Beliau selalu berdoa,
"Ya Allah, tunjukilah aku
untuk memuji-Mu dengan pujian yang sebanding, sebagai rasa syukur atas
nikmat dan keutamaan yang Engkau berikan kepadaku."
Suatu hari, 'Abdullah bin
Muhammad bertanya kepadanya, "Mengapa engkau selalu mengulang-ulang
doamu, sebenarnya nikmat apakah yang telah diberikan kepadamu?" Abu
Qilabah rahimahullah berkata, "Tidakkah engkau melihat apa yang
diperbuat oleh Rabb-ku? Demi Allah, andaikan Allah memerintahkan
langit untuk mengirim api dan membakarku. Memerintahkan gunung agar
menimpaku dan laut agar menenggelamkanku, tidaklah hal itu kecuali
menambah rasa syukurku kepadaNya, kerana Dia telah memberi nikmat
lisan ini."
Abu Qilabah rahimahullah
melanjutkan, "Aku punya keperluan, sudikah engkau membantuku? Aku ini
orang yang lemah, aku punya seorang anak kesayangan yang selalu
menemaniku, dia yang melayani wudhu'ku saat tiba waktu solat. Apabila
aku lapar, maka dia yang memberi makan; apabila aku haus, dia yang
memberi minum, tetapi sudah tiga hari ini aku kehilangan dia, tolong
carikan di mana dia!"
Abdullah bin Muhammad pun
berkata, "Sungguh tidak ada pahala yang lebih besar di sisi Allah
daripada orang yang berjalan untuk memenuhi keperluanmu!" Aku mulai
berjalan mencari anak tersebut, baru beberapa meter aku melihat
tumpukan bebatuan dan aku dapati anak yang kucari telah dimangsa
binatang buas! Melihat itu aku hanya mampu mengucapkan,
"Inna lillai wa inna ilaihi roji'un"
Sesampainya di rumah Abu
Qilabah, aku pun langsung mengucapkan salam, Abu Qilabah membalasnya
dan berkata, "Itukah dirimu, wahai sahabatku?" Aku menjawab, "Benar."
"Bagaimana keperluanku?" tanya Abu Qilabah. Aku berkata, "Engkau lebih
mulia di sisi Allah, ataukah Nabi 'Ayyub yang lebih mulia?" "Nabi
'Ayyub lebih mulia", jawab Abu Qilabah.
Aku bertanya lagi, "Bukankah
kita mengetahui cobaan yang diberikan kepada Nabi 'Ayyub? Beliau diuji
dalam hartanya, keluarganya dan anak-anaknya". "Benar demikian",
jawab Abu Qilabah. Aku berkata lagi, "Bagaimana sikap Nabi 'Ayyub
menerima cobaan itu?" Abu Qilabah menjawab, "Dia bersabar, bersyukur
dan selalu memuji Allah."
Akhirnya dengan berat hati aku
berkata, "Sesungguhnya anak kesayanganmu yang engkau cari telah
meninggal dimangsa binatang buas. Semoga Allah memberi kesabaran dan
pahala yang besar kepadamu". Abu Qilabah pun menjawab, "Segala puji
bagi Allah yang tidak menjadikan satu pun dari keturunanku yang
memaksiati-Nya." Kemudian sambil mengeluarkan esak tangis, Abu Qilabah
pun mengucapkan,
"Inna lillai wa inna ilaihi roji'un."
Tidak berselang lama, akhirnya
beliau meninggal dunia. Tatkala pemakaman selesai, aku kembali ke
rumah. Di waktu malam aku tertidur dan bermimpi melihat Abu Qilabah di
Syurga dengan memakai perhiasan Syurga, dia membaca ayat (bermaksud):
"Keselamatan atasmu kerana kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." [QS Ar-Ra'd: 24]
Dalam mimpi itu, aku ('Abdullah
bin Muhammad) bertanya, "Bukankah engkau adalah sahabatku?" Dia pun
menjawab: "Benar." "Bagaimana engkau meraih itu semua?" Abu Qilabah
menjawab, "Sesungguhnya Allah mempunyai tingkatan yang tidak bisa
diraih kecuali dengan kesabaran ketika tertimpa musibah, bersyukur
ketika senang, dan selalu takut kepada Allah secara tersembunyi
mahupun terang-terangan." [Kitab ats-Tsiqaat (V/2-5)]
[Dinukil daripada buku 'Keajaiban Sabar' karya Abu Abdillah bin Luqman Al-Atsari, Media Tarbiyah, Bogor, 2007. ms 68-71]
Dicatat oleh Abu Harits Mohamad Zubair
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/05/abu-qilabah-rahimahullahu-dan.html