANGKITAN, HISAB, SYURGA DAN NERAKA
 

"Hari kebangkitan adalah benar, hisab adalah benar, syurga dan neraka serta selainnya yang sudah dijelaskan dalam sunnah-sunnah (hadits-hadits), lalu ada pada lisan-lisan para ulama dan pengikut mereka di negara-negara muslimin adalah benar".[5] (2/426)

PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH DALAM MASALAH BERSUMPAH DENGAN NAMA SELAIN ALLÂH TA'ALA
 

"Semua orang yang bersumpah dengan selain Allâh, maka saya melarangnya dan mengkhawatirkan pelakunya, karena sumpahnya itu adalah kemaksiatan. Saya juga membenci bersumpah dengan nama Allâh dalam semua keadaan, kecuali hal itu adalah ketaatan kepada Allâh, seperti berbai’at untuk berjihad dan yang serupa dengannya".[6] (1/271)

PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH TENTANG SYAFA’AT

"Beliau (Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam ) adalah manusia terbaik yang dipilih Allâh untuk wahyunya lagi terpilih sebagai Rasul-Nya dan yang diutamakan atas seluruh makhluk dengan membuka rahmat-Nya, penutup kenabian, dan lebih menyeluruh dari ajaran para rasul sebelumnya. Beliau ditinggikan namanya di dunia dan menjadi pemberi syafa’at, yang syafa’atnya dikabulkan di akhirat".[7] (1/291)

Beliau juga menyatakan tentang syarat diterimanya syafa’at:

"Semalam saya mengambil faidah (istimbâth) dari dua ayat yang membuat saya tidak tertarik kepada dunia dan yang sebelumnya. Yaitu, firman Allâh : … Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada keizinan-Nya …. (Qs. Yunus/10 : 3). Dan dalam kitabullah, hal ini banyak : … Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allâh tanpa izin-Nya?.... (Qs. al-Baqarah/2 : 256).
Syafa’at tertolak kecuali dengan izin Allâh."[8] (1/291)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH TENTANG SIFAT ISTIWA’ BAGI ALLÂH
 

"Pendapatku tentang sunnah (aqidah) yang saya berada di atasnya, dan saya lihat dimiliki oleh orang-orang yang saya lihat, seperti Sufyân, Mâlik dan selainnya, ialah berikrar dengan syahadatain (Lâ Ilâha illallâh wa Anna Muhammadar-Rasûlullâh), (beriman) bahwa Allâh berada di atas ‘Arsy-Nya di atas langit, mendekat kepada makhluk-Nya bagaimana Dia suka, dan turun ke langit dunia bagaimana Dia suka …" (2/354-355)
PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH TENTANG SIFAT NUZUL (TURUN) BAGI ALLÂH

"Allâh turun setiap malam ke langit dunia dengan dasar berita dari Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam." (2/358)

"Sesungguhnya Allâh berada di atas ‘Arsy-Nya di atas langit-Nya, mendekat dari makhluk-Nya bagaimana Dia suka, dan Allâh Ta'ala turun ke langit dunia bagaimana Dia suka." (2/358)

PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH TENTANG SIFAT TANGAN BAGI ALLÂH
"Sesungguhnya Allâh memiliki dua tangan dengan dasar firman Allâh, (yang artinya):
Orang-orang Yahudi berkata: ”Tangan Allâh terbelenggu”,
sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu
dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.
(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allâh terbuka;
Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki.
Dan Al-Qur‘an yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu
sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran
bagi kebanyakan di antara mereka.
Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat.
Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allâh memadamkannya
dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi
dan Allâh tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
(Qs. al-Maidah/5 : 64)
Dan sungguh Dia juga memiliki tangan kanan dengan dasar firman Allâh, (yang artinya):
Dan mereka tidak mengagungkan Allâh dengan pengagungan yang semestinya,
pada hal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat,
dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.
Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
(Qs. az-Zumar/39 : 67)

PERNYATAAN IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH TENTANG MELIHAT ALLÂH DI AKHIRAT

Dari ar-Rabi’ bin Sulaiman, beliau berkata:
“Suatu hari saya berada di dekat asy-Syafi’i dan datang surat dari daerah ash-Sha’id. Mereka menanyakan kepada beliau tentang firman Allâh, (yang artinya):
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu
benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka.
(Qs. Muthaffifin/83 ayat 15)
lalu beliau menulis (jawaban) berisi (pernyataan), ketika Allâh menghalangi satu kaum dengan sebab kemurkaan, maka menunjukkan bahwa orang-orang melihat-Nya dengan sebab keridhaan”.
Ar-Rabi' bertanya: “Apakah engkau beragama dengan hal ini, wahai tuanku?”
Lalu beliau menjawab: “Demi Allâh! Seandainya Muhammad bin Idris tidak meyakini bahwa ia melihat Rabb-Nya di akhirat, tentu ia tidak menyembah-Nya di dunia”. (2/386)


Dari Ibnu Haram al-Qurasyi, beliau berkata:
“Saya mendengar asy-Syafi’i mengatakan tentang firman Allâh Ta'ala :
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu
benar-benar terhalang dari (melihat) Rabb mereka."
(Qs. Muthaffifin/83 : 15)
Ini adalah dalil bahwa para wali-Nya melihat-Nya pada hari Kiamat".[9] (2/387)
SIKAP IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH TERHADAP SYI’AH
 

Dari Yunus bin Abdila’la, beliau berkata:
"Saya telah mendengar asy-Syafi’i, apabila disebut nama Syi’ah Rafidhah, maka ia mencelanya dengan sangat keras, dan berkata: “Kelompok terjelek”.[10] (2/486)

"Saya belum melihat seorang pun yang paling banyak bersaksi palsu dari Syi’ah Rafidhah".[11] (2/486)

Asy-Syafi’i berkata tentang seorang Syi’ah Rafidhah yang ikut berperang:
“Tidak diberi sedikit pun dari harta rampasan perang, karena Allâh Ta'ala menyampaikan ayat fa’i (harta rampasan perang), kemudian menyatakan: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, …”. (Qs. al-Hasyr/59 : 10) maka barang siapa yang tidak menyatakan demikian, tentunya tidak berhak (mendapatkan bagian fa’i).[12] (2/487)

SIKAP IMAM SYAFI’I RAHIMAHULLÂH TERHADAP SHUFIYAH (TASHAWWUF)

"Seandainya seorang menjadi sufi (bertasawwuf) di pagi hari, niscaya sebelum datang waktu Zhuhur, engkau tidak dapati ia, kecuali menjadi orang bodoh".[13] (2/503)

"Saya sama sekali tidak mendapatkan seorang sufi berakal, kecuali Muslim al-Khawash".[14] (2/503)

"Asas tasawwuf adalah kemalasan."[15] (2/504)

"Tidaklah seorang sufi menjadi sufi, hingga memiliki empat sifat: malas, suka makan, sering merasa sial, dan banyak berbuat sia-sia".[16] (2/504)

Demikian, sebagian pernyataan dan sikap beliau rahimahullâh, agar diketahui bagaimana seharusnya mengikuti beliau dengan benar. Semoga bermanfaat.
________________
[1] Syarah Muslim 2/666
[2] al Umm 1/277 dengan sedikit perubahan
[3] al Umm 1/278
[4] al I’tiqâd karya Imam al Baihaqiy
[5] Manâqibus Syâfi’i, karya Imam al baihaqiy 1/415
[6] al-Umm 7/61
[7] ar-Risâlah 12-13
[8] Ahkâmul Qur’ân 2/180-181
[9] al Manâqib dan al I’tiqâd 1/420
[10] al Manâqib, karya al Baihaqiy 1/468
[11] Adâbus Syâfi’i, hlm. 187, al Manaqib karya al baihaqiy 1/468 dan Sunan al Kubrâ 10/208
[12] at Thabaqât 2/117
[13] al Manâqib lil Baihaqiy 2/207
[14] al Manâqib lil Baihaqiy 2/207
[15] al Hilyah 9/136-137
[16] Manaqib lil Baihaqiy 2/207



(Mabhats: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII)
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/07/pernyataan-imam-syafii-rahimahullah.html

Agungkan Allah Niscaya Anda Tidak Pernah sekalipun Mensyirikkan-Nya


بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:

Kawanku Pembaca Seiman…
Saya mohon dari waktu Anda sedikit saja, untuk memperhatikan dengan serius dan cermat ayat-ayat Firman Allah Ta’ala yang mulia di bawah ini.

Dan cara memperhatikannya dengan serius dan cermat, melalui beberapa tahapan seperti yang saya tunjukkan di bawah ini: 

Pertama: Baca ayat pertama sampai terakhir beserta artinya:
{ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ (59)

Artinya: “Katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya.  Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"


أَمَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ (60)

Artinya: “Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).”


أَمَّنْ جَعَلَ الْأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (61)

Artinya: “Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.”


أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ (62)

Artinya: “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi?  Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya).”


أَمَّنْ يَهْدِيكُمْ فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَنْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (63)

Artinya: “Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).”


أَمَّنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (64)} [النمل: 59 - 64]

Artinya: “Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". QS. An Naml: 59-64. 

Kedua: Perhatikan akhir ayat yang ke 59 dan artinya, bukankah Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?”

Disini kita dapati Allah bertanya tetapi dalam bentuk menantang, mana yang lebih baik, diri-Nya atau sembahan selain-Nya. 

Ketiga: Perhatikan ayat yang ke 60, disini kita dapati Allah Ta’ala ingin menunjukkan bahwa, apakah Allah Ta’ala yang menciptakan langit dan bumi, menurunkan hujan, menumbuhkan pohon-pohon dengannya, sama dengan sembahan lain yang tidak kuasa akan semua itu, tentu tidak sama!!! Lalu KENAPA MASIH ADA YANG MENJADIKAN SEKUTU BAGI ALLAH!!

Dan ingat kawanku pembaca seiman…!
Sungguh penciptaan langit dan bumi lebih besar dibandingkan penciptaan manusia, padahal penciptaan manusia saja sudah terlalu sempurna, yang menunjukkan Kekuasaan yang sangat besar yang Allah Ta’ala miliki. 

Keempat:  Perhatikan ayat yang ke 61, disini kita dapati Allah Ta’ala ingin menjelaskan bahwa, Apakah Allah Ta’ala yang menjadikan bumi diam, menjadikan sungai-sungai, gunung-gunung sebagai pasak dan menjadikan pemisah antara air laut dengan dengan air sungai, apakah sama dengan sembahan lain yang tidak kuasa akan semua itu , tentu tidak sama! LALU KENAPA KEBANYAKAN MANUSIA MASIH TIDAK MENGETAHUI BAHWA MEREKA TIDAK PERLU BERIBADAH KEPADA ALLAH TA’ALA TETAPI JUGA BERIBADAH KEPADA SELAIN-NYA! CUKUP HANYA ALLAH TA’ALA SEMATA, SATU-SATU-NYA!

Dan ingat kawanku pembaca seiman!
Menjadikan bumi seluas ini diam sehingga nyaman bagi saya, Anda dan seluruh manusia untuk hidup di bumi ini adalah menunjukkan kekuasaan-Nya yang begitu besar, bias dibayangkan jika bumi ini bergerak, maka seluruh aktifitas kehidupan kita pastinya terganggu! Subhanallah Al ‘Azhim! 

Kelima: perhatikan ayat yang ke 62, disini kita dapati Allah Ta’ala ingin menjelaskan bahwa, Apakah Allah Ta’ala Yang menjawab permintaan orang yang dalam kesulitan dan menjadikan manusia sebagai penghuni yang bergantian di bumi, sama dengan sembahan lain yang tidak kuasa akan semua itu, tentu tidak sama!!! LALU KENAPA KEBANYAKAN MANUSIA, SEDIKIT SAJA YANG INGAT BAHWA ALLAH TA’ALA LAH YANG MEMBERIKAN PERTUNJUKKAN KEPADA JALAN YANG LURUS!

Dan ingat kawanku pembaca seiman!
Berapa banyak di bumi ini perdetiknya orang-orang dalam kesempitan dan kesulitan yang  memohon, meminta agar kesempitan, kesulitan, keperluan mereka di kabulkan, lalu berapakah jika dihitung perhari, sungguh hal ini menunjukkan kekuasaannya Allah Ta’ala, Subhanallah Al ‘Azhim! 

Keenam: perhatikan ayat yang ke 63, disini kita dapati Allah Ta’ala ingin bahwa, Apakah Allah Ta’ala Yang menciptakan bintang-bintang sebagai tanda untuk perjalanan di lautan dan di bumi pada siang dan malam, serta Allah Ta’ala Yang mengutus angin kemudian terjadi pengumpulan awan sehingga turun hujan yang meruapakan rahmat bagi kita semua, apakah sama dengan sembahan lain yang tidak kuasa akan semua itu, tentu tidak sama!!! LALU KENAPA KEBANYAKAN MANUSIA MASIH MENYAMAKAN SELAIN ALLAH DENGAN ALLAH TA’ALA DALAM PERKARA YANG KHUSUS MILIK ALLAH TA’ALA SEMATA, SEPERTI PERIBADATAN DAN KEKUASAAN, PENGATURAN SERTA PENCIPTAAN!

Dan ingat kawanku pembaca seiman!
Barapa banyak bintang yang Allah Ta’ala ciptakan, berapa kuat angin yang Allah hembuskan sehingga menjadi hujan, berapa liter air yang Allah Ta’ala turunkan untuk menghujani bumi, dan lebih luar biasa lagi, tidak semua yang diturunkan hujan hanya yang membutuhkan sesuai dengan ilmu-Nya, Subhanallah Al ‘Azhim. 

Ketujuh: Perhatikan ayat yang ke 64, disini kita dapati Allah Ta’ala ingin bahwa, Apakah Allah Ta’ala Yang menciptakan makhluk lalu mematikannya kemudian menghidupkannya kembali dan Allah Ta’ala Yang memberikan rezeki, penghidupan kepada seluruh makhluk, berupa makanan pokok, buah-buah yang bermacam-maacam, apakah sama dengan sembahan lain yang tidak kuasa akan semua itu, tentu tidak sama!!! KALAU KALIAN BENAR, BAHWA ADA SEMBAHAN YANG BERHAK DISEMBAH SELAIN ALLAH, MAKA COBA BUKTIKAN, DENGAN MENUNJUKKAN KEKUASAAN MEREKA!

Dan ingat kawanku pembaca seiman…!
Ketika Allah menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada ini lebih sulit dibandingkan Allah menghidupkan kembali yang asalnya sudah ada, perhatikan juga, betapa banyak jenis makhluk yang seluruhnya atas jaminan Allah rezeki mereka dan yang lebih luar biasa lagi adalah semuanya mendapatkan makanan dan rezeki dari Allah Ta’ala tidak ketinggalan satupun dan itu sesuai dan cocok dengan mereka! Subhanallah Al ‘Azhim.! (Seluruh tulisan ini diringkas bebas dari kitab Tafsir Al Quran Al Azhim, karya Ibnu Katsir rahimahullah ketika beliau menafsirkan ayat-ayat mulia di atas)

Kawanku Pembaca Seiman….
AGUNGKAN ALLAH NISCAYA ANDA TIDAK AKAN PERNAH SEKALIPUN MENSYRIKKAN-NYA!!!

Semoga bermanfaat.


Ahmad Zainuddin
Rabu, 14 Sya’ban 1433H, Dammam KSA.
____________
http://dakwahsunnah.com/artikel/aqidah/158-agungkan-allah-niscaya-anda-tidak-pernah-sekalipun-mensyirikkan-nya
http://faisalchoir.blogspot.com/2012/07/agungkan-allah-niscaya-anda-tidak.html

Senin, 01 September 2014

Syirik

Pengertian dan ruang lingkup syirik


Syirik adalah menyamakan antara selain Allah dengan Allah ta’ala dalam perkara yang termasuk kategori kekhususan yang hanya dimiliki oleh Allah ta’ala.

Kekhususan Allah itu meliputi tiga hal utama:
Pertama, hak rububiah, seperti mencipta, mengatur alam, menguasainya, mengabulkan doa dan lain-lain. Maka jika ada orang yang meyakini bahwa ada makhluk yang mampu menciptakan dari tidak ada menjadi ada sebagaimana Allah, berarti dia telah berbuat syirik dalam masalah rububiyah.

Kedua, hak uluhiyah, seperti berhak untuk diibadahi, menjadi tujuan do’a, permintaan tolong, permintaan perlindungan, tujuan dalam melaksanakan persembahan atau sembelihan, menjadi tujuan harapan, rasa takut dan kecintaan yang disertai dengan ketundukkan. Jika ada orang yang menyembelih untuk kuburan, atau meminta perlindungan dari bencana alam kepada para wali, berarti dia telah melakukan perbuatan syirik dalam uluhiyah.

Ketiga, hak kesempurnaan Nama-nama dan Sifat-sifat, seperti menyandang nama Allah, Ar Rabb dan Ar Rahman, atau memiliki sifat mengetahui yang Gaib, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, yang tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya. Sehingga, jika ada orang yang meyakini bahwa kiyainya bisa mendengar sesuatu yang jauh, atau melihat tempat yang jauh, atau mengetahui masa depan, berarti dia telah menyekutukan Allah dalam sifat Allah.

Dengan  demikian, berarti kesyirikan bisa terjadi dalam hal rububiyah, uluhiyah maupun nama dan sifat-Nya.

Macam-macam syirik

Syirik dibagi menjadi beberapa macam, berdasarkan pengelompokkan berikut (Al Qaulul Mufid, 1/125):

Pertama, Syirik yang Terkait dengan Kekhususan Allah Ta’ala, ada tiga bentuk:

a. Syirik dalam Rububiah
Yaitu meyakini bahwa ada diantara makhluk Allah yang mampu menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan atau mematikan, mengatur cuaca, menghilangkan bencana, dan kemampuan lainnya yang hanya bisa dilakukan Allah.

b. Syirik dalam uluhiyah
Adalah melakukan salah satu bentuk ibadah dan ditujukan kepada selain Allah, apa pun bentuk ibadahnya. Baik ibadah hati, seperti tawakkal, pengagungan. Atau ibadah lisan, seperti nadzar, bersumpah dengan menyebut selain Allah. Atau ibadah anggota badan, seperti bersujud kepada selain Allah.

c. Syirik di dalam asma’ wa shifat (nama dan sifat)
Yaitu keyakinan  bahwa sebagian makhluk Allah memiliki sifat-sifat khusus yang Allah ta’ala miliki, seperti mengetahui perkara gaib, dan sifat-sifat lainnya yang merupakan kekhususan Rabb kita yang Mahasuci.

Kedua, syirik menurut tingkatannya, ada dua:

a. Syirik akbar (besar)
Adalah perbuatan syirik yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama islam, alias murtad.
Syirik besar ada 4 macam:

1. Syirik dalam berdoa
Adalah merendahkan diri kepada selain Allah, dengan tujuan untuk istighatsah dan isti’anah kepadanya (makhluk), atau menggantungkan diri kepada makhluk.

2. Syirik dalam niat, kehendak dan maksud
Adalah menyekutukan Allah dalam tujuan beribadah, baik memberikan ibadah tersebut kepada makhluk atau adanya keinginan lain untuk selain Allah ketika beribadah.

3. Syirik dalam ketaatan
Meyakini bahwa ada sebagian makhluk yang memiliki hak dalam menentukan syariat Allah  atau menjadikan sesuatu sebagai sekutu bagi Allah dalam membuat syariat, atau mentaati makhluk secara lahir batin dalam menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan.

4. Syirik dalam kecintaan
Adalah mencintai makhluk sebagaimana mencintai Allah. Mengagungkannya, membenarkannya, memujanya, dengan gaya yang hanya selayaknya diberikan kepada Allah.

b. Syirik ashghar (kecil)
Adalah perbuatan syirik yang TIDAK menyebabkan pelakunya keluar dari agama islam.

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan syirik kecil:
Pendapat pertama, syirik kecil adalah setiap perbuatan yanng bisa mengantarkan kepada syirik besar.
Pendapat kedua, syirik kecil adalah setiap perbuatan yang divonis sebagai perbuatan syirik dalam dalil Alquran dan hadis, namun tidak sampai pada derajat yang bisa mengeluarkan seseorang dari islam. Misalnya: riya’, sumpah dengan menyebut selain Allah, menggunakan jimat, dan seterusnya.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa syirik kecil kualitas dosanya bertingkat-tingkat, dan bisa menjadi syirik besar, tergantung kadarnya.

Ketiga, syirik menurut letak terjadinya

a. Syirik i’tiqadi (keyakinan hati)
Syirik yang berupa keyakinan batin. Misalnya meyakini bahwa ada makhluk yang bisa mengatur cuaca.

b. Syirik ‘amali (perbuatan)
Yaitu menyekutukan Allah dalam amal perbuatan. Seperti: menyembelih untuk selain Allah, sujud kepada makhluk, dan bernazar untuk selain Allah dan yang lainnya.

c. Syirik lafzhi (syirik dalam ucapan)
Yaitu perbuatan syirik dalam ucapan, seperti bersumpah dengan menyebut selain nama Allah, seperti perkataan sebagian orang, “Tidak ada bagiku kecuali Allah dan engkau”, dan “Aku bertawakal kepadamu”, “Kalau bukan karena Allah dan si fulan maka akan terjadi demikian..”, dan lafazh-lafazh lainnya yang mengandung unsur kesyirikan.

Keempat, syirik menurut sifat terang dan tidaknya, ada dua macam:

a. Syirik khafi (tersembunyi)
Yaitu perbuatan syirik yang samar, sehingga sulilt untuk diketahui seseorang. Seperti ujub pada diri sendiri, riya’, atau berlebihan dalam menyandarkan rizkinya kepada penghasilannya atau pekerjaanya.

b. Syirik jali (nampak)
Adalah perbuatan syirik yang jelas dan bisa dipahami bahwa itu kesyirikan. Contoh: sujud kepada selain Allah, dan semacamnya.

Kaidah penting dalam memahami syirik

Kaidah pertama
Sesungguhnya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengakui Allah ta’ala sebagai pencipta dan pengatur segala urusan. Sedangkan pengakuan mereka ini tidaklah membuat mereka tergolong orang Islam. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah, Siapakah yang memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi. Atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan. Dan siapakah yang mampu mengeluarkan yang hidup dari yang mati serta mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dan siapakah yang mengatur segala urusan, maka pasti mereka akan menjawab, ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘Lantas mengapa kalian tidak mau bertakwa?’.” (QS. Yunus: 31)

Kaidah kedua
Sesungguhnya orang-orang musyrik yang Allah sebutkan dalam Alquran, mereka melakukan perbuatan kesyirikan karena dua alasan:

a. Agar mereka semakin dekat dengan Allah
Allah berfirman ta’ala (yang artinya): “Dan orang-orang yang mengangkat selain-Nya sebagai penolong (sesembahan, pen) beralasan, ‘Kami tidaklah beribadah kepada mereka kecuali karena bermaksud agar mereka bisa mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah pasti akan memberikan keputusan di antara mereka terhadap perkara yang mereka perselisihkan itu. Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang yang gemar berdusta dan suka berbuat kekafiran.” (Q.s. Az Zumar: 3)

b. Agar mereka mendapatkan syafaat dan pertolongan dari makhluk yang mereka kultuskan
Allah berfirman (yang artinya): “Dan mereka beribadah kepada selain Allah; sesuatu yang sama sekali tidak mendatangkan bahaya untuk mereka dan tidak pula menguasai manfaat bagi mereka. Orang-orang itu beralasan, ‘Mereka adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah kelak.’” (QS. Yunus: 18)

Kaidah ketiga
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul di tengah-tengah masyarakat yang memiliki peribadatan yang beraneka ragam. Di antara mereka ada yang beribadah kepada malaikat. Ada pula yang beribadah kepada para nabi dan orang-orang saleh. Ada juga di antara mereka yang beribadah kepada pohon dan batu. Dan ada pula yang beribadah kepada matahari dan bulan.

Mereka semua sama-sama diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa sedikit pun membeda-bedakan di antara mereka. Dalil tentang hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan perangilah mereka semua hingga tidak ada lagi fitnah (syirik) dan agama (amal) semuanya hanya diperuntukkan kepada Allah.” (Q.s. Al Anfaal: 39)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada matahari dan bulan adalah firman-Nya (yang artinya), “Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah malam dan siang, matahari dan bulan, maka janganlah kamu sujud kepada matahari ataupun bulan. Akan tetapi sujudlah kamu kepada Allah yang menciptakan itu semua, jika kamu benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. Fushshilat : 37)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para malaikat adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan Allah tidak menyuruh kamu untuk mengangkat para malaikat dan nabi-nabi sebagai sesembahan.” (Q.s. Al ‘Imran: 80)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para nabi adalah firman-Nya yang artinya, “Ingatlah ketika Allah berfirman, ‘Wahai Isa putera Maryam, apakah kamu mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua sosok sesembahan selain Allah’? Maka Isa berkata, ‘Maha Suci Engkau ya Allah, tidak pantas bagiku untuk berucap sesuatu yang bukan menjadi hakku. Apabila aku mengucapkannya tentunya Engkau pasti mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, dan aku sama sekali tidak mengetahui apa yang ada di dalam diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang gaib.” (Q.s. Al Maa’idah: 116)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada orang-orang salih adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya), “Sosok-sosok yang mereka seru justru mencari wasilah kepada Rabb mereka; siapakah di antara mereka yang lebih dekat, dan mereka juga sangat mengharapkan curahan rahmat-Nya dan merasa takut dari azab-Nya.” (Q.s. Al Israa’: 57)

Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada pohon dan batu adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya), “Kabarkanlah kepada-Ku tentang Latta, ‘Uzza, dan juga Manat yaitu sesembahan lain yang ketiga.” (Q.s. An Najm [53]: 19-20).

Demikian juga ditunjukkan oleh hadits Abu Waqid Al Laitsi radhiallahu ’anhu. Beliau menuturkan, “Ketika kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Hunain. Ketika itu kami masih dalam keadaan baru keluar dari agama kekafiran. Orang-orang musyrik ketika itu memiliki sebatang pohon yang mereka jadikan sebagai tempat i’tikaf dan tempat khusus untuk menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut Dzatu Anwath. Ketika itu, kami melewati pohon tersebut. Lalu kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami sebatang Dzatu Anwath seperti Dzatu Anwath yang mereka miliki.’” (H.r. Tirmidzi no. 2181, Ahmad dalam Musnadnya, 5/218. Tirmidzi mengatakan: hadits hasan sahih)

Kaidah keempat
Orang-orang musyrik pada masa kita justru lebih parah kesyirikannya daripada orang-orang musyrik zaman dahulu. Sebab orang-orang terdahulu hanya berbuat syirik di kala lapang dan beribadah (berdoa) dengan ikhlas di kala sempit. Adapun orang-orang musyrik di masa kita melakukan syirik secara terus menerus, baik ketika lapang ataupun ketika terjepit. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya), “Apabila mereka sudah naik di atas kapal (dan diterpa ombak yang hebat, pen) maka mereka pun menyeru (berdoa) kepada Allah dengan penuh ikhlas mempersembahkan amalnya. Namun setelah Allah selamatkan mereka ke daratan, tiba-tiba mereka kembali berbuat kesyirikan.” (Q.s. Al ‘Ankabuut: 65)

(Qawaid Al Arba’, hlm. 1 – 4)

Bahaya kesyirikan

Berikut ini beberapa dalil dari Alquran maupun As Sunnah yang hendaknya kita perhatikan dengan seksama. Dalil-dalil itu akan menggambarkan kepada kita sebuah gambaran mengerikan dan sangat menakutkan tentang dahsyatnya bahaya kesyirikan. Semoga Allah menyelamatkan diri kita darinya.

1. Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan Dia akan mengampuni dosa lain yang berada di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehndaki oleh-Nya.” (Q.s. An Nisaa’: 48 dan 116)

2. Allah mengharamkan surga dimasuki oleh orang yang berbuat syirik. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan surga baginya dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tiada seorang penolongpun bagi orang-orang zhalim tersebut.” (Q.s. Al Maa’idah: 72)

3. Seorang musyrik akan kekal berada di dalam siksa neraka. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan.” (Q.s. Al Bayyinah: 6)

4. Dosa kesyirikan akan menghapuskan semua pahala amal shalih, betapapun banyak amal tersebut. Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada para Nabi sebelum engkau, ‘Jika kamu berbuat syirik maka pastilah seluruh amalmu akan lenyap terhapus dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.s. Az Zumar: 65)

5. Syirik adalah kezhaliman yang paling besar. Allah ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar.” (Q.s. Luqman: 13)

Allah ta’ala juga berfirman,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan.” (Q.s. Al Hadiid: 25)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitabNya agar manusia menegakkan yaitu keadilan. Salah satu di antara keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok terbesar dan pilar penegak keadilan. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil ….” (Ad Daa’ wad Dawaa’, hlm. 145)

6. Syirik merupakan dosa terbesar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa-dosa yang paling besar?” (beliau ulangi pertanyaan itu tiga kali) Maka para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Berbuat syirik terhadap Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (H.r. Al Bukhari no. 5632 dan Muslim no. 144)

7. Orang yang berbuat syirik sehingga murtad maka menurut ketetapan syariat Islam dia berhak dihukum bunuh.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim kecuali dengan satu di antara tiga penyebab: seorang yang sudah menikah tapi berzina, seorang muslim yang membunuh saudaranya (seagama) atau orang yang meninggalkan agamanya sengaja memisahkan diri dari jama’ah (murtad dari Islam).” (H.r. Bukhari no. 6484 dan Muslim no. 1676).

Beliau juga bersabda, “Barang siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (H.r. Al Bukhari no. 2858)

8. Amal yang tercampur dengan syirik akan sia-sia dan sirna sebagaimana debu-debu yang beterbangan disapu oleh angin. Allah ta’ala berfirman,
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
“Dan Kami akan hadapi semua amal yang pernah mereka amalkan (sewaktu di dunia) kemudian Kami jadikan amal-amal itu sia-sia seperti debu-debu yang beterbangan.” (Q.s. Al Furqan: 23)

9. Orang yang berbuat syirik dalam beramal maka dia akan ditelantarkan oleh Allah.
Allah ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi yang artinya, “Aku adalah Zat yang Maha Kaya dan paling tidak membutuhkan sekutu, oleh sebab itu barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang dia mempersekutukan sesuatu dengan-Ku di dalam amalnya itu maka pasti Aku akan telantarkan dia bersama kesyirikannya itu.” (H.r. Muslim no. 46)

10. Bahaya syirik lebih dikhawatirkan oleh Nabi daripada bahaya Dajjal.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Maukah kalian aku beritahukan tentang sesuatu yang paling aku khawatirkan mengancam kalian dalam pandanganku dan lebih menakutkan daripada Al Masih Ad Dajjal?” Maka para sahabat menjawab, “Mau (ya Rasulullah).” Beliau pun bersabda, “Yaitu syirik yang samar. Apabila seseorang mendirikan shalat sambil membagus-baguskan shalatnya karena dia melihat ada orang lain yang memperhatikan shalatnya.” (HR. Ahmad no. 11270)

11. Syirik kecil adalah dosa yang sangat dikhawatirkan terjadi pada generasi terbaik yaitu para sahabat radhiallahu ‘anhum.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Maka beliau pun ditanya tentangnya. Sehingga beliau menjawab, “Yaitu riya’/ingin dilihat dan dipuji orang.” (H.r. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 951 dan Shahihul Jami’ no. 1551)

12. Syirik adalah bahaya yang sangat dikhawatirkan oleh bapak para Nabi yaitu Ibrahim ‘alaihis salam akan menimpa pada dirinya dan pada anak keturunannya.
Allah ta’ala mengisahkan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim di dalam ayat-Nya,
رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ
“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.” (QS. Ibrahim: 35)
Ibrahim At Taimi mengatakan, “Lalu siapakah orang selain Ibrahim yang bisa merasa aman dari ancaman bencana (syirik)?!”

Syekh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Maka tidak ada lagi yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan kecuali orang yang bodoh tentangnya dan juga tidak memahami sebab-sebab yang bisa menyelamatkan diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang ajaran Rasul-Nya yaitu mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan syirik terhadapnya.” (Fathul Majid, hlm. 72)

13. Orang yang mati dalam keadaan masih musyrik maka pasti masuk neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Barang siapa yang menjumpai Allah (mati) dalam keadaan mempersekutukan sesuatu dengan-Nya maka pasti masuk neraka.” (H.r. Muslim)

14. Orang yang berbuat syirik maka amalnya tidak akan diterima. Allah ta’ala berfirman,
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
“Maka barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan apapun dengan Allah dalam beribadah kepada tuhannya itu.” (Q.s Al Kahfi: 110)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata sembari menukilkan ayat, “[Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya] artinya barangsiapa yang menginginkan pahala dan balasan kebaikan dari-Nya, [maka hendaklah dia beramal shalih], yaitu amal yang sesuai dengan syariat Allah. [dan dia tidak mempersekutukan apapun dalam beribadah kepada kepada Tuhannya] Artinya dia adalah orang yang hanya mengharapkan wajah Allah saja dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah dua buah rukun diterimanya amalan. Suatu amal itu harus ikhlas untuk Allah dan benar yaitu berada di atas tuntunan syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/154).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya, “Barang siapa yang mendatangi paranormal kemudian menanyakan sesuatu kepadanya maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR. Muslim dan Ahmad)

15. Seorang mujahid, da’i, atau ahli baca Quran serta dermawan yang terjangkiti kesyirikan maka akan diadili pertama kali pada hari kiamat dan kemudian dibongkar kedustaannya lalu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan wajahnya tertelungkup dan diseret oleh Malaikat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian ditampakkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Alquran. Dia didatangkan kemudian ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Alquran karena-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Quran supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.” (H.r. Muslim no. 152)

16. Orang yang berbuat syirik akan merasa kecanduan dengan sesembahannya dan ditelantarkan oleh Allah. Abdullah bin ‘Ukaim meriwayatkan secara marfu’ (sampai kepada Nabi) bahwasanya beliau bersabda, “Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (jimat dan semacamnya, red) maka dia akan dibuat bersandar dan tergantung kepadanya.” (H.r. Ahmad dan Tirmidzi, dinilai hasan Al Arna’uth dalam Takhrij Jami’ul Ushul, 7/575)

17. Orang yang menyembah selain Allah adalah orang paling sesat sejagad raya. Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ غَافِلُ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru kepada sesembahan-sesembahan selain Allah, sesuatu yang jelas-jelas tidak dapat mengabulkan doa hingga hari kiamat, dan sesembahan itu juga lalai dari doa yang mereka panjatkan. Dan apabila umat manusia nanti dikumupulkan (pada hari kiamat) maka sesembahan-sesembahan itu justru akan menjadi musuh serta mengingkari peribadatan yang dilakukan oleh para pemujanya.” (Q.s. Al Ahqaf: 5-6)

18, Orang yang berbuat syirik adalah sosok-sosok manusia yang sangat dungu dan  tidak mau mengambil pelajaran.

Allah ta’ala berfirman,
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka; Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’, Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah.’ tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya.” (Q.s. Al ‘Ankabut: 63)

19. Orang yang berbuat syirik adalah orang yang berkepribadian rendah dan tidak yakin dengan kemahakuasaan Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Thiyarah (menganggap sial karena melihat, mendengar atau mengetahui sesuatu) adalah syirik. Thiyarah adalah syirik…” (H.r. Abu Dawud dan Tirmidzi, hadits hasan sahih, lihat Al Jadid, hlm. 259)

20. Amalan orang yang berbuat syirik atau mengagungkan thaghut akan berubah menjadi penyesalan abadi di akhirat kelak.

Allah ta’ala berfirman,
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُواْ مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ وَرَأَوُاْ الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبَابُ وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّؤُواْ مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan ketika segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti; “Seandainya kami dapat kembali ke dunia, pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (Q.s. Al Baqarah: 166-167)

21. Orang yang berbuat syirik sehingga mencintai sesembahan atau pujaannya sebagai sekutu dalam hal cinta ibadah maka dia TIDAK akan bisa merasakan manisnya iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Ada tiga ciri, barang siapa yang memilikinya maka dia akan bisa merasakan manisnya iman: (1) Apabila Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada segala sesuatu selain keduanya. (2) Apabila dia bisa mencintai seseorang hanya karena Allah saja. (3) Apabila dia merasa begitu benci untuk kembali dalam kekafiran setelah Allah selamatkan dirinya darinya sebagaimana orang yang tidak mau dilemparkan ke dalam kobaran api.” (H.r. Al Bukhari no. 16 dan Muslim no. 67)

22. Orang yang berbuat syirik maka tidak akan diberikan kecukupan oleh Allah.
Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah (bertauhid dan tidak menyandarkan hatinya kepada selain Allah) maka Allah akan mencukupinya. Sesungguhnya Allah akan menyelesaikan urusannya, dan Allah telah menentukan takdir dan ketentuan waktu bagi segala sesuatu.” (Q.s. Ath Thalaq: 3)

23. Didoakan kecelakaan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Binasalah hamba dinar, hamba dirham, hamba Khamishah, hamba Khamilah. Jika dia diberi maka dia senang tapi kalau tidak diberi maka dia murka. Binasalah dan rugilah dia…” (H.r. Al Bukhari no. 2730)

Khamishah adalah kain dari bahan sutera atau wol yang bercorak, sedangkan Khamilah adalah kain beludru (lihat Al Jadid, hlm. 330 dan Fathul Majid, hlm. 365).

Syekh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi mengatakan, “Hadits itu menunjukkan bahwasanya barang siapa yang menjadikan (kesenangan) dunia sebagai tujuan akhir kehidupan serta puncak cita-citanya maka sesungguhnya dia telah menyembahnya dan mengangkatnya sebagai sekutu selain Allah.” (Al Jadid, hlm. 332).

24. Orang yang berbuat syirik pasti akan tertimpa bencana atau siksa yang sangat pedih dan menyakitkan. Allah ta’ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusan Rasul kalau-kalau mereka itu akan tertimpa fitnah (bala/bencana) atau siksa yang sangat pedih.” (Q.s. An Nur: 63)

Cara-cara untuk membentengi diri dari syirik
  1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
  2. Menuntut ilmu syar’i.
  3. Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan.
  4. Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah.
  5. Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.

Buku-Buku Tentang Tauhid dan Syirik

Hakikat tauhid dan syirik berdasarkan dalil-dalil Alquran maupun Al-Hadits beserta keterangan dari para ulama yang terpercaya, bisa dikaji melalui buku-buku atau kitab-kitab berikut ini:
  1. Tsalatsatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
  2. Qawa’idul Arba’ (Empat Kaidah Penting) karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
  3. Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
  4. Kasyfu Syubuhaat karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah. Kitab Tauhid 1, 2 dan 3 karya Syekh Shalih Al Fauzan dan para ulama lainnya
  5. Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
  6. Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syekh Ibrahim bin Syekh Shalih Al Khuraishi
  7. Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
  8. Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syekh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi rahimahullah
  9. Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syekh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
  10.  Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syekh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
  11. Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syekh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah
  12. Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syekh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syekh hafizhahullah
  13.  Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syekh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syekh
  14. Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syekh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
  15. Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syekh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
  16. Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
  17. Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syekh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah
  18. Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
  19. Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syekh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
  20. At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syekh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syekh hafizhahullah
  21. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syekh Shalih Al Fauzan
  22. Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
  23. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syekh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syekh
  24. At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
  25. Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syekh Shalih bin Muhammad Al Asmari
  26. Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syekh Muhammad bin Jamil Zainu
  27. Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah
  28. Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah
  29. ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syekh Al Albani rahimahullah
  30. Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syekh Shalih Al Fauzan
Memurnikan tauhid dari kotoran syirik
 Syekh Abdurrahman bin Hasan mengatakan bahwa makna merealisasikan tauhid ialah memurnikannya dari kotoran-kotoran syirik, bid’ah dan maksiat (lihat Ibthaalu Tandiid hlm. 28) Sehingga untuk bisa merealisasikan tauhid seorang muslim harus:
  1. Meninggalkan syirik dalam semua jenisnya: Syirik akbar, syirik ashghar, dan syirik khafi.
  2. Meninggalkan seluruh bentuk bid’ah.
  3. Meninggalkan seluruh bentuk maksiat. (At Tamhid, hlm. 33)

Tauhid benar-benar akan terrealisasi pada diri seseorang apabila di dalam dirinya terkumpul tiga perkara, yaitu:
  1. Ilmu, karena tidak mungkin seseorang mewujudkan sesuatu yang tidak diketahuinya. Allah berfirman yang artinya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
  2. Keyakinan (I’tiqad). Karena orang yang mengetahui tauhid tanpa meyakininya adalah orang yang sombong. Maka orang seperti ini tidak akan bisa merealisasikan tauhid. Hal itu sebagaimana keadaan orang musyrikin Quraisy yang paham makna tauhid tapi justru menolaknya, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam ayat-Nya yang artinya, “(Mereka berkata) apakah dia (Muhammad) akan menjadikan tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu sesembahan saja. Sungguh, ini adalah perkara yang sangat mengherankan!” (QS. Shad: 5)
  3. Ketundukan terhadap aturan (Inqiyad). Orang yang telah mengetahui hakikat tauhid dan meyakininya akan tetapi tidak mau tunduk terhadap konsekuensinya bukanlah orang yang merealisasikan tauhid.

Rujukan:
Artikel www.yufidia.com
http://faisalchoir.blogspot.sg/2012/01/syirik.html

Merebaknya Komunitas Pemuja Berhala

Latta, Uzza, dan Manat adalah nama-nama berhala yang dipuja oleh kaum paganis Arab ratusan tahun yang silam. Kisah itu barangkali tidak terlalu memusingkan kita. Namun, ternyata pada masa sekarang ini kita masih tetap saja menjumpai ‘sesembahan’ lain yang diangkat oleh manusia layaknya berhala. Apabila mau ditelusuri, sebenarnya penghambaan semacam ini telah mengurat dan mengakar sejak dulu kala, dan telah menelan ribuan mangsa…

Ketahuilah, berhala itu adalah hawa nafsu dan kecintaan kepada dunia yang menjajah hati dan pikiran manusia! Allah ta’ala berfirman,
 
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَوَاهُ
 
“Bagaimanakah pendapatmu mengenai orang yang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahan?” (QS. al-Furqan: 43)

Syaikh Zaid bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Patut untuk dimengerti bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun yang meninggalkan ibadah kepada Allah melainkan dia condong menujukan ibadahnya kepada selain Allah. Memang terkadang bisa jadi dia tidak tampak memuja patung atau berhala. Atau juga tidak tampak sedang memuja matahari dan bulan. Akan tetapi sebenarnya dia sedang menyembah hawa nafsu yang telah menjajah hatinya sehingga memalingkan dirinya dari tunduk beribadah kepada Allah.” (Thariq al-Wushul ila Idhah ats-Tsalatsah al-Ushul, hal. 147)

Ketika dunia telah memperbudak hati manusia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Binasalah hamba Dinar! Celakalah hamba Dirham! Celakalah hamba khamisah (sejenis kain)! Celakalah hamba khamilah (sejenis model pakaian)! Apabila diberi dia merasa senang, dan apabila tidak diberi maka dia murka. Celaka dan merugilah dia!” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Hadits yang agung ini menunjukkan bahwa sebagian manusia ada yang cita-cita hidupnya hanya untuk mendapatkan dunia dan perkara itulah yang paling dikejar olehnya. Itulah tujuan pertama dan terakhir yang dicarinya. Maka kalau ada orang semacam ini niscaya akhir perjalanan hidupnya adalah kebinasaan dan kerugian (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 331).

Itulah sosok pengejar dunia, yang rasa senang dan bencinya dikendalikan oleh hawa nafsunya (lihat al-Mulakhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 241).

Hadits ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai puncak urusan dan akhir cita-citanya maka pada hakekatnya dia telah mengangkatnya sebagai sesembahan tandingan bagi Allah ta’ala (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 332)

Ketika kecintaan kepada dunia telah memperbudak hati seorang hamba sehingga membuatnya benar-benar enggan mengamalkan ketaatan kalau tidak ada keuntungan dunia yang bisa diperolehnya, maka sesungguhnya di saat itu dia sedang mendaftarkan diri sebagai anggota komunitas pemuja berhala.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pokok munculnya kesyirikan kepada Allah adalah kesyirikan dalam hal cinta. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah ta’ala (yang artinya), ‘Sebagian manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai sekutu. Mereka mencintainya sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah. Adapun orang-orang yang beriman lebih dalam cintanya kepada Allah.’ (QS. al-Baqarah: 165)…” (ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 212)

Orang yang mencintai selain Allah sebagaimana kecintaannya kepada Allah, atau orang yang lebih mendahulukan ketaatan kepada selain Allah daripada ketaatan kepada Allah maka sesungguhnya orang tersebut telah terjerumus dalam syirik besar yang tidak akan pernah diampuni oleh Allah jika pelakunya tidak bertaubat darinya (lihat al-Qaul as-Sadid, hal. 96, lihat juga al-Jadid, hal. 278)

Kalau perlu amal soleh pun diperalat
Bahkan, karena saking gandrungnya kepada dunia sebagian orang tega menjadikan amal akherat sebagai alat untuk menggapai ambisi-ambisi dunia semata! Secara fisik mereka tampak mengejar pahala akherat, namun hatinya dipenuhi dengan kecintaan kepada kesenangan dunia yang hanya sesaat. Subhanallah

Allah ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan Kami sempurnakan untuk mereka balasan atas amal-amal mereka di dalamnya sedangkan mereka tidak dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak akan mendapatkan balasan apa-apa di akherat selain neraka dan akan hapuslah semua amal yang mereka kerjakan dan sia-sialah apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa beramal soleh semata-mata untuk menggapai kesenangan dunia -tanpa ada keinginan untuk memperoleh balasan akherat- termasuk kategori kesyirikan, bertentangan dengan kesempurnaan tauhid, bahkan menyebabkan terhapusnya pahala amalan (lihat al-Mulakhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 238)

Saudaraku, apakah yang kau cari?
Sesungguhnya kenikmatan dunia hanya sementara. Kecantikan, kekayaan, ketenaran, dan jabatan pasti ada akhirnya. Tidakkah kita sadar tentang hakekat dunia yang hanya sebentar dan sedikit ini, wahai saudaraku? Apakah kita rela menukar kesenangan yang abadi dengan kenikmatan yang sesaat? Alangkah bodohnya kita kalau begitu…

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, tidaklah dunia ini apabila dibandingkan dengan akherat nanti kecuali sekedar sebagaimana apabila salah seorang di antara kalian mencelupkan jarinya ini -yaitu jari telunjuk- ke dalam lautan, lalu perhatikanlah apa yang masih tersisa ketika ia diangkat ke atas?” (HR. Muslim dari Mustaurid radhiyallahu’anhu).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila para penduduk surga telah memasuki surga dan para penduduk neraka pun telah menempati neraka maka didatangkanlah kematian lalu ditempatkan di antara surga dan neraka lalu ia disembelih. Kemudian ada penyeru yang berteriak, ‘Wahai penduduk surga! Kematian telah tiada. Wahai penduduk neraka! Kematian telah tiada.’ Maka semakin bertambahlah kegembiraan penduduk surga dan semakin bertambahlah kesedihan penduduk neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Surga itu diliputi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan sedangkan neraka itu diliputi dengan perkara-perkara yang disenangi hawa nafsu.” (HR. Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia ini adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah ‘azza wa jalla berfirman; ‘Aku telah persiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang soleh kesenangan yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terbetik dalam hati manusia.’.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)

Tak ada maaf bagimu!
Saudaraku, setelah engkau tahu bahwa kesenangan dunia ini adalah kesenangan yang menipu dan semu. Lalu untuk apa engkau pertontonkan kemaksiatanmu di depan orang banyak. Apakah dengan seperti itu akan merubah sesuatu yang rendah dan hina menjadi tinggi dan mulia? Apakah dengan seperti itu akan merubah kenikmatan yang semu menjadi kebahagiaan yang selama-lamanya? Ataukah engkau ingin mengajari umat manusia untuk membangkang kepada Rabb mereka Yang Maha keras siksa-Nya? Ataukah engkau sedang menawarkan diri untuk menanggung dosa orang-orang yang meniru sikap dan tingkah lakumu yang durhaka itu? Ataukah engkau sedang menantang Allah agar mengutus malaikat-Nya untuk segera mencabut nyawamu?!

Subhanallah… tidakkah kau ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua umatku kelak akan dimaafkan kecuali orang-orang yang berbuat dosa secara terang-terangan…” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).

an-Nawawi rahimahullah berkata, “Mereka itu adalah orang-orang yang melakukan perbuatan maksiat dengan terang-terangan dan sengaja menampakkannya serta menyingkap tutup yang Allah karuniakan kepada mereka, mereka justru menceritakannya kepada orang lain tanpa ada kepentingan mendesak ataupun keperluan untuknya.” (Syarh Muslim [9/235])

Inilah realita masyarakat kita di zaman ini! Ketika kemaksiatan telah merebak di berbagai penjuru negeri, dari pesisir pantai hingga lereng gunung berapi, dari pinggir kali sampai kolam renang di dalam gedung yang tinggi, dari iklan koran hingga video tak sopan yang mengotori internet dan televisi, dari ramalan bintang anda hari ini sampai layanan pelet dan aji-aji, dari anak SD atau MI sampai para mahasiswa di perguruan tinggi. Subhanallah… Inikah yang kalian harapkan wahai kaum muslimin? Ketika kemungkaran merajalela dan maksiat dipertontonkan tanpa rasa malu di hadapan ribuan umat manusia? Inikah sosok negeri yang diidam-idamkan itu, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur?

Allah ta’ala berfirman,
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّهُ النَّاسَ بِمَا كَسَبُوا مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهْرِهَا مِن دَابَّةٍ وَلٰكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِ بَصِيرًا
“Seandainya Allah mau menyiksa manusia sebagai hukuman atas dosa yang mereka perbuat niscaya tidak akan Allah sisakan di atas muka bumi ini seekor binatang melatapun. Akan tetapi Allah menunda hukuman itu untuk mereka hingga waktu yang telah ditentukan. Maka apabila telah datang saatnya sesungguhnya Allah Maha melihat semua hamba-Nya.” (QS. Fathir: 45)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Artinya adalah apabila Allah menyiksa mereka sebagai hukuman atas semua dosa yang mereka perbuat maka tentu Allah akan menghancurkan semua penduduk bumi dan segala binatang dan rezeki yang mereka miliki.” (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [6/362] cet. Maktabah at-Taufiqiyah).

Nah, apakah ini yang engkau inginkan untuk kita semua? Kepada-Mu lah ya Allah tempat kami mengadu dan meminta ampunan… Kepada-Mu lah ya Allah tempat kami berlindung dari fitnah yang tampak dan tersembunyi… Ya Allah tunjukilah hati kami… Berikanlah bimbingan kepada para pemimpin negeri iniWa shallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi sallam, walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, pertengahan Dzulqa’dah 1430 H
Yang sangat membutuhkan ampunan Rabbnya

Abu Mushlih Ari Wahyudi
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/05/merebaknya-komunitas-pemuja-berhala.html