Syirik adalah menyamakan antara selain
Allah dengan Allah ta’ala dalam perkara yang termasuk kategori
kekhususan yang hanya dimiliki oleh Allah ta’ala.
Kekhususan Allah itu meliputi tiga hal utama:
Pertama, hak
rububiah, seperti mencipta, mengatur alam,
menguasainya, mengabulkan doa dan lain-lain. Maka jika ada orang yang
meyakini bahwa ada makhluk yang mampu menciptakan dari tidak ada menjadi
ada sebagaimana Allah, berarti dia telah berbuat syirik dalam masalah
rububiyah.
Kedua, hak
uluhiyah, seperti berhak untuk diibadahi,
menjadi tujuan do’a, permintaan tolong, permintaan perlindungan, tujuan
dalam melaksanakan persembahan atau sembelihan, menjadi tujuan
harapan, rasa takut dan kecintaan yang disertai dengan ketundukkan.
Jika ada orang yang menyembelih untuk kuburan, atau meminta
perlindungan dari bencana alam kepada para wali, berarti dia telah
melakukan perbuatan syirik dalam uluhiyah.
Ketiga, hak kesempurnaan Nama-nama dan Sifat-sifat, seperti menyandang nama Allah,
Ar Rabb dan
Ar Rahman,
atau memiliki sifat mengetahui yang Gaib, Maha Mendengar, Maha
Melihat, Maha Mengetahui, yang tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya.
Sehingga, jika ada orang yang meyakini bahwa kiyainya bisa mendengar
sesuatu yang jauh, atau melihat tempat yang jauh, atau mengetahui masa
depan, berarti dia telah menyekutukan Allah dalam sifat Allah.
Dengan demikian, berarti kesyirikan bisa terjadi dalam hal rububiyah, uluhiyah maupun nama dan sifat-Nya.
Macam-macam syirik
Syirik dibagi menjadi beberapa macam, berdasarkan pengelompokkan berikut (
Al Qaulul Mufid, 1/125):
Pertama, Syirik yang Terkait dengan Kekhususan Allah Ta’ala, ada tiga bentuk:
a. Syirik dalam Rububiah
Yaitu meyakini bahwa ada diantara makhluk Allah yang mampu menciptakan,
memberi rezeki, menghidupkan atau mematikan, mengatur cuaca,
menghilangkan bencana, dan kemampuan lainnya yang hanya bisa dilakukan
Allah.
b. Syirik dalam uluhiyah
Adalah melakukan salah satu bentuk ibadah dan ditujukan kepada selain
Allah, apa pun bentuk ibadahnya. Baik ibadah hati, seperti tawakkal,
pengagungan. Atau ibadah lisan, seperti nadzar, bersumpah dengan
menyebut selain Allah. Atau ibadah anggota badan, seperti bersujud
kepada selain Allah.
c. Syirik di dalam asma’ wa shifat (nama dan sifat)
Yaitu keyakinan bahwa sebagian makhluk Allah memiliki sifat-sifat khusus yang Allah
ta’ala miliki, seperti mengetahui perkara gaib, dan sifat-sifat lainnya yang merupakan kekhususan Rabb kita yang Mahasuci.
Kedua, syirik menurut tingkatannya, ada dua:
a. Syirik akbar (besar)
Adalah perbuatan syirik yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama islam, alias murtad.
Syirik besar ada 4 macam:
1. Syirik dalam berdoa
Adalah merendahkan diri kepada selain Allah, dengan tujuan untuk
istighatsah dan isti’anah kepadanya (makhluk), atau menggantungkan diri
kepada makhluk.
2. Syirik dalam niat, kehendak dan maksud
Adalah menyekutukan Allah dalam tujuan beribadah, baik memberikan ibadah
tersebut kepada makhluk atau adanya keinginan lain untuk selain Allah
ketika beribadah.
3. Syirik dalam ketaatan
Meyakini bahwa ada sebagian makhluk yang memiliki hak dalam menentukan
syariat Allah atau menjadikan sesuatu sebagai sekutu bagi Allah dalam
membuat syariat, atau mentaati makhluk secara lahir batin dalam
menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah
halalkan.
4. Syirik dalam kecintaan
Adalah mencintai makhluk sebagaimana mencintai Allah. Mengagungkannya,
membenarkannya, memujanya, dengan gaya yang hanya selayaknya diberikan
kepada Allah.
b. Syirik ashghar (kecil)
Adalah perbuatan syirik yang TIDAK menyebabkan pelakunya keluar dari agama islam.
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan syirik kecil:
Pendapat pertama, syirik kecil adalah setiap perbuatan yanng bisa mengantarkan kepada syirik besar.
Pendapat kedua, syirik kecil adalah setiap perbuatan yang divonis sebagai perbuatan syirik dalam dalil Alquran dan
hadis,
namun tidak sampai pada derajat yang bisa mengeluarkan seseorang dari
islam. Misalnya: riya’, sumpah dengan menyebut selain Allah,
menggunakan jimat, dan seterusnya.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa syirik kecil kualitas dosanya
bertingkat-tingkat, dan bisa menjadi syirik besar, tergantung kadarnya.
Ketiga, syirik menurut letak terjadinya
a. Syirik i’tiqadi (keyakinan hati)
Syirik yang berupa keyakinan batin. Misalnya meyakini bahwa ada makhluk yang bisa mengatur cuaca.
b. Syirik ‘amali (perbuatan)
Yaitu menyekutukan Allah dalam amal perbuatan. Seperti: menyembelih
untuk selain Allah, sujud kepada makhluk, dan bernazar untuk selain
Allah dan yang lainnya.
c. Syirik lafzhi (syirik dalam ucapan)
Yaitu perbuatan syirik dalam ucapan, seperti bersumpah dengan menyebut
selain nama Allah, seperti perkataan sebagian orang, “Tidak ada bagiku
kecuali Allah dan engkau”, dan “Aku bertawakal kepadamu”, “Kalau bukan
karena Allah dan si fulan maka akan terjadi demikian..”, dan
lafazh-lafazh lainnya yang mengandung unsur kesyirikan.
Keempat, syirik menurut sifat terang dan tidaknya, ada dua macam:
a. Syirik khafi (tersembunyi)
Yaitu perbuatan syirik yang samar, sehingga sulilt untuk diketahui
seseorang. Seperti ujub pada diri sendiri, riya’, atau berlebihan dalam
menyandarkan rizkinya kepada penghasilannya atau pekerjaanya.
b. Syirik jali (nampak)
Adalah perbuatan syirik yang jelas dan bisa dipahami bahwa itu kesyirikan. Contoh: sujud kepada selain Allah, dan semacamnya.
Kaidah penting dalam memahami syirik
Kaidah pertama
Sesungguhnya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengakui Allah ta’ala sebagai
pencipta dan pengatur segala urusan. Sedangkan pengakuan mereka ini
tidaklah membuat mereka tergolong orang Islam. Dalilnya adalah firman
Allah ta’ala (yang artinya),
“Katakanlah, Siapakah yang memberikan
rezeki kepada kalian dari langit dan bumi. Atau siapakah yang kuasa
menciptakan pendengaran dan penglihatan. Dan siapakah yang mampu
mengeluarkan yang hidup dari yang mati serta mengeluarkan yang mati dari
yang hidup. Dan siapakah yang mengatur segala urusan, maka pasti
mereka akan menjawab, ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘Lantas mengapa kalian
tidak mau bertakwa?’.” (QS. Yunus: 31)
Kaidah kedua
Sesungguhnya orang-orang musyrik yang Allah sebutkan dalam Alquran, mereka melakukan perbuatan kesyirikan karena dua alasan:
a. Agar mereka semakin dekat dengan Allah
Allah berfirman ta’ala (yang artinya):
“Dan orang-orang yang
mengangkat selain-Nya sebagai penolong (sesembahan, pen) beralasan,
‘Kami tidaklah beribadah kepada mereka kecuali karena bermaksud agar
mereka bisa mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat-dekatnya.’
Sesungguhnya Allah pasti akan memberikan keputusan di antara mereka
terhadap perkara yang mereka perselisihkan itu. Sesungguhnya Allah tidak
akan memberikan petunjuk kepada orang yang gemar berdusta dan suka
berbuat kekafiran.” (Q.s. Az Zumar: 3)
b. Agar mereka mendapatkan syafaat dan pertolongan dari makhluk yang mereka kultuskan
Allah berfirman (yang artinya):
“Dan mereka beribadah kepada selain
Allah; sesuatu yang sama sekali tidak mendatangkan bahaya untuk mereka
dan tidak pula menguasai manfaat bagi mereka. Orang-orang itu beralasan,
‘Mereka adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah kelak.’” (QS. Yunus: 18)
Kaidah ketiga
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul di tengah-tengah
masyarakat yang memiliki peribadatan yang beraneka ragam. Di antara
mereka ada yang beribadah kepada malaikat. Ada pula yang beribadah
kepada para nabi dan orang-orang saleh. Ada juga di antara mereka yang
beribadah kepada pohon dan batu. Dan ada pula yang beribadah kepada
matahari dan bulan.
Mereka semua sama-sama diperangi oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa sedikit pun membeda-bedakan di antara mereka. Dalil tentang hal ini adalah firman Allah ta’ala (yang artinya),
“Dan perangilah mereka semua hingga tidak ada lagi fitnah (syirik) dan agama (amal) semuanya hanya diperuntukkan kepada Allah.” (Q.s. Al Anfaal: 39)
Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada matahari dan bulan adalah firman-Nya (yang artinya),
“Di
antara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah malam dan siang, matahari dan
bulan, maka janganlah kamu sujud kepada matahari ataupun bulan. Akan
tetapi sujudlah kamu kepada Allah yang menciptakan itu semua, jika kamu
benar-benar beribadah hanya kepada-Nya.” (QS. Fushshilat : 37)
Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para malaikat adalah firman Allah ta’ala (yang artinya),
“Dan Allah tidak menyuruh kamu untuk mengangkat para malaikat dan nabi-nabi sebagai sesembahan.” (Q.s. Al ‘Imran: 80)
Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada para nabi adalah firman-Nya yang artinya, “
Ingatlah
ketika Allah berfirman, ‘Wahai Isa putera Maryam, apakah kamu
mengatakan kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua sosok
sesembahan selain Allah’? Maka Isa berkata, ‘Maha Suci Engkau ya Allah,
tidak pantas bagiku untuk berucap sesuatu yang bukan menjadi hakku.
Apabila aku mengucapkannya tentunya Engkau pasti mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada dalam diriku, dan aku sama sekali tidak
mengetahui apa yang ada di dalam diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui hal-hal yang gaib.” (Q.s. Al Maa’idah: 116)
Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada orang-orang salih adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya),
“Sosok-sosok
yang mereka seru justru mencari wasilah kepada Rabb mereka; siapakah
di antara mereka yang lebih dekat, dan mereka juga sangat mengharapkan
curahan rahmat-Nya dan merasa takut dari azab-Nya.” (Q.s. Al Israa’: 57)
Dalil yang menunjukkan adanya peribadatan kepada pohon dan batu adalah firman-Nya Yang Maha Tinggi (yang artinya),
“Kabarkanlah kepada-Ku tentang Latta, ‘Uzza, dan juga Manat yaitu sesembahan lain yang ketiga.” (Q.s. An Najm [53]: 19-20).
Demikian juga ditunjukkan oleh hadits Abu Waqid Al Laitsi
radhiallahu ’anhu. Beliau menuturkan,
“Ketika
kami berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju
Hunain. Ketika itu kami masih dalam keadaan baru keluar dari agama
kekafiran. Orang-orang musyrik ketika itu memiliki sebatang pohon yang
mereka jadikan sebagai tempat i’tikaf dan tempat khusus untuk
menggantungkan senjata-senjata mereka. Pohon itu disebut Dzatu Anwath.
Ketika itu, kami melewati pohon tersebut. Lalu kami berkata, ‘Wahai
Rasulullah, buatkanlah untuk kami sebatang Dzatu Anwath seperti Dzatu
Anwath yang mereka miliki.’” (H.r. Tirmidzi no. 2181, Ahmad dalam Musnadnya, 5/218. Tirmidzi mengatakan: hadits hasan sahih)
Kaidah keempat
Orang-orang musyrik pada masa kita justru lebih parah kesyirikannya daripada orang-orang musyrik zaman dahulu.
Sebab orang-orang terdahulu hanya berbuat syirik di kala lapang dan
beribadah (berdoa) dengan ikhlas di kala sempit. Adapun orang-orang
musyrik di masa kita melakukan syirik secara terus menerus, baik ketika
lapang ataupun ketika terjepit. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah
firman Allah ta’ala (yang artinya),
“Apabila mereka sudah naik di
atas kapal (dan diterpa ombak yang hebat, pen) maka mereka pun menyeru
(berdoa) kepada Allah dengan penuh ikhlas mempersembahkan amalnya.
Namun setelah Allah selamatkan mereka ke daratan, tiba-tiba mereka
kembali berbuat kesyirikan.” (Q.s. Al ‘Ankabuut: 65)
(
Qawaid Al Arba’, hlm. 1 – 4)
Bahaya kesyirikan
Berikut ini beberapa dalil dari Alquran maupun As Sunnah yang
hendaknya kita perhatikan dengan seksama. Dalil-dalil itu akan
menggambarkan kepada kita sebuah gambaran mengerikan dan sangat
menakutkan tentang dahsyatnya bahaya kesyirikan. Semoga Allah
menyelamatkan diri kita darinya.
1. Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah. Allah
ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan Dia akan
mengampuni dosa lain yang berada di bawah tingkatan syirik bagi siapa
saja yang dikehndaki oleh-Nya.” (Q.s. An Nisaa’: 48 dan 116)
2. Allah mengharamkan surga dimasuki oleh orang yang berbuat syirik. Allah
ta’ala berfirman,
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Sesungguhnya
barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sesungguhnya Allah telah
mengharamkan surga baginya dan tempat kembalinya adalah neraka, dan
tiada seorang penolongpun bagi orang-orang zhalim tersebut.” (Q.s. Al Maa’idah: 72)
3. Seorang musyrik akan kekal berada di dalam siksa neraka. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ
شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari
kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka
Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan.” (Q.s. Al Bayyinah: 6)
4. Dosa kesyirikan akan menghapuskan semua pahala amal shalih, betapapun banyak amal tersebut. Allah
ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada
para Nabi sebelum engkau, ‘Jika kamu berbuat syirik maka pastilah
seluruh amalmu akan lenyap terhapus dan kamu benar-benar akan termasuk
orang-orang yang merugi.” (Q.s. Az Zumar: 65)
5. Syirik adalah kezhaliman yang paling besar. Allah
ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar.” (Q.s. Luqman: 13)
Allah
ta’ala juga berfirman,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
“Sungguh
Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan
Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia
menegakkan keadilan.” (Q.s. Al Hadiid: 25)
Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan, “Allah memberitakan
bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitabNya agar
manusia menegakkan yaitu keadilan. Salah satu di antara keadilan yang
paling agung adalah
tauhid.
Ia adalah pokok terbesar dan pilar penegak keadilan. Sedangkan syirik
adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman
yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling
adil ….” (
Ad Daa’ wad Dawaa’, hlm. 145)
6. Syirik merupakan dosa terbesar.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabatnya,
“Maukah kalian aku kabarkan tentang dosa-dosa yang paling besar?” (beliau ulangi pertanyaan itu tiga kali) Maka para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Lalu beliau bersabda,
“Berbuat syirik terhadap Allah dan durhaka kepada kedua orang tua…” (H.r. Al Bukhari no. 5632 dan Muslim no. 144)
7. Orang yang berbuat syirik sehingga murtad maka menurut ketetapan syariat Islam dia berhak dihukum bunuh.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Tidak halal menumpahkan darah seorang muslim kecuali dengan satu di
antara tiga penyebab: seorang yang sudah menikah tapi berzina, seorang
muslim yang membunuh saudaranya (seagama) atau orang yang meninggalkan
agamanya sengaja memisahkan diri dari jama’ah (murtad dari Islam).” (H.r. Bukhari no. 6484 dan Muslim no. 1676).
Beliau juga bersabda,
“Barang siapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (H.r. Al Bukhari no. 2858)
8. Amal yang tercampur dengan syirik akan sia-sia dan sirna sebagaimana debu-debu yang beterbangan disapu oleh angin. Allah
ta’ala berfirman,
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً
“Dan
Kami akan hadapi semua amal yang pernah mereka amalkan (sewaktu di
dunia) kemudian Kami jadikan amal-amal itu sia-sia seperti debu-debu
yang beterbangan.” (Q.s. Al Furqan: 23)
9. Orang yang berbuat syirik dalam beramal maka dia akan ditelantarkan oleh Allah.
Allah ta’ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi yang artinya,
“Aku
adalah Zat yang Maha Kaya dan paling tidak membutuhkan sekutu, oleh
sebab itu barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang dia
mempersekutukan sesuatu dengan-Ku di dalam amalnya itu maka pasti Aku
akan telantarkan dia bersama kesyirikannya itu.” (H.r. Muslim no. 46)
10. Bahaya syirik lebih dikhawatirkan oleh Nabi daripada bahaya Dajjal.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “
Maukah
kalian aku beritahukan tentang sesuatu yang paling aku khawatirkan
mengancam kalian dalam pandanganku dan lebih menakutkan daripada Al
Masih Ad Dajjal?” Maka para sahabat menjawab, “Mau (ya Rasulullah).”
Beliau pun bersabda, “Yaitu syirik yang samar. Apabila seseorang
mendirikan shalat sambil membagus-baguskan shalatnya karena dia
melihat ada orang lain yang memperhatikan shalatnya.” (HR. Ahmad no. 11270)
11. Syirik kecil adalah dosa yang sangat dikhawatirkan terjadi pada generasi terbaik yaitu para sahabat radhiallahu ‘anhum.
Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya, “
Sesuatu
yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Maka
beliau pun ditanya tentangnya. Sehingga beliau menjawab, “Yaitu
riya’/ingin dilihat dan dipuji orang.” (H.r. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 951 dan Shahihul Jami’ no. 1551)
12. Syirik adalah bahaya yang sangat dikhawatirkan oleh bapak para Nabi
yaitu Ibrahim ‘alaihis salam akan menimpa pada dirinya dan pada anak
keturunannya.
Allah
ta’ala mengisahkan doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim di dalam ayat-Nya,
رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ
“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.” (QS. Ibrahim: 35)
Ibrahim At Taimi mengatakan, “Lalu siapakah orang selain Ibrahim yang bisa merasa aman dari ancaman bencana (syirik)?!”
Syekh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Maka tidak ada lagi
yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan kecuali orang yang
bodoh tentangnya dan juga tidak memahami sebab-sebab yang bisa
menyelamatkan diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang
ajaran Rasul-Nya yaitu mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan
syirik terhadapnya.” (
Fathul Majid, hlm. 72)
13. Orang yang mati dalam keadaan masih musyrik maka pasti masuk neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Barang siapa yang menjumpai Allah (mati) dalam keadaan mempersekutukan sesuatu dengan-Nya maka pasti masuk neraka.” (H.r. Muslim)
14. Orang yang berbuat syirik maka amalnya tidak akan diterima. Allah
ta’ala berfirman,
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً
“Maka
barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah
dia beramal shalih dan tidak mempersekutukan apapun dengan Allah dalam
beribadah kepada tuhannya itu.” (Q.s Al Kahfi: 110)
Imam Ibnu Katsir
rahimahullah berkata sembari menukilkan ayat, “
[Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya] artinya barangsiapa yang menginginkan pahala dan balasan kebaikan dari-Nya,
[maka hendaklah dia beramal shalih], yaitu amal yang sesuai dengan syariat Allah.
[dan dia tidak mempersekutukan apapun dalam beribadah kepada kepada Tuhannya] Artinya
dia adalah orang yang hanya mengharapkan wajah Allah saja dan tidak
ada sekutu bagi-Nya. Inilah dua buah rukun diterimanya amalan. Suatu
amal itu harus ikhlas untuk Allah dan benar yaitu berada di atas
tuntunan syariat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (
Tafsir Ibnu Katsir, 5/154).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya,
“Barang siapa yang mendatangi paranormal kemudian menanyakan sesuatu
kepadanya maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam.” (HR.
Muslim dan Ahmad)
15. Seorang mujahid, da’i, atau ahli baca Quran serta dermawan yang
terjangkiti kesyirikan maka akan diadili pertama kali pada hari kiamat
dan kemudian dibongkar kedustaannya lalu dilemparkan ke dalam neraka
dalam keadaan wajahnya tertelungkup dan diseret oleh Malaikat.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya
orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati
syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian ditampakkan kepadanya
nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah
bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya?” Dia menjawab, “Aku
berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau
dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai
pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan
malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga
dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian ada seseorang yang telah
mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan ditunjukkan
kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya.
Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia
menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan
harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah
berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan
julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian
Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas
wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang yang
menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Alquran. Dia
didatangkan kemudian ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah
didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang
sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu,
mengajarkannya dan membaca Alquran karena-Mu.” Allah berfirman, “Engkau
dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim.
Engkau membaca Quran supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah
memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya
hingga dilemparkan ke dalam neraka.” (H.r. Muslim no. 152)
16. Orang yang berbuat syirik akan merasa kecanduan dengan
sesembahannya dan ditelantarkan oleh Allah. Abdullah bin ‘Ukaim
meriwayatkan secara marfu’ (sampai kepada Nabi) bahwasanya beliau
bersabda,
“Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (jimat dan semacamnya, red) maka dia akan dibuat bersandar dan tergantung kepadanya.” (H.r. Ahmad dan Tirmidzi, dinilai hasan Al Arna’uth dalam Takhrij Jami’ul Ushul, 7/575)
17. Orang yang menyembah selain Allah adalah orang paling sesat sejagad raya. Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّن يَدْعُو مِن دُونِ اللَّهِ مَن
لَّا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَومِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَن دُعَائِهِمْ
غَافِلُ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاء وَكَانُوا
بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ
“Dan siapakah yang lebih sesat
daripada orang yang menyeru kepada sesembahan-sesembahan selain Allah,
sesuatu yang jelas-jelas tidak dapat mengabulkan doa hingga hari
kiamat, dan sesembahan itu juga lalai dari doa yang mereka panjatkan.
Dan apabila umat manusia nanti dikumupulkan (pada hari kiamat) maka
sesembahan-sesembahan itu justru akan menjadi musuh serta mengingkari
peribadatan yang dilakukan oleh para pemujanya.” (Q.s. Al Ahqaf: 5-6)
18, Orang yang berbuat syirik adalah sosok-sosok manusia yang sangat dungu dan tidak mau mengambil pelajaran.
Allah ta’ala berfirman,
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ
اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka; Siapakah yang
menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi
sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’, Katakanlah,
‘Segala puji bagi Allah.’ tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya.” (Q.s. Al ‘Ankabut: 63)
19. Orang yang berbuat syirik adalah orang yang berkepribadian rendah dan tidak yakin dengan kemahakuasaan Allah.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Thiyarah (menganggap sial karena melihat, mendengar atau mengetahui sesuatu) adalah syirik. Thiyarah adalah syirik…” (H.r. Abu Dawud dan Tirmidzi, hadits hasan sahih, lihat
Al Jadid, hlm. 259)
20. Amalan orang yang berbuat syirik atau mengagungkan thaghut akan berubah menjadi penyesalan abadi di akhirat kelak.
Allah ta’ala berfirman,
إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُواْ مِنَ الَّذِينَ
اتَّبَعُواْ وَرَأَوُاْ الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأَسْبَابُ
وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُواْ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ
مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّؤُواْ مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللّهُ
أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُم بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ
“(Yaitu)
ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang
yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan ketika segala hubungan
antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang
mengikuti; “Seandainya kami dapat kembali ke dunia, pasti kami akan
berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.”
Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya
menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar
dari api neraka.” (Q.s. Al Baqarah: 166-167)
21. Orang yang berbuat syirik sehingga mencintai sesembahan atau
pujaannya sebagai sekutu dalam hal cinta ibadah maka dia TIDAK akan bisa
merasakan manisnya iman.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “
Ada
tiga ciri, barang siapa yang memilikinya maka dia akan bisa merasakan
manisnya iman: (1) Apabila Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya
daripada segala sesuatu selain keduanya. (2) Apabila dia bisa mencintai
seseorang hanya karena Allah saja. (3) Apabila dia merasa begitu benci
untuk kembali dalam kekafiran setelah Allah selamatkan dirinya darinya
sebagaimana orang yang tidak mau dilemparkan ke dalam kobaran api.” (H.r. Al Bukhari no. 16 dan Muslim no. 67)
22. Orang yang berbuat syirik maka tidak akan diberikan kecukupan oleh Allah.
Allah ta’ala berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً
“Dan
barang siapa yang bertawakal kepada Allah (bertauhid dan tidak
menyandarkan hatinya kepada selain Allah) maka Allah akan mencukupinya.
Sesungguhnya Allah akan menyelesaikan urusannya, dan Allah telah
menentukan takdir dan ketentuan waktu bagi segala sesuatu.” (Q.s. Ath Thalaq: 3)
23. Didoakan kecelakaan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
“Binasalah
hamba dinar, hamba dirham, hamba Khamishah, hamba Khamilah. Jika dia
diberi maka dia senang tapi kalau tidak diberi maka dia murka. Binasalah
dan rugilah dia…” (H.r. Al Bukhari no. 2730)
Khamishah adalah kain dari bahan sutera atau wol yang bercorak, sedangkan
Khamilah adalah kain beludru (lihat
Al Jadid, hlm. 330 dan Fathul Majid, hlm. 365).
Syekh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi mengatakan, “Hadits itu
menunjukkan bahwasanya barang siapa yang menjadikan (kesenangan) dunia
sebagai tujuan akhir kehidupan serta puncak cita-citanya maka
sesungguhnya dia telah menyembahnya dan mengangkatnya sebagai sekutu
selain Allah.” (
Al Jadid, hlm. 332).
24. Orang yang berbuat syirik pasti akan tertimpa bencana atau siksa yang sangat pedih dan menyakitkan. Allah
ta’ala berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka
hendaklah merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusan Rasul
kalau-kalau mereka itu akan tertimpa fitnah (bala/bencana) atau siksa
yang sangat pedih.” (Q.s. An Nur: 63)
Cara-cara untuk membentengi diri dari syirik
- Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
- Menuntut ilmu syar’i.
- Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan
menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal
kebaikan.
- Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah.
- Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.
Buku-Buku Tentang Tauhid dan Syirik
Hakikat tauhid dan syirik berdasarkan dalil-dalil Alquran maupun
Al-Hadits beserta keterangan dari para ulama yang terpercaya, bisa
dikaji melalui buku-buku atau kitab-kitab berikut ini:
- Tsalatsatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
- Qawa’idul Arba’ (Empat Kaidah Penting) karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
- Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
- Kasyfu Syubuhaat karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi
rahimahullah. Kitab Tauhid 1, 2 dan 3 karya Syekh Shalih Al Fauzan dan
para ulama lainnya
- Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syekh Muhammad bin Sulaiman At Tamimi rahimahullah
- Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang
harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syekh Ibrahim bin
Syekh Shalih Al Khuraishi
- Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syekh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi rahimahullah
- Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syekh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
- Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syekh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
- Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syekh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah
- Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syekh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syekh hafizhahullah
- Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syekh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syekh
- Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syekh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
- Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syekh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
- Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syekh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah
- Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
- Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syekh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
- At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syekh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syekh hafizhahullah
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syekh Shalih Al Fauzan
- Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syekh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syekh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syekh
- At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
- Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syekh Shalih bin Muhammad Al Asmari
- Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syekh Muhammad bin Jamil Zainu
- Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah
- Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah
- ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syekh Al Albani rahimahullah
- Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syekh Shalih Al Fauzan